MAKALAH
Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Manajemen Pembiayaan
Dosen Pengampu: Nurudin
Oleh:TatangTurhamun (1405015198)
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
2015
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Manusia pada dasaranya dalam melakukan aktifitasnya
baik yang bersifat duniawi maupun ukhrowi tidak lepas dari tujuan (maqosyid)
dari apa yang akan ia peroleh dari aktifitas tersebut, dengan berbagai macam perbedaan sudut
pandang manusia itu sendiri terhadap esensi dari apa yang hendak ia peroleh,
maka tidak jarang dan sangat tidak menutup kemungkinan sekali proses untuk
menuju pada tujuan maqosyidnya pun berwarna-warni.
Salah satu
contoh dalam aktifitas sosial-ekonomi, banyak dari manusia sendiri yang
terjebak dalam hal ini, lebih mengedepankan pada pemenenuhan hak pribadi dan
mengabaikan hak-hak orang lain baik hak itu berupa individu ataupun masyarakat
umum. Akan tetapi Islam sebuah agama yang rahmatan lil-alamin mengatur seluruh
tatanan kehidupan manusia, sehingga norma-norma yang diberlakukan islam dapat
memberikan solusi sebuah keadilan dan kejujuran dalam hal pencapaian manusia
pada tujuan daripada aktifitasnya itu, sehingga tidak akan terjadi ketimpangan sosial
antara mereka.
Maka tidak
jarang diantara kita yang acap kali menemukan ayat dalam kitab suci Al-Quran
yang mendorong perdagangan dan perniagaan, dan Islam sangat jelas
sekali menyatakan sikap bahwa tidak boleh ada hambatan bagi perdagangan dan
bisnis yang jujur dan halal, agar setiap orang memperoleh penghasilan,
menafkahi keluarga, dan memberikan sedekah kepada mereka yang kurang beruntung.
Dalam perbankan
syariah kita telah mengenal bahwa didalamnya tidak memakai prinsip bunga
melainkan prinsip bagi hasil, yang mana prinsip bagi hasil dalam perbankan
syariah ini dapat dilakukan dalam empat
akad, yaitu; al-musyarakah, al-mudharabah, al-muzara’ah dan al-musaqah. Didalam
makalah ini akan dijelaskan tentang akad mudharabah.
Bank syariah
juga mengadakan pembiayaan dalam bentuk jual beli, berbeda dengan bank
konvensional yang tidak ada transaksi jual beli,
didalam bank syariah ada 3 macam, yaitu bai’ al-murabahah, bai’ al-istisna dan
bai’ as-salam.
Mudharabah merupakan satu pembahasan
yang banyak diungkap dalam kitab-kitab fiqh klasik. Dewasa ini, wacana tentang
Mudharabah menjadi semakin mencuat seiring perkembangan perbankan syari’ah.
Dalam lembaga perbankan syari’ah itu, Mudharabah menjadi salah satu kunci penting dalam kajian-kajian lebih
komprehensif mengenai perbankan syari’ah. Apa yang dikenal dengan sistem bagi
hasil sebagai alternatif sistem bunga dalam perbankan konvensional, sejatinya,
dari term Mudharabah ini.
Mudharabah
mengandung nilai-nilai luhur kemanusiaan dan perwujudan prinsip keadilan dalam
sebuah usaha ekonomi. Heterogenitas tingkat kemakmuran hidup manusia bagian dari
realitas kehidupan yang tak terbantahkan sepanjang masa. Mudharabah ada untuk
memberikan kesempatan agar heterogenitas itu tidak terlampau curam
menghubungkan golongan kaya dengan masyarakat miskin. Namun, eksistensinya
dalam dunia modern belum menampakan kontribusi yang signifikan. Perbankan
syari’ah sebagai penopang Mudharabah tidak dapat berbuat banyak untuk
memberdayakannya. Ada apa dengan Mudharabah Dan mengapa dengan perbankan
syari’ah dalam prakteknya.
B.
Rumusan
Masalah
1.
Apa
pengertian Mudharabah?
2.
Apa
Saja Landasan Hukum Mudharabah?
3.
Apa
Saja Yang Menyebabkan Mudharabah Batal?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Mudharabah
Mudharabah baerasal dari kata dharb, yang berarti memukul
atau berjalan.[1]
Memukul atau berjalan dalam artian adalah proses seseorang memukulkan kakinya
dalam menjalankan suatu usaha. Disebut juga qiradh yang berasal dari kata
al-qadhu yang berarti potongan, karena pemilik memotong hartanya untuk
diperdagangkan dan memperoleh sebagian keuntungan. Sedangkan menurut ahli fiqih
mudharabah merupakan suatu perjanjian dimana seseorang member hartanya
kepada orang lain berdasarkan prinsip dagang dimana keuntungan yang diperoleh
akan dibagi berdasarkan propporsi yang telah disepakati, seperti ½ dari
keuntungan atau ¼ dan sebagainya.[2] Secara
teknis mudharabah adalah akad kerja sama usaha antara pemilik dana dan
pengelola dana untuk melakukan kegiatan usaha, laba dibagi atas dasar nisbah
bagi hasil menurut kesepakatan kedua belah pihak, sedangkan bila terjadi
kerugian akan ditanggung oleh si pemilik dana kecuali disebabkan oleh
misconduct, negligence, dan violation oleh pengelola dana. Akad mudharabah
merupakan suatu transaksi pendanaan atau investasi yang berdasarkan
kepercayaan, yaitu kepercayaan dari pemilik dana kepada pengelola dana. Pemilik
dana dalam akad mudharabah tidak boleh ikut campur dalam manajemen perusahaan
atau proyek yang dibiayai dengan pemilik dana tersebut, kecuali sebatas
memberikan saran dan melakukan pengawasan pada pengelola dana. Pemilik dana
juga tidak boleh mensyaratkan sejumlah tertentu untuk bagiannya karena dapat
dipersamakan dengan riba yaitu meminta kelebihan atau imbalan tanpa ada faktor
penyeimbang yang diperbolehkan syariah. Keuntungan yang dibagikan pun tidak
boleh menggunakan nilai proyeksi, akan tetapi harus menggunakan nilai realisasi
keuntungan, yang mengacu pada laporan hasil usaha yang secara periodik disusun
oleh pengelola dana dan diserahkan kepada pemilik dana.
Pada prinsipnya mudharabah tidak boleh ada jaminan atas modal,
namun demikian agar pengelola dana tidak melakukan penyimpangan, pemilik dana
dapat meminta jaminan dari pengelola dana atau pihak ketiga. Tentu saja jaminan
ini hanya dapat dicairkan apabila pengelola dana terbukti melakukan kesalahan
yang disengaja, lalai, atau melakukan pelanggaran terhadap hal-hal yang
disepakati bersama dalam akad. Hikmah dari sistem mudharabah adalah dapat
memberikan keringanan kepada manusia. Terkadang ada sebagian orang yang
memiliki harta, tetapi tidak mampu untuk membuatnya menjadi produktif atau
sebaliknya.
Dengan akad mudharabah, kedua belah pihak dapat mengambil manfaat
dari kerjasama yang terbentuk. Agar tidak terjadi perselisihan dikemudian hari
maka akad/perjanjian/kontrak sebaiknya dituangkan secara tertulis dan dihadiri
para saksi. Dalam perjanjian harus mencakup berbagai aspek antara lain tujuan
mudharabah, nisbah pembagian keuntungan, periode pembagian keuntungan, biaya-biaya
yang boleh dikurangkan dari pendapatan, ketentuan pengambilan modal, hal-hal
yang dianggap sebagai kelalaian pengelola dana dan sebagainya. Apabila terjadi perselisihan diantara dua
belah pihak maka dapat diselesaikan secara musyawarah oleh mereka berdua atau
melalui Badan Arbitrase Syariah. Dalam Rukunmudharabah
terpenuhi sempurna apabila ada mudharib (pemilik dana, ada usaha
yang akan dibagi hasilkan, ada nisbah, dan ijab Kabul).[3] Adapun syaratmudharabah adalah yang pertama orang yang terkait dalam akad
cakap hukum. Kedua syarat modal yang
digunakan harus berbentuk uang, jelas jumlahnya, tunai, langsung diserahkan
kepada mudharib. Ketiga pembagian
keuntungan harus jelas dan sesuai dengan nisbah yang telah disepakati.
B.
Landasan
Syari’ah
Menurut Ijmak Ulama, mudharabah hukumnya jaiz (boleh). Hal ini
dapat diambil dari kisah Rasulullah yang pernah melakukan mudharabah dengan
Siti Khadijah. Siti Khadijah bertindak sebagai pemilik dana dan Rasulullah
sebagai pengelola dana. Beberapa dalil yang menjelaskan tentang bolehnya akad
mudharabah dari Al-Qur’an dan Al-Hadis adalah:
a)
Al
Qur’an
Beberapa dalil yang berasal dari ayat-ayat Al qur’an yang
membolehkan akad mudharabah diantaranya adalah:
1)
Al
Qur’an Surah Al-Jumu’ah ayat 10, yang artinya:
“Apabila telah ditunaikan
shalat maka bertebaranlah kamu di muka bumi dan carilah karunia Allah SWT.”
2)
Al
Qur’an Surah al-Muzzammil ayat 20,
* ¨bÎ) y7/u ÞOn=÷èt y7¯Rr& ãPqà)s? 4oT÷r& `ÏB ÄÓs\è=èO È@ø©9$# ¼çmxÿóÁÏRur ¼çmsWè=èOur ×pxÿͬ!$sÛur z`ÏiB tûïÏ%©!$# y7yètB 4 ª!$#ur âÏds)ã @ø©9$# u$pk¨]9$#ur 4 zOÎ=tæ br& `©9 çnqÝÁøtéB z>$tGsù ö/ä3øn=tæ ( (#râätø%$$sù $tB u£us? z`ÏB Èb#uäöà)ø9$# 4 zNÎ=tæ br& ãbqä3uy Oä3ZÏB 4ÓyÌó£D tbrãyz#uäur tbqç/ÎôØt Îû ÇÚöF{$# tbqäótGö6t `ÏB È@ôÒsù «!$# tbrãyz#uäur tbqè=ÏG»s)ã Îû È@Î6y «!$# ( (#râätø%$$sù $tB u£us? çm÷ZÏB 4 (#qãKÏ%r&ur no4qn=¢Á9$# (#qè?#uäur no4qx.¨9$# (#qàÊÌø%r&ur ©!$# $·Êös% $YZ|¡ym 4 $tBur (#qãBÏds)è? /ä3Å¡àÿRL{ ô`ÏiB 9öyz çnrßÅgrB yZÏã «!$# uqèd #Zöyz zNsàôãr&ur #\ô_r& 4 (#rãÏÿøótGó$#ur ©!$# ( ¨bÎ) ©!$# Öqàÿxî 7LìÏm§ ÇËÉÈ
20. Sesungguhnya Tuhanmu mengetahui bahwasanya kamu berdiri
(sembahyang) kurang dari dua pertiga malam, atau seperdua malam atau
sepertiganya dan (demikian pula) segolongan dari orang-orang yang bersama kamu.
dan Allah menetapkan ukuran malam dan siang. Allah mengetahui bahwa kamu
sekali-kali tidak dapat menentukan batas-batas waktu-waktu itu, Maka Dia
memberi keringanan kepadamu, karena itu bacalah apa yang mudah (bagimu) dari Al
Quran. Dia mengetahui bahwa akan ada di antara kamu orang-orang yang sakit dan
orang-orang yang berjalan di muka bumi mencari sebagian karunia Allah; dan
orang-orang yang lain lagi berperang di jalan Allah, Maka bacalah apa yang
mudah (bagimu) dari Al Quran dan dirikanlah sembahyang, tunaikanlah zakat dan
berikanlah pinjaman kepada Allah pinjaman yang baik. dan kebaikan apa saja yang
kamu perbuat untuk dirimu niscaya kamu memperoleh (balasan)nya di sisi Allah
sebagai Balasan yang paling baik dan yang paling besar pahalanya. dan mohonlah
ampunan kepada Allah; Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
yang
artinya:
“Dan dari orang-orang yang berjalan dimuka
bumi mencari sebagian karunia Allah SWT.”
b)
Al
Hadis
1)
Dari
Shalib bin Suaib radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah S.A.W bersabda, “Tiga hal
yang didalamnya terdapat keberkahan yaitu: jual beli secara tangguh, muqharadah
(mudharabah), dan mencampuradukkan dengan tepung untuk keperluan rumah bukan
untuk dijual”. (Hadis ini diriwayatkan oleh Ibnu Majah Rahimahullahu Ta’ala)
2)
“Abbas
bin Abdul Muthalib jika menyerahkan harta sebagai mudharabah, ia mensyaratkan
kepada pengelola dananya agar tidak mengarungi lautan dan tidak menuruni
lembah, serta tidak membeli hewan. Jika persyaratan itu dilanggar, ia
(pengelola dana) harus menanggung risikonya. Ketika persyaratan yang ditetapkan
Abbas didengar Rasulullah S.A.W beliau membenarkannya”. (Hadis yang
diriwayatkan oleh Imam Art-Thabrani Rahimahullahu Ta’ala dari Abdullah bin
Abbas Radiyallahua’anhu).
c)
Ijma
Imam Zailai telah menyatakan bahwa para sahabat telah berkonsensus
terhadap legitimasi pengelolaan harta yatim secara mudharabah.
Hikmah disyariatkannya sistem mudharabah adalah memberikan
keringanan kepada manusia. Ada sebagian orang yang mempunyai harta, namun tidak
mampu untuk membuatnya menjadi produktif. Ada sebagian orang lain yang
mempunyai kemampuan atau keahlian namun tidak mempunyai harta untuk dikelola.
Dengan akad mudharabah, diharapkan dapat memberikan manfaat kepada pemilik
harta dan orang yang memiliki keahlian. Dengan demikian, tercipta kerjasama
antara modal dan kerja, sehingga dapat tercipta kemaslahatan dan kesejahteraan
umat.
Adapun skema mudharabah sebagai berikut:
|
|
|
|
|
|
C.
Jenis-jenis
Mudharabah
Mudharabah Mutlaqah merupakan bentuk kerja sama antara shahibul
maal dan mudharib yang cakupanya sangat luas dan tidak dibatasi oleh
spesifikasi jenis usaha, waktu, dan daerah bisnis.[4]Pada
prinsipnya, mudharabah sifatnya mutlak dimana shahib al-mal tidak menerapkan
restriksi atau syarat-syarat tertentu kepada si mudharib. Pada dasarnya, terdapat tiga bentuk
mudharabah , yakni mudharabah muthlaqah dan mudharabah muqayyadah.
1.
Mudharabah
Muthlaqah
Mudharabah
Mutlaqah adalah bentuk kerja sama antara pemilik dana dan pengelola tanpa
adanya pembatasn oleh pemilik dana dalam hal tempat, cara, maupun objek
investasi.[5].
Mudharabah ini disebut juga investasi tidak terikat. Jenis mudharabah ini tidak
ditentukan masa berlakunya, di daerah mana usaha tersebut akan dilakukan, tidak
ditentukan line of trade, line of industry, atau line of service yang akan
dikerjakan. Namun, kebebasan ini bukan kebebasan yang tak terbatas sama sekali.
Modal yang ditanamkan tetap tidak boleh digunakan untuk membiayai proyek atau
investasi yang dilarang oleh Islam.
2.
Mudharabah
Muqayyadah
Mudharabah
muqayadah bentuk kerja sama antara
pemilik modal dan pengelola dengan kondisi pengelola dikenakan pembatasan oleh
pemikli dana dalam hal tempat, cara, dan objek investasi. Apabila pengelola
dana bertindak bertentangan dengan syarat-syarat yang diberikan oleh pemilik
dana, maka pengelola dana harus bertanggung jawab atas konsekuensi-konsekuensi
yang ditimbulkannya, termasuk konsekuensi keuangan.
Manfaat dan
Resiko Mudharabah
Dalam suatu
akad tentunya ada suatau manfaat dan juga resiko. Berikut beberapa manfaat dari
mudharabah
1. Bank akan
menikmati peningkatan bagi hasil pada saat keuntungan usaha nasabah meningkat.
2. Pengembalian
pokok pembiayaan disesuaikan dengan cash flow/ arus kas usaha nasabah sehingga
tidak memberatkan nasabah.
3. Bank akan lebih
selektif dan hati-hati (prudent) mencari usaha yang benar-benar halal, aman,
dan menguntungkan karena keuntungan yang konkret dan benar-benar terjadi itulah
yang akan dibagikan.
Risiko yang terdapat dalam al-mudharabah,
terutama pada penerapannya dalam pembiayaan, relatif tinggi. Diantaranya:
1. side streaming: nasabah
menggunakan dana itu bukan seperti yang disebut dalam kontrak.
2. Lalai dan
kesalahan yang disengaja.
D.
Sebab-sebab
Batalnya Mudharabah.
Mudharabah menjadi batal karena
hal-hal berikut:
1.
Tidak terpenuhinya syarat sahnya Mudharabah.
Apabila terdapat satu syarat yang tidak dipenuhi, sedangkan mudharib sudah
terlanjur menggunakan modal Mudharabah untuk bisnis perdagangan, maka
dalam keadaan seperti ini mudharib berhak mendapatkan upah atas kerja yang
dilakukannya, karena usaha yang dilakukannya atas izin pemilik modal dan
mudharib melakukan suatu pekerjaan yang berhak untuk diberi upah. Semua laba
yang dihasilkan dari usaha yang telah dikerjakan adalah hak pemilik modal. Jika
terjadi kerugian maka pemilik modal juga yang menanggungnya. Karena mudharib
dalam hal ini berkedudukan sebagai buruh dan tidak dapat dibebani kerugian
kecuali karena kecerobohannya.
2.
Pengelola atau mudharib sengaja tidak
melakukan tugas sebagaimana mestinya dalam memelihara modal, atau melakukan
sesuatu yang bertentangan dengan tujuan akad. Jika seperti itu dan terjadi
kerugian maka, pengelola berkewajiban untuk menjamin modal karena penyebab dari
kerugian tersebut.
3.
Pengelola meninggal dunia atau pemilik modalnya, maka
Mudharabah akan menjadi batal.Jika pemilik modal yang wafat, pihak
pengelola berkewajiban mengembalikan modal kepada ahli waris pemilik modal
serta keuntungan yang diperoleh diberikan kepada ahli warisnya sebesar kadar
prosentase yang disepakati. Tapi jika yang wafat itu pengelola usaha, pemilik
modal dapat menuntut kembali modal itu kepada ahli warisnya dengan tetap
membagi keuntungan yang dihasilkan berdasarkan prosentase jumlah yang
sudah disepakati. Jika Mudharabah telah batal, sedangkan
modal berbentuk ‘urudh (barang dagangan), maka pemilik modal dan
pengelola menjual atau membaginya, karena yang demikian itu merupakan hak
berdua. Dan jika si pengelola setuju dengan penjualan, sedangkan pemilik modal
tidak setuju, maka pemilik modal dipaksa menjualnya, karena si pengelola
mempunyai hak di dalam keuntungan dan dia tidak dapat memperolehnya kecuali
dengan menjualnya. Demikian menurut madzhab Asy Syafi’i dan Hambali.[7]
Perhitungan bagi hasil untuk Tabungan Mudharabah.
Perhitungan bagi hasil tabungan dilakukan berdasarkan
besarnya dana investasi rata-rata selama satu periode perhitungan bagi hasil
dimana dana rata-rata tersebut di hitung dengan menjumlahkan saldo harian
setiap tanggal di bagi dengan hari periode perhitungan bagi hasil.
Periode perhitungan bagi hasil tersebut tidak harus sama
dengan jumlah hari bulan yang bersangkutan,jumlah hari dalam periode
perhitungan bagi hasil dihitung mulai tanggal awal periode(satu hari setelah
tanggal tutup buku/perhitungan bagi hasil yang lalu) sampai dengan tanggal
tutup buku atau perhitungan bagi hasil.
Perhitungan saldo rata-rata dapat dilakukan dengan
mempergunakan rumus :
A1+a2+a3+………….+an = 90.000.000 = 3.000.000
Jumlah hari periode perhitungan 30
Misalnya indikasi rate bagi hasil
untuk kelompok tabungan pada periode tersebut sebesar 6% dan hari bagi hasil 30
hari maka perhitungan bagi hasil tabungan tersebut adalah
3.000.0000 x 30x 6 = 88,77
365
x 100
Deposito Mudharabah
Deposito
adalah simpanan yang penarikannya hanya dapat dilakukan pada waktu tertentu
menurut perjanjian antara penyimpan dengan bank yang bersangkutan.
Jenis deposito berjangka
1. Deposito berjangka biasa
Deposito yang berakhir pada jangka
waktu yang diperjanjikan, perpanjangan hanya dapat dilakukan setelah ada
permohonan baru/ pemberitahuan dari penyimpan.
2. Deposito berjangka otomatis (automatic
roll over)
Pada saat jatuh tempo, secara
otomatis akan diperpanjang untuk jangka waktu yang sama tanpa pemberitahuan
dari penyimpan.
Imbalan dibagi dalam bentuk berbagai
pendapatan (revenue sharing) atas penggunaan dana tersebut secara syariah
dengan proporsi pembagian katakanlah 70 : 30, 70% untuk deposan dan 30% untuk
bank. Jangka waktu deposito mudharabah berkisar antara 1 bulan, 3 bulan, 6
bulan dan 12 bulan.
Pencatatan Akuntansi Mudharabah bagi Bank Syariah Selaku
Dana
(PSAK 105)
Contoh
Kasus Transaksi Mudharabah
Pada
tanggal 1 Juni 2012, bank syari’ah kaffah (BSK) menyetujui pemberian fasilitas
mudharabah muthaqah PT Syamil yang bergerak di bidang bengkel mobil dengan
kesepakatan sebagai berikut:
1. Plafond : Rp500.000.000
2. Objek bagi hasil : Laba kotor (gross profit sharing)
3. Nisbah : 80% PT syamil dan dan 20% BSK
4. Jangka waktu : 10 bulan (jatuh tempo tanggal 1 April 2013)
5. Biaya administrasi : 5.000.000 (dibayar saat akad
ditandatangani)
6. Pelunasan : pengembalian pokok di akhir periode
7. Keterangan : modal dari BSK diberikan secara tunai tanggal 10
juni 2012.
Pelaporan dan pembayaran bagi hasil
oleh nasabah dilakukan setiap tanggal 10 mulai bulan September.
Berikut
adalah beberapa transaksi yang terkait dengan pembiayaan mudharabah:
a. Pada tanggal 1 juni 2012, pada saat
penandatanganan akad, Bank Syariah Kaffah (BSK) harus membuat jurnal sebagai
berikut:
01/06/12 Dr. pos Lawan kewajiban komitmen Rp.500.000.00
administrasi
Cr. Kewajiban komitmen
administrasi Rp.500.000.00
Pembiayaan
Pada
tanggal yang sama, bank syariah Kaffah juga akan melakukan jurnal untuk
menerima pembayaran biaya administrasi dari nasabah. Jurnal yang harus dibuat
oleh bank syariah Kaffah adalah:
01/06/12 Dr. Kas/Rekening Nasabah Rp. 5.000.000.00
Cr.
Pendapatan Administrasi Rp.5.000.000,00
b. Pada tanggal 10 juni 2012, bank
syariah Kaffah melakukan pencairan dana ke nasabah sebesar Rp. 500.000.000,00.
Juunal yang harus dibuat ole bank syariah untuk mencatat pencairan dana ke
nasabah ada 2 (dua) yaitu (1) mencatat penghapusan kewajiban komitmen yang
dibuat jurnal sebelumnya, dan (2) mencatat jurnal yang harus dibuat oleh bank
syariah Kaffah untuk membalik rekening kewajiban komitmen yang telah di catat
sebelumnya adalah:
10/06/12 Dr. kewajiban komitmen Rp.500.000,00
Administrasi pembiayaan
Cr. Pos Lawan
kewajiban Rp.500.000,00
Komitmen
administrasi
pembiayaan
jurnal
yang harus dibuat oleh bank syariah untuk mencatat pengeluaran dana ke nasabah
secara tunai adalah:
10/06/12 Dr. investasi mudharabah Rp.500.000,00
Cr. Kas Rp.500.000,00
Jurnal
yang harus di buat oleh bank syariah untuk mencatat pengeluaran dana ke nasabah
melalui rekening nasabah di BSK adalah :
10/06/12 Dr. investasi Mudharabah Rp. 500.000,00
Cr. Rekening
nasabah Rp.500.000,00
c. Berkaitan dengan pembayaran bagi
hasil yang diterima oleh bank syariah kaffah dari nasabah di lakukan pada
tanggal yang sama dengan tanggal pelaporan yaitu tanggal 10 setiap bulan.
Pembayaran bagi hasil yang pertama di lakukan pada tanggal 10 juli 2012, pembayaran
bagi hasil yang kedua di lakukan pada tanggal 10 agustus 2012, dan seterusnya
terdapat 2(dua) alternative pencatatan yang berbeda untuk mencatat bagi hasil
yang di trima yaitu (1) apabila tanggal pelaporan dan pembayaran di lakukan
pada saat yang sama, dan (2) apabila pembayaran dilakukan setelah tanggal
pelaporan..
1. Apabila pembayaran bagi hasil
dilakukan pada tanggal yang sama dengan tanggal pelaporan secara tunai, maka
jurnal yang harus dibuat oleh bank syariah kaffah pada tanggal 10 juli 2012 jika
laba Bruto bulan juni 2012 sebesar Rp. 2.000.000,00 (porsi bank syariah adalah
20%) adalah:
10/07/12 Dr kas Rp.400.000,00
Cr
pendapatan bagi hasil
Mudharabah
Rp.400.000,00
2. Apabila pembayaran bagi hasil
dilakukan pada tanggal yang berbeda dengan tanggal pelaporan, misalnya pada
tanggal pelaporan yaitu tanggal 10 agustus 2012maka jurnal yang harus dibuat
oleh bank syariah kaffah jika laba bruto bulan juli sebesar 2.500.000 (porsi
bank syariah adalah 20%) adalah:
10/08/12 Dr. tagihan pendapatan bagi hasil Rp. 500.000,00
mudharabah
Cr. Pendapatan bagi
hasil Rp.
500.000,00
Mudharabah-
akrual
Selanjutnya,
nasabah melakukan pembayaran pada tanggal 20 agustus 2012, maka jurnal yang
harus di buat oleh bank syariah untuk mencatat penerimaan pembayaran bagi hasil
dari nasabah adalah:
20/08/12 Dr kas Rp.500.000,00
Cr. Tagihan
pendapatan Rp.500.000,00
Bagi hasil
mudharabah
d. Pada tanggal 1 April 2012 saat akad
berakhir terdapat 2 (dua) alternative pencatatan yaitu (1) apabila nasabah
mampu mengembalikan modal mudharabah, dan (2) apabila nasabah tidak mampu
mengembalikan modal mudharabah.
1. Apabila nasabah mampu mengembalikan
modal mudharabah, maka jurnal yang harus di buat oleh bank syariah kaffah untuk
mencatat pengembalian modal mudharabah adalah:
01/04/13 Dr. kas Rp. 500.000,00
Cr. Investasi mudharabah Rp. 500.000,00
2. Apabila nasabah tidak mampu
mengembalikan modal mudharabah, bank syariah akan mencatatnya sebagai piutang
mudharabah jatuh tempo. Jurnal yang harus di buat oleh bank syariah kaffah
apabila tidak mampu melunasi modal mudharabah adalah:
01/04/13 Dr. piutang mudharabah-jatuh Rp.500.000,00
tempo
Cr. Investasi Mudharabah
Rp.500.000,00
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Mudharabahmerupakan suatu perjanjian dimana seseorang member hartanya kepada
orang lain berdasarkan prinsip dagang dimana keuntungan yang diperoleh akan
dibagi berdasarkan propporsi yang telah disepakati.mudharabah tidak boleh ada
jaminan atas modal, namun demikian agar pengelola dana tidak melakukan
penyimpangan, pemilik dana dapat meminta jaminan dari pengelola dana atau pihak
ketiga.
Landasan Syariah dalam Mudharabah tertera dalam Al-Qur’an dan
Hadits. Dimana dalam al-Quran dijelaskan dalam surahAl-Jumu’ah ayat 10 dan
surahSurah al-Muzzammil ayat 20. Sedangkan dalam Hadits dijelaskan bahwasanya Dari
Shalib bin Suaib radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah S.A.W bersabda, “Tiga hal
yang didalamnya terdapat keberkahan yaitu: jual beli secara tangguh, muqharadah
(mudharabah), dan mencampuradukkan dengan tepung untuk keperluan rumah bukan
untuk dijual”. (Hadis ini diriwayatkan oleh Ibnu Majah Rahimahullahu Ta’ala)
Batalnya Mudharabah salah satunya adalah jika tidak terpenuhinya syarat sahnya Mudharabah.
Apabila terdapat satu syarat yang tidak dipenuhi, sedangkan mudharib sudah
terlanjur menggunakan modal Mudharabah untuk bisnis perdagangan, maka
dalam keadaan seperti ini mudharib berhak mendapatkan upah atas kerja yang
dilakukannya
B.
Saran
Alhamdulillah,
makalah ini dapat terselesaikan pada waktu yang telah ditentukan, semoga bisa
bermanfaat bagi pembaca dan khususnya bagi penulis sendiri. Tentunya dalam
penyusunan makalah ini banyak hal yang perlu diperbaikai, maka dari itu penulis
mengharap saran dan kritik yang konstruktif sehingga penulis bisa memperbaiaki
makalah selanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA
Antonio,
Muhammad Syafi’I, Bank Syari’ah, Jakarta: Gema Insani, 2001.
Karim,
Adiwarman, Bank Islam, Jakarta: IIIT Indonesia, 2003.
Muslehuddin,
Mohammad, Sistem Perbankan Dalam Islam, Jakarta: Rineka cipta, 1990.
Yahya,
Rizal, Akuntansi Perbankan Syariah, Jakarta: Salemba Empat, 2014.
Nurhasanah
Neneng, mudharabah dalam teori dan praktik,Bandung:Refika aditama,2015.
Wiroso,
seri perbankan syariah penghimpun dana dan distribusi hasil usaha bank
syariah,Jakarta:Grasindo,2005
Sholihin
ahmad ifham,pedoman umum lembaga keuangan syariah,Jakarta:Gramedia
pustaka utama,2010
Salman
kautsar riza,Akuntansi perbankan syariah berbasis PSAK syariah.Jakarta
barat:Akademi permata,2012
[1]Muhammad Syafi’I
Antonio, Bank Syari’ah, Jakarta: Gema Insani, 2001, hlm. 95.
[2] Mohammad Muslehuddin,
Sistem Perbankan Dalam Islam, Jakarta: Rineka cipta, 1990, hlm. 63.
[3]Adiwarman Karim, Bank
Islam, Jakarta: IIIT Indonesia, 2003, hlm. 97.
[4]Muhammad Syafii
Antonio, Bank Syari’ah, hlm. 97.
[5]Rizal Yahya, Akuntansi
Perbankan Syariah, Jakarta: Salemba Empat, 2014, hlm. 109.
[6]http://islammakalah.blogspot.co.id/p/blog-page_5136.html. Diakses pada hari
Minggu 15 November 2015 pukul 23.11.
[7]http://islammakalah.blogspot.co.id/p/blog-page_5136.html. Diakses pada hari
Minggu 15 November 2015 pukul 23.11.
0 komentar:
Post a Comment