Dharury, Haajiy, Tahsiniy
Oleh: Nurul Aini Mulihatin (
122111110 )
Apa
yang disyari’atkan islam terhadap dharuriyah manusia?
Hal-hal yang bersifat dharuriy manusia,
seperti yang telah diuraikan, bertitik tolak pada lima hal, yaitu : agama,
jiwa, akal, kehormatan, dan harta.
Apa
yang disyari’atkan islam terhadap haajiyah manusia ?
Hal-hal
yang bersifat sekunder, bertitik tolak pada suatu yang dapat menhilangkan kesempitan,
meringankan beban yang menyulitkan, dan memudahkan jalan-jalan mu’amalah serta
mudharabah bagi mereka.
Islam
mensyari’atkan dalam ibadah berupa hukum rukhsoh (keringanan atau kelapangan),
untuk meringankan beban mukallaf apabila ada kesulitan dalam melaksanakan hukum
‘azimah. Islam memperbolehkan berbuka puasa pada siang hari bagi yang sakit
atau musafir, qoshor shalat empat rakaat menjadi dua rakaat bagi musyafir, dan
shalat dengan duduk bagi yang tidak mampu berdiri, dan hukum-hukum rukhshoh lain
yang disyari’atkan untuk menghilangkan kesempitan manusia dalam melaksanakan
ibadah.
Dalam
mu’amalah Islam mensyari’akan banyak macam akad (kontrak) dan urusan (tasharruf)
yang menjadi kebutuhan manusia seperti jual beli, sewa menyewa, mudhorobah, dan
beberapa hukum rukhsoh dalam akad yang tidak tertutup dikembangkan melalui
qiyas.
Dalam
lapangan uqubah (pidana), Islam menyari’atkan tututan diyat (dengan tebusan)
kepada aqilah (keluarga pembunuh dari jurusan ayah) untuk meringankan
pembunuhan secara tidak sengaja. Islam juga menolak pelaksanaan hukum had
karena belum jelas dan memberikan kepada wali terbunuh hak mengampuni
pelaksanaan hukum qishosh terhadap pembunuh.
Sebagai
tujuan, hukum-hukum yang berupa meringankan dan menghilangkan kesempitan, ialah
suatu yang berbarengan dengan hukum-hukum itu, bila berupa ‘illat maupun hikmah
pembentukan hukum.
Apa
yang disyari’atkan Islam terhadap Tahsiniyah manusia ?
Hal-hal yang bersifat kebutuhan manusia,
seperti telah diuraikan didepan, bertitik tolak pada suatu yang membuat indah
kondisi manusia, juga membuat hal itu sesuai dengan tunutan norma dan akhlak
mulia. Dalam berbagai masalah ibadah, mu’amalah dan uqubah, islam mensyari’atkan
beberapa hukum yang beorientasi kepada sesuatu yang membantu yang membuat elok
dan indah. Hukum-hukum ini dapat membalas manusia kepada jalan yang paling baik
dan paling benar.
Dalam lapangan ibadah, Islam
mensyari’atkan bersuci badan, pakaian, tempat, penutup aurat, menjaga dari
semua najais dan membersihkan diri dari air kencing, Islam menganjurkan berhias
ketiak hendak ke masjid, juga menganjurkan
menambah ibadah sunat dengan shodaqoh, shalat, dan puasa. Semua itu
dilakukan bersama rukun dan syarat-syaratnya sebagai tata krama untuk
mengerjakan semua itu. Hal ini bertujuan untuk membiasakan manusia pada
kebiasaan-kebiasaan yang paling baik.
Dalam lapangan mu’amalah, Islam mengharamkan
tipu daya, pemalsuan, penipuan, melampaui batas, dan kikir terhadap diri
sendiri, melarang penggunaan setiap suatu yang dinggap najis dan bahaya.
Dalam lapangan uqubah (pidana). Islam melarang membunh para perdata, anak-anak dan
kaum wanita. Pada waktu terjadi peperangan “Islam melarang penyiksaan dan hiyanat”
melarang membunuh yang tidak senganja, dan membakar hidup-hidup atau sudah
mati. Dalam lapangan akhlaq dan sandi-sandi keutamaan, Islam telah
menetapkan/mengajarkan hal-hal yang dapat mendidik individu dan masyarakat,
agar dapat berjalan bersama pada jalan yang paling lurus.
Allah Swt, sendiri telah menunjukan
maksudnya terhadap tahsin dan tajmil ini dengan berbagai illat dan
hikmah yang diparelkan bersama dengan berbagai hukum-Nya sperti firman-Nya :
$tB... ßÌã ª!$# @yèôfuÏ9 Nà6øn=tæ ô`ÏiB 8ltym `Å3»s9ur ßÌã öNä.tÎdgsÜãÏ9 §NÏGãÏ9ur ¼çmtGyJ÷èÏR ...
“
Tetapi Dia (Allah) hendak mmebersihkan kamu dari menyempurnakan nai’mat-Nya
bagimu”. (Q.S. Al-Maidah : 6)
Dan sabda Rasulullah :
اِنَّمَا بُعِثْتُ لِاُتَمِمَّ مَكَارِمَ الْاَخْلَاقِ
“Saya hanya diutus untuk menyempurnakan khalak mulia”.
Juga sabda beliau :
اِنَّ اللَّهَ طَيِّبٌ لَا يَقْبَلُ
اِلَّا طَيِّبًا
“
Sesungguhnya Allah Swt. Itu suci. Dia tidak menerima kecuali sesuatu yang baik
atau suci”.
Melihat hukum-hukum syara’ bersama ‘illat
dan hikmah pembentukan hukum-hukumnya dalam berbagai bab dan pristiwa, dapat
menghasikan kesimpulan bahwa syari’at Islam itu dalam pembentukan hukumnya
tidak lain bertujuan untuk memelihara kepentingan manusia, kepentingan sekunder
dan kepentinagan pelengkapnya.
Hikmah syari’at Islam dalam hal ini diinginkannya
berupa memelihara tiga kepentingan manusia, yang menghendaki jalan yang paling
sempurna. Jika syari’ dengan hukumnya dapat memelihara setiap tiga macam kepentingan
itu, maka Islam mensyari’atkan hukum-hukum yang dianggap menyempurnakan tiga kepentingan
tersebut dalam merealisir tujuan-tujuannya.
Dalam berabagai kepentingan pokok,
ketika Islam mensyari’atkan shalat untuk memelihara agama, disyari’atkan pula
melaksanakanya secara berjama’ah dan memberitahukan datangnya waktu shalat itu
dengan adzan, supaya dalam mendirikan
agama dan memeliharanya lebih sempurna lantaran dibarengi dengan menampakan
syari’ah agama yaitu berkumpulnya umat Islam untuk mengerjakan shalat.
Islam mewajibkan hukum qishosh untuk
memelihara jiwa, karena itu disyaria’akan pula pelaksanaannya yang seimbang dan
sesuai supaya dapat sampai tujuan qishosh tanpa menimbukan permusuhan dan
kemarahan. Karena membunuh si pembunuh secara lahir dalam bentuk yang keji dari
yang telah dilakukan oleh pembunuh, dapat mendatangkan pertumpahan darah dan
merusak tujuan qishoh.
Islam menharamkan zina utuk memelihara
kehormatan, karena itu diharamkan pula berduaan bersma wanita bukan muhrim
ditempat sunyi, sebagai langkah prefensi Khomr (minuman keras) diharamkan untuk
memelihara akal karena itu diharamkan pula khomar yang sedikit, sekalipun tidak
memabukkan. Dijadikan sesuatu, yang wajib tidak bisa sempurna kecuali dengan
itu maka sesuatu itu itu sebagai wajib hukumnya. Dan segala sesuatu yang bisa
mendatangkan kepada yang haram, sebagai haram. Islam mengigatkan beberapa hal
yang mubah. Membatasi beberapa hal yang mutlak. Mentakhsis beberapa ang umum.
Semua itu adalah untuk menutup kemungkinan yang bisa terjadi. Islam mensyari’atkan
pernikahan untuk memperoleh anak dan keturunan, maka disyari’atkan pula kafa’ah
(kesamaan martabat) antara mempelai berdua agar menyempurnakan keserasian dan
hubungan keluarga yang harmonis. Maka ajaran-ajaan yang oleh Islam
disyari’atkan untuk memelihara kepentingan pokok manusia, ajaran-ajaran itu
disempurnakan dengan mensyari’atkan hukum-hukum yang dapat merealisir tujuan
ini pada jalannya yang paling sempurna.
Perihal kepentingan-kepentingan yang
bersifat sekunder, Islam mensyari’atkan macam-macm mu’amalah seperti jual beli,
sewa menyewa, perseroan, mudharabat, maka semua itu disempurnakannya dengan
melarang menipu, tidak mengetahui atau menjual yang tiada nampak juga dengan
menjelaskan syarat-syarat yang menyertai akad yang sah dan tidak sah. Dan
hal-hal lain yang dengan itu dimaksudkan dengn mu’amalah itu dapat memenuhi
kebutuhan manusia tanpa menimbulkan pemusuhan rasa dengki atau kesal.
Mengenai kepentingan-kepentingan yang
bersifat pelengkap, ketika Islam mensyari’atkan bersuci, disana dianjurkan
beberapa hal yang dapat menyempurnakannya. Ketika Islam mengajukan perbuatan
sunat, maka Islam menjadikan ketentuan yang didalamnya terdapat ssuatu yang
wajib baginya. Sehingga seorang mukallaf tidak membiasakan membatalkan amal yang dilaksanakan sebelum sempurna.
Barang siapa dapat melakukan renungan terhadap hukum syari’at Islam, maka jelas
bagi dia bahwa tujuan seiap hukum yang disyari’atkan adalah memelihara
kepentingan pokok manusia atau kepentingan sekunder atau kepentingan pelengkapnya,
dan atau menyempurnakan sesuatu yang memelihara salah satu diantara kepentingan
tersebut.[1]
0 komentar:
Post a Comment