MENGENAL
AGAMA MONOTHEISTIC
Oleh:
Wahid Budiman
Perbedaan agama sering kali menjadi penghalang bagi terwujudkan kehidupan yang toleran, harmoni, dan jauh dari prasangka. Realita ini semakin menguatkan pandangan bahwa agama merupakan sumber kebencian, perpecahan dan inspirasi bagi pelaku kekerasan. Padahal setiap tokoh agama, LSM, dan sebagian masyarakat percaya bahwa setiap agama membawa misi perdamaian, toleransi, dan perlindungan bagi umat agama lain yang berbeda.
Dalam Islam, Toleransi (tasamuh) merupakan ajaran inti yang sejajar dengan kasih (rahmat), kebijaksanaan (hikmat), kemaslahatan universal (maslahat ‘ammat) dan keadilan (‘adl). Kelima ajaran tersebut merupakan ajaran inti yang bersifat trans historis, trans ideologis bahkan trans keyakinan agama dan melintasi ruang dan waktu.
Secara eksplisit al-Qur’an menegaskan bahwa siapa saja Yahudi, Nashrani, Shabi’in, dll yang menyatakan hanya beriman kepada Allah, percaya pada hari akhir dan melakukan amal shaleh, tak akan pernah disia-siakan oleh Allah. Mereka akan mendapatkan balasan yang setimpal atas keimanan dan jerih payahnya. (QS. Al-Maidah/5:69 dan Al-Baqarah/2:62).
Kita harus melihat semua agama monotheistic (agama yang memerintahkan kepercayaan pada satu Tuhan) dalam roh di mana St Petrus dilihat mereka ketika ia berkata, "kebenaran, aku mengerti, bahwa Allah tidak membedakan orang, tetapi di setiap bangsa dia yang takut akan Dia dan kebenaran worketh diterima dengan-Nya". [Acts10: 34,35].
Hal yang sama adalah semangat sering diulang-ulang definisi dari "Muslim" dalam Al Qur'an: "Mereka yang beriman dan beramal saleh" (al-ladzina amanu wa amalus-salehat) [Qur'an 2:25, 2:62, 2:25 dll]. Dan "Percayalah kepada Tuhan dan berbuat baik," sebagai Mazmur katakan. [Mazmur 37:3].
Bahwa Injil (Alkitab) seperti Al Qur'an, adalah Kitab Suci nyata - Firman Allah yang asli, dikirim turun dari langit dan dikirim ke manusia (Nabi) Yesus di bumi, melalui utusan surgawi (malaikat Jibril), sebagai bentuk tertinggi dari inspirasi ilahi sempurna disebut wahyu dalam bahasa Arab.
Allah adalah transenden dan melampaui segala persepsi fisik manusia dan juga di atas segala keterbatasan dan batas-batas bahasa. Kitab Suci telah diwahyukan kepada para nabi dalam bahasa yang berbeda dan pada waktu yang berbeda sesuai dengan kebutuhan dan keadaan dari mereka. Faktor manusia itu, hanyalah alat transmisi dan hanya perantara.
Dengan demikian, tak ada alasan bagi seorang Muslim membenci orang lain karena ia bukan penganut agama Islam. Membiarkan orang lain (al-akhar) tetap memeluk agama non-Islam adalah bagian dari perintah Islam itu sendiri. Bahkan toleransi yang ditunjukkan Islam demikian kuat sehingga umat Islam dilarang memaki tuhan-tuhan yang disembah orang-orang Musyrik. [QS. Al-An ‘am/6:108].
Dalam soal pengakuan dan keselamatan umat non-Muslim Islam juga menegaskan dalam al-Qur’an hingga berkali-kali. Islam mengakui eksistensi agama-agama yang ada dan menerima beberapa prinsip dasar ajarannya. Namun, ini tidak berarti bahwa semua agama adalah sama. Sebab, setiap agama memiliki kekhasan, keunikan, dan karakteristik yang membedakan satu dengan yang lain.
0 komentar:
Post a Comment