Monday 30 May 2016

RESIKO KEPATUHAN (COMPLIANCE)



RESIKO KEPATUHAN
MAKALAH
Disusun Guna Memenuhi Tugas
Mata Kuliah: Manajemen Resiko Bank Syari’ah
Dosen Pengampu: Bapak Nanang Yusroni
Disusun Oleh :
         Tatang turhamun                                 (1405015198)

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI WALISONGO SEMARANG
2015/ 2016






BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Risiko dalam perbankan merupakan suatu kejadian potensial, baik yang dapat diperkirakan (anticipated) maupun yang tidak dapat diperkirakan (unanticipated) yang berdampak negatif terhadap pendapatan dan permodalan bank.
Bisnis adalah suatu aktivitas yang selalu berhadapan dengan risiko dan return. Bank syariah adalah salah satu unit bisnis. Dengan demikian, bank syariah juga akan menghadapi risiko manajemen bank itu sendiri. Bahkan kalau dicermati secara mendalam, bank syariah merupakan bank yang sarat dengan risiko. Karena dalam menjalankan aktivitasnya banyak berhubungan dengan produk-produk bank yang mengandung banyak risiko seperti produk mudharabah, musyarakah, dan sebagainya. Oleh karenanya para pejabat bank syariah harus dapat mengendalikan risiko seminimal mungkin dalam rangka untuk memperoleh keuntungan yang optimum.
Secara spesifik, risiko-risiko yang akan dihadapi oleh perbankan syariah dalam kegiatannya yaitu meliputi risiko likuiditas (liquidity risk), risiko pembiayaan/kredit (credit risk), risiko hukum (legal risk), risiko pasar (market risk), risiko operasional (operational risk), risikop reputasi (reputation risk), risiko kepatuhan (compliance risk),  dan risiko modal (capital risk). Perbankan syariah tidak akan berhadapan dengan risiko tingkat suku bunga secara langsung, karena bank syariah tidak menggunakan instrumen bunga dalam operasionalnya.


B.     Rumusan Masalah
       1.      Apa Pengertian Resiko Kepathuan?
       2.      Apa Saja Fungsi Resiko Kepatuhan?
       3.      Apa Pedoman Penerapan Manajemen Risiko Kepatuhan?
      4.      Proses Manajemen Resiko Kepatuhan?



BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian Resiko Kepatuhan (compliance)
Resiko kepatuhan merupakan timbulnya kerugian baik langsung maupun tidak langsung yang diakibatkan oleh tidak dipatuhinya atau tidak dilaksanakannya peraturan perundangan dan ketentuan lainnya yang berlaku.[1] Kepatuhan terhadap perundangan dan ketentuan lainnya antara lain seperti ketentuan Kewajiban Pemenuhan Modal Minimum (KPMM), Kualitas Aktiva Produktif, Pembentukan Penyisihan  aktiva Produktif (PPAP), Batas Maksimum Pemberian Kredit (BMPK), risiko pasar terkait dengan ketentuan Posisi Devisa Neto (PDN), risiko strategis terkait dengan ketentuan  Rencana Kerja Anggaran Tahunan (RKAT) bank, dan risiko lain yang terkait dengan ketentuan tertentu.[2]
Risiko kepatuhan bertujuan untuk menentukan tingkat dan kecenderungan risiko kepatuhan (PBI no. 5/8/PBI/2003). Bank dapat menyusun dan menggunakan metoda valuasi terhadap probabilitas terjadinya risiko kepatuhan dan tingkat kerugian yang ditimbulkannya (severity). Metoda ini selanjutnya disebut Valuasi Risiko Kepatuhan. Proses valuasinya adalah sebagai berikut:
a.       Tentukan Presentasi peluang terjadinya (probability) bentuk-bentuk risiko kepatuhan.
b.      Memperkirakan nilai kerugian yang kemungkinan timbul jika bentuk-bentuk risiko tersebut terjadi (severity)
c.       Menetapkan tingkat dan kecenderungan risiko kepatuhan.

B.     Fungsi Kepatuhan
Fungsi Kepatuhan adalah serangkaian tindakan atau langkah-langkah yang bersifat ex-ante (preventif) untuk memastikan bahwa kebijakan, ketentuan, sistem, dan prosedur, serta kegiatan usaha yang dilakukan oleh Bank telah sesuai dengan ketentuan Bank Indonesia dan peraturan perundang-undangan yang berlaku, termasuk sesuai dengan Prinsip Syariah (bagi Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah), serta memastikan kepatuhan Bank terhadap komitmen yang dibuat oleh Bank kepada Bank Indonesia dan/atau otoritas pengawas lain yang berwenang. Pokok pokok pengaturan Peraturan Bank Indonesia (PBI) dalam Pelaksanaan Fungsi Kepatuhan Pada Bank Umum adalah:
a) Fungsi kepatuhan merupakan bagian dari pelaksanaan framework manajemen risiko. Fungsi kepatuhan melakukan pengelolaan risiko kepatuhan melalui koordinasi dengan satkerterkait.
b) Pelaksanaan fungsi kepatuhan menekankan pada peran aktif dari seluruh elemen organisasi kepatuhan yang terdiri dari Direktur yang membawahkan Fungsi Kepatuhan, Kepala unit kepatuhan dan satuan kerja kepatuhan untuk mengelola risiko kepatuhan.
c) Menekankan pada terwujudnya budaya kepatuhan dalam rangka mengelola risiko kepatuhan.
d) Kepatuhan merupakan tanggung jawab personil seluruh bagian dari bank dengan tone from the top.
e) Status independensi yang disandang dari elemen organisasi fungsi kepatuhan dimaksudkan untuk meningkatkan efektifitas pelaksanaan tugas dan menghindari konflik kepentingan (conflict of interest).
Kepatuhan terhadap hukum, norma-norma dan aturan-aturan membantu memelihara reputasi bank-bank, sehingga sesuai dengan harapan dari para nasabah, pasar dan masyarakat secara keseluruhan. Bank yang lalai menjalankan peran dan fungsi kepatuhan akan berhadapan langsung dengan apa yang dikenal dengan compliance risk yang didefiniska oleh Basel Commitee on Banking Supervision sebagai risiko hukum atau sanksi-sanksi hukum, kerugian keuangan/materi atau tercermarnya reputasi bank sebagai akibat dari pelanggaran terhadap hukum, regulasi-regulasi, aturan-aturan, dihubungkan dengan norma-norma organisasi yang menjadi aturan internal suatu bank. Sementara Bank Indonesia (BI) mendefiniskan risiko kepatuhan sebagai risiko yang timbul akibat bank tidak mematuhi dan/atau tidak melaksanakan peraturan perundang-undangan dan ketentuan yang berlaku, termasuk prinsip syariah bagi bank umum syariah dan unit usaha syariah. Secara lebih luas lagi, ketidak patuhan perbankan nasional berpengaruh secara significant terhadap stabilitas perekonomian nasional. Kisruh krisis multidimensi yang melanda Indonesia mulai pertengahan tahun 1997 beberapa tahun lampau adalah bukti nyata. Pakar perbankan menjelaskan bahwa kelalaian perbankan nasional dalam menjalankan peran dan fungsi kepatuhan yang inheren dengan sistem perbankan nasional saat itu, seperti:

1.        Pengawasan Intern yang kurang memadai
2.        Pelanggaran oleh pemilik/manajemen bank
3.        Kurangnya ketaatan terhadap ketentuan kehati-hatian
4.        Kecerobohan dalam mengelola bisnis
5.        Berbagai penyimpangan yang disengaja; semua itu memberikan dampak yang sangat besar terhadap kehancuran perekonomian nasional secara keseluruhan.[3]

C.    Pedoman Penerapan Manajemen Risiko Kepatuhan
1.      Bank harus melakukan identifikasi dan analisis terhadap beberapa faktor yang dapat meningkatkan eksposur risiko kepatuhan dan berpengaruh secara kuantitatif kepada rugi laba dan permodalan Bank, seperti:
a) aktivitas usaha Bank, yaitu jenis dan kompleksitas usaha Bank,termasuk produk dan aktivitas baru;
b) ketidakpatuhan Bank, yaitu jumlah (volume) dan materialitasketidakpatuhan Bank terhadap kebijakan dan prosedur intern,peraturan perundang-undangan dan ketentuan yang berlaku, praktekdan standar etika bisnis yang sehat; dan
c) litigasi, yaitu jumlah dan materialitas dari tuntutan litigasi dan keluhan nasabah.
2.      Bank harus memastikan efektivitas penerapan manajemen risikokepatuhan, antara lain yang berkaitan dengan :
1)      Kebijakan
a)      Ketepatan penetapan limit risiko yang telah ditetapkan;
b)      Konsistensi kebijakan manajemen risiko dengan arah dan strategiusaha Bank;
c)      Penerapan kepatuhan, pengaturan tanggung jawab dan akuntabilitas pada seluruh jenjang organisasi;
d)     kebijakan mengecualikan suatu pengambilan keputusan yangmenyimpang (irregularities );
e)      penerapan kebijakan pengecekan kepatuhan melalui prosedursecara berkala.
2)      Prosedur
a)      Ketepatan waktu mengkomunikasikan kebijakan kepada seluruhpegawai pada setiap jenjang organisasi;
b)      Kecukupan pengendalian terhadap pengembangan produk baru;
c)      Kecukupan laporan dan sistem data;
d)     Kecukupan pengawasan Komisaris dan Direksi Bank;
e)      Kecukupan pengendalian intern Bank, termasuk aspekpemisahan fungsi dan pengendalian berlapis (dual control);
f)       Sistem informasi manajemen yang tepat waktu dan tepat guna;
g)      Efektivitas dari pengendalian terhadap akurasi, kelengkapan, danintegritas data;
h)      Kecukupan proses menginterpretasikan (penafsiran) perundang-undangan dan ketentuan yang berlaku;
i)        Komitmen Bank untuk memastikan bahwa sumber daya Banktelah tepat dialokasikan untuk kepentingan pelatihan karyawandan peningkatan budaya kepatuhan;
j)        Identifikasi dan tindakan korektif yang tepat waktu terhadappengaruh pelanggaran dan ketidakpatuhan terhadap perundang-undangan dan ketentuan yang berlaku;
k)      Kecukupan mengintegrasikan aspek kepatuhan pada setiap tahap perencanaan Bank (corporate planning).
3)      Sumber daya manusia
a)      Ketepatan program kompensasi dan pengelolaan kinerjakaryawan dan pejabat Bank;
b)      Tingkat turn over karyawan dan pejabat Bank yang mendudukiposisi yang strategis pada Bank (high risk taking unit);
c)      Kecukupan program pelatihan;
d)     Kecukupan kompetensi Komisaris dan Direksi Bank;
e)      Tingkat pemahaman dan kesesuaian arah strategi usaha dengan risk tolerance 
4)      Sistem pengendalian
a)      Efektivitas dan independensi fungsi audit, quality assurance unit (apabila ada), dan Satuan Kerja Manajemen Risiko;
b)      Akurasi, kelengkapan, dan integritas laporan serta sistem informasi manajemen;
c)      Keberadaan sistem pemantauan terhadap irregularities yang mampu mengidentifikasi dan mengukur peningkatan frekuensidan jumlah eksposur risiko;
d)     Tingkat responsif Bank terhadap penyimpangan terhadapkebijakan dan prosedur intern Bank;
e)      Tingkat responsif Bank terhadap penyimpangan dalam sistempengendalian intern Bank.[4]

D.    Proses Manajemen Risiko Kepatuhan
1.      Alur Proses Manajem Risiko Kepatuhan
Organitation for Economic Co-Operation Development (OECD) menggambanrkan sebuah model yang menggambarkan proses manajemen risiko kepatuhan. Model tersebut menjelaskan suatu proses manajemen risiko kepatuhan yang dapat diterapkan oleh suatu unit kerja disebuah perusahaan.  Model tersebut selaras dengan berbagai literatur yang dipergunakan di berbagai negara dan juga sejalan dengan standar pengelolaan risiko yang dikeluarkan oleh berbagai organisasi internasional dan juga digunakan oleh negara-negara anggota OECD. Tidak jauh berbeda dengan di Indonesia, proses pengelolaan manajemen risiko kepatuhan perbankan yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia juga selaras dengan model yang dibangun oleh OECD dimaksud. Dalam pedoman Penerapan Manajemen Risiko Bagi bank umum, Bank Indonesia menjelaskan proses manajemen risiko kepatuhan, yang intinya adalah penerapan manajemen risiko kepatuhan dapat dilakukan melalui proses identifikasi, pengukuran, pemantauan, dan pengendalian risiko, serta didukung sistem informasi sebagai berikut:
1.      Identifikasi risiko kepatuhan
Bank harus melakukan identifikasi dan analisis terhadap beberapa faktor yang dapat meningkatkan eksposur risiko kepatuhan, diantaranya:
2.      Jenis dan kompleksitas kegiatan usaha Bank, termasuk produk dan aktivitas baru
3.      Jumlah (vulome) dan materialitas ketidakpatuhan bank terhadap kebijakan dan prosedur intern, peraturan perundang-udangan dan ketentuan yang berlaku, serta praktik dan standar etika bisnis yang sehat.
Pada tahap identifikasi ini, Bank harus memahami seluruh risiko yang sudah ada (inherent risk) yang terkait dengan pelaksanaan fungsi kepatuhan, termasuk risiko yang bersumber dari cabang-cabang dan perusahaan anak dengan memperhatikan beberapa faktor diatas dengan melakukan identifikasi terhadap semua peraturan yang berkaitan dengan kepatuhan. Karena, pada praktiknya risiko kepatuhan melekat pada risiko bank yang terkait peraturan perundang-undangan dan ketentuan lain yang berlaku, diantaranya ketentuan kewajiban pemenuhan modal minimum (KPMM), kualitas Aktiva produktif, Pembentukan Penyisihan Aktiva Produktif (PPAP), Batas Maksimum Pemberian Kredit (BMPK), risiko pasar terkait dengan ketentuan Posisi Devisa Neto (PDN), risiko stratejik terkait dengan ketentuan rencana kerja anggaran tahunan (RKAT) Bank, Pelaksanaan Good Corporate Governance (GCG) bagi bank umum, dan risiko lain yang terkait dengan ketentuan tertentu. Sebagai gambaran, hasil identifikasi risiko kepatuhan tentang pelaksanaan GCG Bank Umum terkait dengan kewajiban pelapornya.
2.      Pengukuran Risiko Kepatuhan
Dalam mengukur ririko kepatuhan, suatu bank dapat menggunakan indikator/parameter berupa jenis, signifikasi, dan frekuensi pelanggaran terhadap standar yang berlaku secara umum.
Dalam praktiknya sebagai contoh, dengan memperhatikan indikator/parameter dimaksud, sebuah bank dapat melakukan pengukuran denga menggunakan check list kepatuhan dalam bentuk risk event yang disusun berdasarkan job description dan standar operating preocedure dari setiap unit kerja. Untuk melakukan pengukuran ini maka compliance officer akan menjawab pertanyaan checklist dengan menggunakan metode observasi, dengan melakukan berbagai aktivitas, seperti review pengalaman, interview dengan staff dan manajemen unit kerja, inspeksi dokumen (bukti dasar) dan catatan ataupun dengan cara mengamati aktifitas dan operasional pada masing-masing unit kerja.
3.      Pemantauan Risiko Kepatuhan
Dalam rangka memastikan pelaksanaan fungsi kepatuhan dan/atau memastikan pelaksanaan peraturan eksternal, termasuk peraturan internal, dapat terlaksana dengan baik maka hasil identifikasi dan pengukuran risiko kepatuhan harus ditindaklanjuti dengan melakukan aktifitas pemantauan. Dengan ungkapan lain dapat dikatakan bahwa unit kerja yang melaksanakan fungsi Manajemen Risiko kepatuhan wajib untuk memantau dan melaporkan risiko kepatuhan yang terjadi kepada direksi Bank, baik sewaktu-waktu pada saat terjadinya risiko kepatuhan maupun secara berkala. Suatu bank dapat membuat laporan hasil pemantauan risiko kepatuhan setiap bulan dan disampaikan kepada pimpinan unit kerja terkait dan direktur kepatuhan untuk dapat ditindaklanjuti dengan baik.
4.      Pengendalian Risiko Kepatuhan
Dalam hal bank memiliki kantor cabang di luar negeri, bank harus memastikan bahwa bank memiliki tingkat kepatuhan yang memadai terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku di negara mana kantor cabang bank tersebut berada.
5.      Sistem Informasi Manajemen Risiko Kepatuhan
Pelaksanaan sistem informasi manajemen risiko kepatuhan merupakan bagian dari sistem informasi manajemen yang harus dimiliki sebuah bank dan dikembangkan sesuai dengan kebutuhan bank dalam rangka penerapan manajemen risikoyang efektif. Sebagai bagian dari proses manajemen risiko, sistem informasi manajemen risiko bank digunakan untuk mendukung pelaksanaan proses identifikasi, pengukuran, pemantauan, dan pengendalian risiko.
6.      Sistem Pengendalian Internal
Dalam melakukan penerapan manajemen risiko untuk risiko kepatuhan, maka selain melaksanakan pengendalian intern sebagaimana dimaksud diatas, bank perlu memiliki sistem pengendalian intern untuk risiko kepatuhan antara lain untuk memastikan tingkat responsif bank terhadappenyimpangan terhadap standar yang berlaku secara umum, ketentuan, dan atau peraturan perundang-undangan.[5]




BAB III
                                                                        PENUTUP             
A.    Kesimpulan
Resiko kepatuhan merupakan timbulnya kerugian baik langsung maupun tidak langsung yang diakibatkan oleh tidak dipatuhinya atau tidak dilaksanakannya peraturan perundangan dan ketentuan lainnya yang berlaku. Fungsi Kepatuhan merupakan tindakan yang bersifat ex-ante (preventif) untuk memastikan bahwa kebijakan, ketentuan, sistem, dan prosedur, serta kegiatan usaha yang dilakukan oleh Bank telah sesuai dengan ketentuan Bank Indonesia dan peraturan perundang-undangan yang berlaku, termasuk sesuai dengan Prinsip Syariah (bagi Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah), serta memastikan kepatuhan Bank terhadap komitmen yang dibuat oleh Bank kepada Bank Indonesia dan/atau otoritas pengawas lain yang berwenang
Dalam pedoman manajemen resiko kepatuhan, Bank harus melakukan identifikasi dan analisis terhadap beberapa faktor yang dapat meningkatkan eksposur risiko kepatuhan dan berpengaruh secara kuantitatif kepada rugi laba dan permodalan Bank, Bank harus memastikan efektivitas penerapan manajemen risikokepatuhan. Dan juga dalam alur proses manajemen resiko kepatuhan harus menerapkan beberapa alur diantaranya yaitu: alur proses manajem risiko kepatuhan, pengukuran risiko kepatuhan, pemantauan risiko kepatuhan, pengendalian resiko kepatuhan, sistem informasi manajemen risiko kepatuhan, dan sistem pengendalian internal.
B.     Saran
Demikian makalah yang dapat kami sampaikan, kami menyadari masih banyak kekurangan dalam hal penulisan maupun isi makalah. Oleh karena itu kritik dan saran yang membangun kami harapkan demi kesempurnaan penulisan makalah selanjutnya yang lebih baik. Semoga makalah ini bermanfaat bagi kita. Amin.




DAFTAR PUSTAKA
Ikatan Bankir Indonesia, Memahami Audit Intern Bank, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2014.
Taswan, Manajemen Perbankan, Yogyakarta:  UPP STIM YKPN, 2006.





[1] Taswan, Manajemen Perbankan, Yogyakarta:  UPP STIM YKPN, 2006, hlm. 352.
[2] Ikatan Bankir Indonesia, Memahami Audit Intern Bank, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2014, hlm. 210-211.
[4] https://www.scribd.com/doc/52974910/Manajemen-Resiko-Pada-Bank-Umum. Diakses pada tanggal 12/05/2016 pukul 15.10 WIB.

[5] http://juanantend.blogspot.co.id/2015/06/risiko-kepatuhan.html. Diakses pada tanggal 12/05/2016 pukul 13.20 WIB.

0 komentar:

Post a Comment