MLM SYARI'AH
MAKALAH
Disusun Guna Memenuhi Tugas
Mata Kuliah: Lembaga Keuangan Syari'ah
DosenPengampu: Bapak Wahab Zaenuri
Disusun Oleh
: Tatang turhamun (1405015198)
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
2014/ 2015
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sejak masuk ke
Indonesia pada sekitar tahun 80-an, jaringan-jaringan bisnis langsung (direct
selling) MLM terus marak dan menjamur setelah setelah adanya krisis moneter dan
ekonomi. Pemain yang terjun di dunia MLM yang memanfaatkan momentum dan situasi
krisis untuk menawarkan solusi bisnis pemain asing maupun local.[1]
Perusahaan Multilevel
Marketing (MLM) adalah perusahaan yang
menerapkan sistem pemasaran modern melalui jaringan distribusi yang
berjenjang, yang dibangun
secara permanen dengan memosisikan pelanggan perusahaan sekaligus sebagai tenaga pemasaran. Menurut Bahauddin, Agustianto,
Ramli Abdul Wahab, dan Miftahuddinakhir-akhirini semakin banyak muncul perusahaan-perusahaan
yang menjual produknya melalui sistem MLM, namun tidak semuanya dijalankan berdasarkan syariah Islam. Perlu dicatat, bahwa perusahaan money
game yang berkedok MLM tidak termasuk MLM. Bisnis
haram yang menggunakan sistem piramida itu pasti merugikan sebagian besarmasyarakat dan hanya menguntungkan segelintir orang yang
lebih dahulu masuk.
Islam memahami bahwa perkembangan
budaya bisnis berjalan begitu cepat dan dinamis. Berdasarkan kaedah fikih di
atas, maka terlihat bahwa Islam memberikan jalan bagi manusia untuk melakukan
berbagai improvisasi dan inovasi melalui sistem, teknik dan mediasi dalam
melakukan perdagangan.
Namun, Islam mempunyai prinsip-prinsip
tentang pengembangan sistem bisnis, yaitu harus terbebas dari unsur dharar (bahaya), jahalah (ketidakjelasan), dan zhulm
(merugikan atau tidak adil terhadap salah satu pihak). Sistem pemberian bonus
harus adil, tidak menzalimi dan tidak
hanya menguntungkan orang yang diatas. Bisnis juga harus terbatas dari unsur
MAGHRIB, singkatan dari tujuh unsur: (1) Maysir
(judi); (2) Aniaya (zhulm); (3) Gharar (penipuan); (4) Haram; (5) Riba
(bunga); (6) Iktinaz atau Ihtikar; dan (7) Batil. Jika ingin
mengembangkan bisnis MLM, maka harus berbebas dari unsur-unsur diatas. Karena
itu, barang atau jasa yang dibisniskan serta tata cara penjualannya harus
halal, tidak haram, tidak syubhat,
serta tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip diatas.
B. Rumusan Masalah
1.
Apa yang
dimaksud dengan MLM?
2.
Bagaimana Hukum bisnis
MLM menurut Islam?
3.
Jelaskan mengenai MLM dalam Islam?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian MLM
Multilevel Marketing (MLM)
adalah sistem penjualan yang menurut Ahmad Zain An Najah, memanfaatkan konsumen
sebagai tenaga penyaluran secara langsung sekaligus sebagai konsumen. Sistem
penjualan ini menggunakan beberapa level (tingkatan) di dalam pemasaran barang dagangannya. Promotor (upline) adalah anggota yang sudah
mendapatkan hak keanggotaan terlebih dahulu, sedangkan bawahan (downline) adalah anggota baru yang
mendaftar atau direkrut oleh promotor. Akan tetapi, pada beberapa sistem
tertentu, jenjang keanggotaan ini bisa berubah-ubah sesuai dengan syarat
pembayaran atau pembelian tertentu.
[2]
Komisi yang diberikan dalam
pemasaran berjenjang dihitung berdasarkan banyaknya jasa distribusi yang
otomatis terjadi jika bawahan melakukan pembelian barang. Promotor akan
mendapatkan bagian komisi tertentu sebagai bentuk balas jasa atas perekrutan
bawahan. Harga
barang yang ditawarkan di tingkat konsumen adalah harga produksi ditambah
komisi yang menjadi hak konsumen karena secara tidak langsung telah membantu
kelancaran distribusi.
Untuk bergabung dengan keanggotaan
MLM, seorang biasanya diharuskan mengisi formulir dan membayar uang dalam jumlah
tertentu dan kadang diharuskan membeli produk tertentu dari perusahaan MLM
tersebut, tetapi kadang ada yang tidak mesyaratkan untuk membeli produk
tersebut. Pembayaran dan pembeliian produk tersebut sebagai syarat untuk
mendapatkan poin tertentu.
Kadang
poin bisa didapatkan oleh anggota jika ada pembelian langsung dari produk yang
dipasarkan, maupun melalui pembelian tidak langsung melalui jaringan
keanggotaan. Tetapi kadang poin bisa diperolehkan tanpa pembelian produk, namun
dilihat dari banyak dan sedikitnya anggota yang bisa direkrut oleh orang
tersebut.[3]
B. Hukum Bisnis MLM Menurut
Islam
Praktik tidak jujur yang dilakukan
oleh pelaku Miltilevel Marketing (MLM) tertentu adalah haram.
Perusahaan-perusahaan MLM yang tidak jujur itu biasanya menawarkan keuntungan
besar untuk memikat nasabah. Usaha seperti itu dipandang mengandung unsur riba
dan penipuan. Produk yang dipasarkan oleh perusahaan hanya kedok untuk
mendapatkan komisi dan keuntungan besar. Dan dalam MLM sangat mungkin terjadi
unsur eksploitasi terhadap orang lain, suatu hal yang dilarang dalam islam.
Sistem pedagangan Multilevel
Marketing (MLM) dilakukan dengan cara menjaring calon nasabah yang sekaligus
berfungsi sebagai konsumen dan member perusahaan. Secara rinci, sistem
perdagangan MLM dilakukan dengan cara berikut:
1.
Mula-mula pihak
perusahaan berusaha menjaring konsumen
untuk menjadi member dengan mengharuskan calon konsumen membeli paket produk
perusahaan dengan harga tertentu.
2.
Dengan membeli paket
produk perusahaan tersebut, pihak pembeli diberi satu formulir keanggotaan
(member) dari perusahaan.
3.
Sesudah menjadi member
maka tugas berikutnya adalah mencari calon member-member baru dengan cara
seperti di atas, yakni membeli produk perusahaan dan mengisi formulir
keanggotaan.
4.
Para member baru juga
bertugas mencari calon member baru lainnya dengan cara seperti di atas, yakni
membeli produk perusahaan dan mengisi formulir keanggotaan.
5.
Jika member mampu menjaring member baru yang banyak maka
ia akan mendapatkan bonus. Semakin banyak member yang dijaring, semakin banyak
pula bonus yang akan didapat karena perusahaan merasa diuntungkan oleh
banyaknya member yang sekaligus menjadi konsumen produk perusahaan tersebut.
6.
Dengan adanya para
member baru yang sekaligus menjadi konsumen produk perusahaan, member yang
berada pada level pertama (member awal/pelopor), kedua, dan seterusnya akan slalu
mendapatkan bonus secara estafet dari perusahaan.
Di antara sekaian banyak perusahaan
MLM, ada perusahaan-perusahaan yang melakukan kegiatan menjaring dana
masyarakat untuk menanamkan modal di perusahaan tersebut dengan janji akan
memberikan keuntungan sebesar hampir 100% dalam setiap bulannya. Akan tetapi
dalam praktiknya, mereka tidak mampu memberikan keuntungan seperti yang
dijanjikan, bahkan kadang malah menggelapkan dana nasabah yang menjadi member
perusahaan. Berkenaan dengan hal tersebut:
1.
Sistem perdagangan MLM
diperbolehkan oleh syariat Islam dengan syarat:
a)
Transaksi (akad) antara
pihak penjual (al ba’i) dan pembeli (al musytari) dilakukan atas dasar suka
sama suka (‘an taradhin), dan tidak ada paksaan.
b)
Barang yang
diperjualbelikan (al mabi’) suci, bermanfaat dan transparan sehingga tidak ada
unsur kesamaran atau penipuan (gharar).
c)
Barang-barang yang
diperjualbelikan memiliki harga yang wajar, sebagaimana firman Allah Swt. Dalam
surah Al Baqarah (2:275)
2.
Jika sistem perdagangan MLM dilakukan
dengan cara pemaksaan atau barang
yang diperjualbelikan tidak jelas karena dalam bentuk paket yang terbungkus dan sebelum transaksi tidak dapat dilihat
oleh pembeli, berarti hukumnya haram karena mengandung unsur kesamaran atau
penipuan (gharar). Hal ini didasarkan pada sabdaRasulullah saw. dalam hadis
sahih yang diriwayatkan Imam Muslim yang artinya: Rasulullah saw. melarang terjadinya transaksi jual
beli yang mengandung gharar. (Abi Husain Muslim bin
Hajjaj al Qusyairi, Al-Jami’ as-Shahih).
3.
Jika harga
barang-barang yang diperjualbelikan dalam sistem perdagangan MLM jauh lebih
tinggi dari harga yang wajar, berarti hukumnya haram karena secara tidak
langsung pihak perusahaan telah menambahkan harga barang yang dibebankan kepada
pihak pembeli sebagai sharing modal dalam akad syirkahmengingat pihak pembeli sekaligus akan menjadi member
perusahaan, yang apabila ia ikut memasarkan akan mendapatkan keuntungan secara
estafet. Dengan demikian, praktik perdagangan MLM tersebut mengandung unsur
kesamaran atau penipun (gharar) karena terjadi kekaburan antara akad jual-beli
(al bai’), Syirkah, sekaligus
mudharabah karena pihak pembeli sesudah menjadi member juga berfungsi sebagai
‘amil (pelaksana/petugas) yang akan memasarkan produk perusahaan kepada calon
pembeli (member) baru.
4.
Jika perusahaan MLM
melakukan kegiatan menjaring dana masyarakat untuk menanamkan modal di
perusahaan tersebut dengan janji akan memberikan keuntungan tertentu dalam
setiap bulannya, berarti kegiatan tersebut adalah haram karena melakukan
praktik riba yang jelas-jelas diharamkan oleh Allah Swt. Apalagi dalam
kenyataannya tidak semua perusahaan mampu memberikan keuntungan seperti yang
dijanjikan, bahkan terkadang menggelapkan dana nasabah yang menjadi member
perusahaan.[4]
C.
Sistem Pemasaran MLM
Pakar marketing ternama Don Failla,
membagi marketing menjadi tiga macam:
(1) retail (eceran); (2) direct selling
(penjualan langsung ke konsumen); (3) multilevel
marketing (pemasaran berjanjang melalui jaringan distribusi yang dibangun
dengan memosisikan pelanggan sekaligus sebagai tenaga pemasaran).
Kemunculan tren strategi pemasaran
produk melalui sistem MLM di dunia bisnis Modern sangat menguntungkan banyak
pihak, seperti pengusaha (baik produsen maupun perusahaan MLM). Hal ini
disebabkan karena adanya penghematan biaya dalam iklan, Bisnin ini juga
menguntungkan para distributor yang berperan sebagai simsar (Mitra Niaga) yang
ingin bebas (tidak terikat) dalam bekerja.
Sistem marketing MLM yang lahir pada
tahun 1030 (Ahmad Basyuni Lubis, 2000) merupakan kreasi dan inovasi marketing
yang melibatkan masyarakat konsumen dalam kegiatan usaha pemasaran dengan
tujuan agar masyarakat konsumen dapat menikmati tidak saja manfaat produk,
tetapi juga manfaat finansial dalam bentuk insentif, hadih-hadiah, haji, dan
umrah, perlindungan asuransi, tabungan hari tua, dan bahkan kepemilikan saham
perusahaan.
D. MLM Dalam Islam
Bisnis dalam syariah Islam pada dasarnya
termasuk kategori muamalat yang hukum asalnya adalah boleh berdasarkan kaidah
fikih, al-Ashlu fil muamalah al-ibahah hatta yadullad dalilu ala tahrimiha.
(Pada dasarnya segala hukum dalam muamalah adalah boleh, kecuali ada
dalil/prinsip yang melarangnya). Islam memahami bahwa perkembangan budaya
bisnis berjalan begitu cepat dan dinamis. Berdasarkan kaedah fikih di atas,
maka terlihat bahwa Islam memberikan jalan bagi manusia untuk melakukan
berbagai improvisasi dan inovasi melalui sistem, teknik dan mediasi dalam
melakukan perdagangan.
Namun, Islam mempunyai prinsip-prinsip
tentang pengembangan sistem bisnis, yaitu harus terbebas dari unsur dharar (bahaya), jahalah (ketidakjelasan), dan zhulm
(merugikan atau tidak adil terhadap salah satu pihak). Sistem pemberian bonus
harus adil, tidak menzalimi dan tidak
hanya menguntungkan orang yang diatas. Bisnis juga harus terbatas dari unsur
MAGHRIB, singkatan dari tujuh unsur: (1) Maysir
(judi); (2) Aniaya (zhulm); (3) Gharar (penipuan); (4) Haram; (5) Riba
(bunga); (6) Iktinaz atau Ihtikar; dan (7) Batil. Jika ingin
mengembangkan bisnis MLM, maka harus berbebas dari unsur-unsur diatas. Karena
itu, barang atau jasa yang dibisniskan serta tata cara penjualannya harus
halal, tidak haram, tidak syubhat,
serta tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip diatas.
MLM menggunakan strategi pemasaran
secara bertingkat-berantai-benjenjang (levelisasi) mengandung unsur-unsur
positif, jika diisi dengan nilai-nilai Islamn dan sistemnya disesuaikan dengan
syariah Islam. Bila demikian, MLM
dipandang memiliki unsur-unsur silaturrahim, dakwah, dan tarbiyah. Metode
semcam ini pernah digunakan Rasulullah dalam melakukan dakwah Islamiyah pada
awal-awal islam. Dakwah Islam ketika itu dilakukan melalui teori gethok tular (mulut ke mulut) dari
sahabat satu ke sahabat lainnya. Sehingga pada suatu saat islam dapat diterima
oleh masyarakat kebanyakan.
Bisnis yang dijalankan dengan sistem MLM
menurut Muhammad Hidayat tidak hanya sekadar menjalankan penjualan produk
barang, tetapi juga jasa, yaitu jasa marketing
fee, bonus, hadiah, dan sebagainya, tergantung prestasi, dan level seorang
anggota. Jasa marketing yang bertindak sebagai perantara antara produsen dan
konsumen. Dalam istilah fikih Islam hal ini disebut samsarah/simsar.(Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah, jilid II). Kegiatan
samsarah dalam bentuk distributor, agen, member, atau mitra niaga dalam fikih
Islam termasuk dalam akad ijarah,
yaitu suatu transaksi memanfaatkan jasa orang lain dengan imbalan, insentif,
atau bonus (ujrah). Semua ulama
membolehkan akad seperti ini (Fikih Sunnah III). Sama halnya seperti cara
berdagang yang lain, strategi MLM harus memenuhi rukun jual-beli serta akhlak
(etika) yang baik.
1.
Insentif dan
penghargaan
Perusahaan
MLM biasa memberi reward atau insentif pada mereka yang berprestasi. Islam
membenarkan seseorang mendapatkan insentif lebih besar dari yang lainnya
disebabkan keberhasilannya dalam memenuhi target penjualan tertentu, dan
melakukan berbagai upaya positif dalam memperluas jaringan dan levelnya secara
produktif. Kaidah Ushul Fiqh
mengatakan: Besarnya ijrah (upah) itu tergantung pada kadar kesulitan dan pada
kadar kesungguhan.
Penghargaan
kepada upline yang mengembangkan jaringan (level) di bawahnya (downline) dengan cara
bersungguh-sungguh, memberikan pembinaan (tarbiyah),
pengawasan serta keteladanan prestasi (uswah)
memang patut dilakukan. Dan atas jerih payahnya itu ia berhak mendaptkan bonus
dari perusahaan, karena ini selaras dengan sabda Rasulullah : Barang siapa di dalam Islam berbuat suatu
kebijakan maka kepadanya diberi pahala, serta pahala dari orang yang
mengikutinya tanpa dikurangi sedikitpun (hadis).
Insentif
diberikan dengan merujuk skim ijarah. Intensif ditentukan oleh dua kriteria,
yaitu dari segi prestasi penjualan produk dan dari sisi berapa banyak downline yang dibina sehingga ikut
menyukseskan kinerja. Dalam hal menetapkan nilai insentif ini, ada tiga syarat
syariah yang harus dipenuhi, yakni: adil, terbuka, dan berorientasi falah
(keuntungan dunia dan akhirat). Insentif (bonus) seseorang (upline) tidak boleh mengurangi hak orang
lain di bawahnya (downline), sehingga
tidak ada yang dizalimi.
Sistem
insentif juga harus secara transparan diinformasikan kepada seluruh anggota,
bahkan dalam menentukan sistemnya dan pembagian insentif (bonus), para anggota
perlu diikutsertakan, sebagaimana yang terjadi di MLM Syariah Ahad-Net Internasional. Dalam hal
ini tetap dilakukan musyawarah sehingga penetapan sistem bonus tidak sepihak.
Selanjutnya, keuntungan dalam bisnis MLM, berorientasi pada keuntungan duniawi
dan ukhrawi. Imam Al-Ghazali dalam
Ihya Ulumuddin mengatakan bahwa keuntungan dalam islam adalah keuntungan dunia
dan akhirat. Keuntungan akhirat maksudnya, bahwa dengan menjalankan bisnis itu,
seseorang telah dianggap menjalankan ibadah, (asalkan bisnisnya sesuai dengan
syariah). Dengan bisnis, seseorang juga telah membantu orang lain dalam
memenuhi kebutuhan hidupnya.
2.
Kewajiban harga produk
Setiap
perdagangan pasti berorientasi pada keuntungan. Namun, Islam sangat menekankan
kewajaran dalam memperoleh keuntungan tersebut. Artinya, harga produk harus
wajar dan tidak di-mark up sedemikian
rupa dalam jumlah yang amat mahal, sebagaimana yang banyak terjadi diperusahaan
bisnis MLM saat ini. Sekalipun Al-Qur’an tidak menentukan secara fixed besaran nominal keuntungan yang
wajar dalam perdagangan, namun dengan tegas Al Qur’an berpesan, agar
pengambilan keuntungan dilakukan secara fair,
saling rida dan menguntungkan.
Penetapan
harga terlalu tinggi dari harga normal, sehingga memberatkan konsumen, dapat
dianalogikan dengan ghabn, yaitu
menjual satu barang dengan harga tinggi dibanding harga pasar. karena itu,
menurut Bahauddin Darus, Agustianto, Ramli Abdul Wahab, dan Miftahuddin,
terdapat dua belas dalil dan alasan keharaman bisnis BMA dan sejenisnya
tersebut. Selanjutnya agar MLM menjadi MLM yang islami perlu memenuhi 12
syarat, yaitu :
a)
Produk yang dipasarkan
harus halal, thayyib (berkualitas)
dan menjauhi syubhat ( syubhat adalah sesuatu yang masih
meragukan).
b)
Sistem akadnya harus
memenuhi kaidah dan rukun jual-beli sebagaimana yang terdapat dalam hukum Islam
(fikih muamalah).
c)
Operasional, kebijakan,
corporate culture, maupun sistem
akuntansinya harus sesuai syariah.
d)
Tidak ada excessivemark up harga barang ( harga
barang di-mark up sampai dua kali
lipat), sehingga anggota terzalimi dengan harga yang amat mahal, tidak sepadan
dengan kualitas dan manfaat yang diperoleh.
e)
Struktur manajemennya
memiliki Dewan Pengawas Syariah (DPS) yang terdiri dari para ulama yang
memahami masalah ekonomi.
f)
Formula intensif harus
adil, tidak menzalimi downline dan
tidak menempatkan upline hanya
menerima pasif income tanpa bekerja, upline tidak boleh menerima income dari hasil jerih payah downline-nya.
g)
Pembagian bonus harus
mencerminkan usaha masing-masing anggotanya.
h)
Tidak ada ekspoitasi
dalam aturan pembagian bonus antara orang yang awal menjadi anggota dengan yang
akhir.
i)
Bonus yang diberikan
harus jelas angka nisbahnya sejak awal.
j)
Tidak menitikberatkan
barang-barang tersier ketika umat masih bergelut dengan pemenuhan kebutuhan
primer.
k)
Cara penghargaan kepada
mereka yang berprestasi tidak boleh mencerminkan sikap hura-hura dab pesta
pora, karena sikap itu tidak syariah. Praktik ini banyak terjadi pada sejumlah
perusahaan MLM.
l)
Perusahaan MLM harus
berorientasi pada kemaslahatan ekonomi umat.[5]
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Multilevel
Marketing adalah system penjualan yang memanfaatkan konsumen sebagai tenaga
penyaluran secara langsung sekaligus sebagai konsuumen. System penjualan ini
menggunakan beberapa level (tingkatan) di dalam pemasaran barang dagangannya.
Praktik tidak jujur yang dilakukan
oleh pelaku Miltilevel Marketing (MLM) tertentu adalah haram.
Perusahaan-perusahaan MLM yang tidak jujur itu biasanya menawarkan keuntungan
besar untuk memikat nasabah. Usaha seperti itu dipandang mengandung unsur riba
dan penipuan. Produk yang dipasarkan oleh perusahaan hanya kedok untuk
mendapatkan komisi dan keuntungan besar. Dan dalam MLM sangat mungkin terjadi
unsur eksploitasi terhadap orang lain, suatu hal yang dilarang dalam islam.
Bisnis dalam syariah Islam pada
dasarnya termasuk kategori muamalat yang hukum asalnya adalah boleh berdasarkan
kaidah fikih, al-Ashlu fil muamalah al-ibahah hatta yadullad dalilu ala
tahrimiha. (Pada dasarnya segala hukum dalam muamalah adalah boleh, kecuali ada
dalil/prinsip yang melarangnya). Islam memahami bahwa perkembangan budaya
bisnis berjalan begitu cepat dan dinamis. Berdasarkan kaedah fikih di atas,
maka terlihat bahwa Islam memberikan jalan bagi manusia untuk melakukan
berbagai improvisasi dan inovasi melalui sistem, teknik dan mediasi dalam
melakukan perdagangan.
B.
Saran
Demikian makalah
yang dapat kami sampaikan, kami menyadari masih banyak kekurangan dalam hal
penulisan maupun isi makalah. Oleh karena itu kritik dan saran yang membangun
kami harapkan demi kesempurnaan penulisan makalah selanjutnya yang lebih baik.
Semoga makalah ini bermanfaat bagi kita. Amin.
DAFTAR
PUSTAKA
Http://anget-team.blogspot.co.id/2012/04/bisnis-multi-level-marketing-mlm.html.
Rivai Veithzal, Islamic
Marketing, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2012.
[1] http://anget-team.blogspot.co.id/2012/04/bisnis-multi-level-marketing-mlm.html. Di
akses pada hari Minggu 29/11/2015 pukul 10.19.
DAFTAR SITUS ONLINE JUDI TERBAIK & TERPERCAYA 2021
ReplyDeleteKumpulan Agen PKV Judi Virtual Account 2021
Pkv game judi online termasuk juga untuk jenis permainan taruhan judi domino QQ atau Bandar QQ
Daftar Agen Situs POKER224 Deposit Via Ovo Onebandarq
bisa menggunakan rekening bank sebagai salah satu pilihan metode yang selama ini sering digunakan dalam Poker224 taruhan judi qq ovo.
Rajapoker
Info Situs Agen Poker Bandarkiu di Rajapoker
Pilihan situs agen judi poker dan Domino yang tersedia dan bisa kita pilih. Akan tetapi sebaiknya memang bukan asal pilih saja.
Casino Slot Rajabakarat
Rajabaccarat Situs Casino GOPAY Pertama di Indonesia
situs judi slot online deposit via GOPAY selama ini sering jadi salah satu pilihan yg banyak di cari oleh pecinta taruhan judi online.