Friday, 16 December 2016

DHARURY, HAAJIY, TAHSINIY

Dharury, Haajiy, Tahsiniy

Oleh: Nurul Aini Mulihatin ( 122111110 )

Apa yang disyari’atkan islam terhadap dharuriyah manusia?
Hal-hal yang bersifat dharuriy manusia, seperti yang telah diuraikan, bertitik tolak pada lima hal, yaitu : agama, jiwa, akal, kehormatan, dan harta.
Apa yang disyari’atkan islam terhadap haajiyah manusia ?
Hal-hal yang bersifat sekunder, bertitik tolak pada suatu yang dapat menhilangkan kesempitan, meringankan beban yang menyulitkan, dan memudahkan jalan-jalan mu’amalah serta mudharabah bagi mereka.
Islam mensyari’atkan dalam ibadah berupa hukum rukhsoh (keringanan atau kelapangan), untuk meringankan beban mukallaf apabila ada kesulitan dalam melaksanakan hukum ‘azimah. Islam memperbolehkan berbuka puasa pada siang hari bagi yang sakit atau musafir, qoshor shalat empat rakaat menjadi dua rakaat bagi musyafir, dan shalat dengan duduk bagi yang tidak mampu berdiri, dan hukum-hukum rukhshoh lain yang disyari’atkan untuk menghilangkan kesempitan manusia dalam melaksanakan ibadah.
Dalam mu’amalah Islam mensyari’akan banyak macam akad (kontrak) dan urusan (tasharruf) yang menjadi kebutuhan manusia seperti jual beli, sewa menyewa, mudhorobah, dan beberapa hukum rukhsoh dalam akad yang tidak tertutup dikembangkan melalui qiyas.
Dalam lapangan uqubah (pidana), Islam menyari’atkan tututan diyat (dengan tebusan) kepada aqilah (keluarga pembunuh dari jurusan ayah) untuk meringankan pembunuhan secara tidak sengaja. Islam juga menolak pelaksanaan hukum had karena belum jelas dan memberikan kepada wali terbunuh hak mengampuni pelaksanaan hukum qishosh terhadap pembunuh.
Sebagai tujuan, hukum-hukum yang berupa meringankan dan menghilangkan kesempitan, ialah suatu yang berbarengan dengan hukum-hukum itu, bila berupa ‘illat maupun hikmah pembentukan hukum.


Apa yang disyari’atkan Islam terhadap Tahsiniyah manusia ?
Hal-hal yang bersifat kebutuhan manusia, seperti telah diuraikan didepan, bertitik tolak pada suatu yang membuat indah kondisi manusia, juga membuat hal itu sesuai dengan tunutan norma dan akhlak mulia. Dalam berbagai masalah ibadah, mu’amalah dan uqubah, islam mensyari’atkan beberapa hukum yang beorientasi kepada sesuatu yang membantu yang membuat elok dan indah. Hukum-hukum ini dapat membalas manusia kepada jalan yang paling baik dan paling benar.
Dalam lapangan ibadah, Islam mensyari’atkan bersuci badan, pakaian, tempat, penutup aurat, menjaga dari semua najais dan membersihkan diri dari air kencing, Islam menganjurkan berhias ketiak hendak ke masjid, juga menganjurkan  menambah ibadah sunat dengan shodaqoh, shalat, dan puasa. Semua itu dilakukan bersama rukun dan syarat-syaratnya sebagai tata krama untuk mengerjakan semua itu. Hal ini bertujuan untuk membiasakan manusia pada kebiasaan-kebiasaan yang paling baik.
Dalam lapangan mu’amalah, Islam mengharamkan tipu daya, pemalsuan, penipuan, melampaui batas, dan kikir terhadap diri sendiri, melarang penggunaan setiap suatu yang dinggap najis dan bahaya.
Dalam lapangan uqubah (pidana). Islam melarang membunh para perdata, anak-anak dan kaum wanita. Pada waktu terjadi peperangan “Islam melarang penyiksaan dan hiyanat” melarang membunuh yang tidak senganja, dan membakar hidup-hidup atau sudah mati. Dalam lapangan akhlaq dan sandi-sandi keutamaan, Islam telah menetapkan/mengajarkan hal-hal yang dapat mendidik individu dan masyarakat, agar dapat berjalan bersama pada jalan yang paling lurus.
Allah Swt, sendiri telah menunjukan maksudnya terhadap tahsin dan tajmil ini dengan berbagai illat dan hikmah yang diparelkan bersama dengan berbagai hukum-Nya sperti firman-Nya :
$tB... ߃̍ムª!$# Ÿ@yèôfuŠÏ9 Nà6øn=tæ ô`ÏiB 8ltym `Å3»s9ur ߃̍ムöNä.tÎdgsÜãŠÏ9 §NÏGãŠÏ9ur ¼çmtGyJ÷èÏR ...

“ Tetapi Dia (Allah) hendak mmebersihkan kamu dari menyempurnakan nai’mat-Nya bagimu”. (Q.S. Al-Maidah : 6)

Dan sabda Rasulullah :
اِنَّمَا بُعِثْتُ لِاُتَمِمَّ مَكَارِمَ الْاَخْلَاقِ
“Saya hanya diutus untuk menyempurnakan khalak mulia”.
Juga sabda beliau :
اِنَّ اللَّهَ طَيِّبٌ لَا يَقْبَلُ اِلَّا طَيِّبًا
“ Sesungguhnya Allah Swt. Itu suci. Dia tidak menerima kecuali sesuatu yang baik atau suci”.
Melihat hukum-hukum syara’ bersama ‘illat dan hikmah pembentukan hukum-hukumnya dalam berbagai bab dan pristiwa, dapat menghasikan kesimpulan bahwa syari’at Islam itu dalam pembentukan hukumnya tidak lain bertujuan untuk memelihara kepentingan manusia, kepentingan sekunder dan kepentinagan pelengkapnya.
Hikmah syari’at Islam dalam hal ini diinginkannya berupa memelihara tiga kepentingan manusia, yang menghendaki jalan yang paling sempurna. Jika syari’ dengan hukumnya dapat memelihara setiap tiga macam kepentingan itu, maka Islam mensyari’atkan hukum-hukum yang dianggap menyempurnakan tiga kepentingan tersebut dalam merealisir tujuan-tujuannya.
Dalam berabagai kepentingan pokok, ketika Islam mensyari’atkan shalat untuk memelihara agama, disyari’atkan pula melaksanakanya secara berjama’ah dan memberitahukan datangnya waktu shalat itu dengan adzan, supaya dalam  mendirikan agama dan memeliharanya lebih sempurna lantaran dibarengi dengan menampakan syari’ah agama yaitu berkumpulnya umat Islam untuk mengerjakan shalat.
Islam mewajibkan hukum qishosh untuk memelihara jiwa, karena itu disyaria’akan pula pelaksanaannya yang seimbang dan sesuai supaya dapat sampai tujuan qishosh tanpa menimbukan permusuhan dan kemarahan. Karena membunuh si pembunuh secara lahir dalam bentuk yang keji dari yang telah dilakukan oleh pembunuh, dapat mendatangkan pertumpahan darah dan merusak tujuan qishoh.
Islam menharamkan zina utuk memelihara kehormatan, karena itu diharamkan pula berduaan bersma wanita bukan muhrim ditempat sunyi, sebagai langkah prefensi Khomr (minuman keras) diharamkan untuk memelihara akal karena itu diharamkan pula khomar yang sedikit, sekalipun tidak memabukkan. Dijadikan sesuatu, yang wajib tidak bisa sempurna kecuali dengan itu maka sesuatu itu itu sebagai wajib hukumnya. Dan segala sesuatu yang bisa mendatangkan kepada yang haram, sebagai haram. Islam mengigatkan beberapa hal yang mubah. Membatasi beberapa hal yang mutlak. Mentakhsis beberapa ang umum. Semua itu adalah untuk menutup kemungkinan yang bisa terjadi. Islam mensyari’atkan pernikahan untuk memperoleh anak dan keturunan, maka disyari’atkan pula kafa’ah (kesamaan martabat) antara mempelai berdua agar menyempurnakan keserasian dan hubungan keluarga yang harmonis. Maka ajaran-ajaan yang oleh Islam disyari’atkan untuk memelihara kepentingan pokok manusia, ajaran-ajaran itu disempurnakan dengan mensyari’atkan hukum-hukum yang dapat merealisir tujuan ini pada jalannya yang paling sempurna.
Perihal kepentingan-kepentingan yang bersifat sekunder, Islam mensyari’atkan macam-macm mu’amalah seperti jual beli, sewa menyewa, perseroan, mudharabat, maka semua itu disempurnakannya dengan melarang menipu, tidak mengetahui atau menjual yang tiada nampak juga dengan menjelaskan syarat-syarat yang menyertai akad yang sah dan tidak sah. Dan hal-hal lain yang dengan itu dimaksudkan dengn mu’amalah itu dapat memenuhi kebutuhan manusia tanpa menimbulkan pemusuhan rasa dengki atau kesal.
Mengenai kepentingan-kepentingan yang bersifat pelengkap, ketika Islam mensyari’atkan bersuci, disana dianjurkan beberapa hal yang dapat menyempurnakannya. Ketika Islam mengajukan perbuatan sunat, maka Islam menjadikan ketentuan yang didalamnya terdapat ssuatu yang wajib baginya. Sehingga seorang mukallaf tidak membiasakan membatalkan  amal yang dilaksanakan sebelum sempurna. Barang siapa dapat melakukan renungan terhadap hukum syari’at Islam, maka jelas bagi dia bahwa tujuan seiap hukum yang disyari’atkan adalah memelihara kepentingan pokok manusia atau kepentingan sekunder atau kepentingan pelengkapnya, dan atau menyempurnakan sesuatu yang memelihara salah satu diantara kepentingan tersebut.[1]



[1] Abdul Wahab Khalaf, Ilmu Ushulul Fiqih, Bandung: Gema Rima prees,  1996, hlm. 358-367.

0 komentar:

Post a Comment