UANG DAN KEBIJAKAN MONETER PADA
AWAL
PEMERINTAHAN ISLAM
Disusun
Guna Memenuhi Tugas
Mata
Kuliah : Sejarah Ekonomi Islam
Dosen
Pengampu : Iman Fadhilah, M.Si
Disusun
Oleh :
Mamik
Bayu Dwi W (1405015039)
Saelii Waafiroh (1405015119)
Shinta Agustriani (1405015141)
Ahmad Azizul H. (1405015146)
M. Fajril ( )
Saelii Waafiroh (1405015119)
Shinta Agustriani (1405015141)
Ahmad Azizul H. (1405015146)
M. Fajril ( )
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
2016
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Konsep uang
dalam sistem ekonomi Islam berbeda dengan konsep uang dalam ekonomi
konvensional. Dalam ekonomi Islam, konsep uang sangat jelas bahwa uang adalah
uang bukan capital. Sebaliknya, konsep tentang uang dalam ekonomi konvensional
tidak jelas, sering kali istilah uang diartikan secara ganda, yaitu uang
sebagai uang dan uang sebagai capital. Perbedaan lain adalah bahwa dalam
ekonomi Islam, uang adalah sesuatu yang bersifat flow concept, sedangkan
capital adalah sesuatu bersifat stock concept. Sementara dalam ekonomi
konvensional terdapat beberapa pengertian. Frederic S. Mishkin misalnya,
mengemukakan konsep Irving Fisher yang menyatakan bahwa : MV = PT Keterangan :
M = Jumlah uang V = Tingkat perputaran uang P = Tingkat harga barang T = Jumlah
barang yang diperdagangkan.
Dari persamaan
diatas dapat diketahui bahwa semakin cepat perputaran uang, maka semakin besar
income yang diperoleh. Persamaan ini juga berarti bahwa uang bersifat flow
concept. Fisher juga menyatakan bahwa sama sekali tidak ada korelasi antara
kebutuhan memegang uang (demaind for holding money) dengan tingkat suku bunga.
Konsep Fisher ini hampir sama dengan konsep yang ada dalam ekonomi islam, bahwa
uang adalah flow concept dan bukan stock concept. Pendapat lain mengatakan
bahwa uang adalah stock concept, dengan demikian uang adalh salah satu cara
untuk menyimpan kekayaaan (store of wealth). Kelompok pertama mengatakan bahwa
uang adalah flow concept dan kelompok kedua mengatakan bahwa uang adalah stock
concept.
B.
Rumusan
Masalah
1. Bagaimana
konsep uang dan kebijakan moneter pada periode awal Islam ?
2. Bagaimana
peran harta rampasan pada periode awal Islam ?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Uang dan
Kebijakan Moneter pada Periode Awal Islam
1. Perdagangan
Skala Kecil (Trade) dan Besar (Exchange)
Kondisi
geografis daerah Hijaz yang terletak diantara tiga benua yaitu Asia, Eropa dan
Afrika memberi keuntungan tersendiri karena dilalui rute perdagangan antara
Persia dan Roma serta daerah jajahannya seperti Syam (Syiria), Etiopia dan Yaman. Tambahan lagi, rute
perdagangan Roma dan India selalu melalui bagian selatan dan timur arabia selama berabad-abad, dan selanjutnya
disebut rute perdagangan selatan. Rute
dagangyang melewati bagian utama Arabia menjadi sangat penting bagi jalur
perdagangan karena jalur yang sudah ada menjadi kurang penting. Barang-barang
dagangan dibawa dari India menggunakan kapal laut menuju Oman kemudian dibawa
lagi melalui jalan darat melintas bagian utara Arabia dan Syam dan kemudian ke
Roma. Sepanjang rute ini pasar-pasar musiman didirikan tergantung bagi pada
khalifah dagang yang melewati jalur ini, antara lain adalah Lakm, Al-kindah dan
Gassan ketiganya terletak disepanjang rute dagang utara.
Selain
rute dagang selatan dan utara, ada rute ketiga yang berada diantara Yaman dan
Syam yang di kembangkan pada saat Hasyim mengambil alih kepemimpinan bangsa
Quraisyi. Selanjutnya, perdagangan melalui rute ini berkembang dan suku
Quraisyi mendapatkan banyak keuntungan dan kekayaan. Mekkah, sekali lagi
berperanpenting sebagai pusat perdagangan karena Ka’bah terletak disana dan
suku-suku di Arab datang sekali setahun untuk menunaikan ibadah haji disana.
Sebelum dimulainya kegiatan ibadah haji, suku-suku ini mempunyai kesempatan
untuk berdagang. Sebagai tempat suci, Ka’bah memberikan keamanan yang penting
bagi usaha perdagangan. Perang dan pertumpahan darah di larang selama empat
bulan tertentu setiap tahunya dan secara kebetulan ibadah haji berlangsung pada
periode yang sama. Situasi ini memberikan jaminan keamana bagi kafilah dagang
baik dalam perjalanan menuju Mekkah maupun perjalanan pulang ketujuannya
masing-masing. Dengan suasana yang kondusif ini, perdagangan menjadi aktifitas
yang paling penting dalam perekonomian Arabia karena kondisi iklimnya, sector
pertanian tidak mungkin dikembangkan di Jazirah Arab, kecuali di Yaman. Hanya
di beberapa Oasis di Hijaz dan bagian tengah bagian Arab termasuk Yastrib
terdapat kegiatan pertanian dalam jumlah yang terbatas. Jumlah tenaga kerja
yang terampil dan para pedagang semakin lama semakin terbatas karena alasan
ini, suku-suku Arab yang tidak berimigrasi yang tidak secara konstan berperang
dan melakukan perjalanan, kemudian menukarkan atau memberikan jasa-jasa
komersial kepada para kafilah dagang tersebut.
Hal
ini membuktikan bahwa perdagangan menjadi sumber utama perekonomian di Arab
sebelum islam datang. Persyaratan untuk melakukan transaksi adalah adanya alat
pembayaran yang dapat dipercaya. Arab dan wilayah-wilayah tetangganya berada
langsung dibawah kekuasaan Persia dan Roma. Satuan uang yang dipergunakan
Negara-negara itu adalah Dirham dan Dinar. Dalam transaksi bisnis di Arabia
jenis uang ini juga diterima. Dengan kuatnya politik kedua negara tersebut, alat pembayaranya pun
makin dipercaya diwilayah yang berada dibawah pengaruh kekuasaannya. Karena
factor itulah bangsa Persia dan Romawi menjadi satu-satunya mitra dagang
orang-orang Arab.
Koin
Dirham dan Dinar mempunyai berat yang tetap dan memiliki kandungan perak atau
emas yang tetap akan tetapi, pada masa dinasti Umayyah dan dinasti Abbassiyah
beratnya berubah, demikian juga di Persia sendiri. Pada masa sesudah islam,
kandungan perak koin-koin Dirham berbeda antara wilayah satu dengan lainnya,
namun pada periode awal islam sudah tetap. Pada saat ini jumlah zakat Emas dan
Perak seperti disebutkan dalam kitab suci didasarkan pada beratnya koin dirham
dan dinar ysng ditetapkan pada masa periode awal islam. Nilai 1 Dinar = 10
Dirham.
Secara
alamiah transaksi yang berada didaerah Mesir atau Syam menggunakan Dinar
sebagai alat tukar, sementara itu dikekasaisaran Persia menggunakan Dirham.
Ekspansi yang dilakukan Islam ke wilayah kekaisaran Persia (Irak, Iran,
Bahrain, Transoxania) dan kekaisaran romawi (Syam, Mesir, Andalusia)
menyebabkan perputaran mata uang meningkat.
Bahkan pada masa pemerintahan Imam Ali dinar dan dirham merupakan satu-satunya
mata uang yang digunakan.
Dirham
dan dinar memiliki nilai yang tetap, karena itu tidak ada masalah dalam
perputaran uang jika dirham dinilai sebagai unit moneter, nilainya adlah
sepuluh kali dirham. Walaupun demikian, dirham lebih umum digunakan dari pada
dinar karena hampir seluruh wilayah kekaisaran Persia yang mata uangnya dirham
dapat dikuasai angkatan perang islam sementara tidak semua wilayah kekaisaran
romawi yang memiliki mata uang dinar dapat dikuasai islam. Karena itu, mata
uang dirham lebih populer di dunia usah bangsa Arab.
Hal
penting lainya adalah pada masa Khalifah Umar bin Khattab administrasi keuangan
kaum muslim didelegasikan kepada orang-orang Persia. Pada saat itu umar
memperkerjakan ahli pembukuan dan akuntan orang Persia dalam jumlah besar untuk
mengatur pemasukan dan pengeluaran uang di Baitul Maal (keuangan negara).
Mereka juga menggunakan satuan dirham untuk membantu meningkatkan sirkulasi
uang.
2.
Penawaran dan
permintaan uang
Pada
masa pemerintahan Nabi Muhammad di Madinah, kedua mata uang ini diimpor dinar
dari Roma dan dirham dari Persia. Besarnya volume impor dinar dan dirham dan
juga barang-barang komoditas tergantung pada volume komoditas yang di ekspor
kedua Negara tersebut dan ke wilayah-wilayah yang berada dibawah kekuasaanya.
Biasanya, jika permintaan uang (Money demand) pada pasar internal meningkat
maka uanglah yang diimpor. Sebaliknya, bila permintaan uang menurun maka
komoditaslah yang diimpor. Hal yang menarik disini adalah tidak adanya
pembatasan terhadap impor uang karena permintaan internal dari Hijaz terhadap
dinar dan dirham sangat kecil sehingga tidak berpengaruh terhadap penawaran (supply) dan permintaan (demand)
dalam perekonomian Roma dan Persia. Sekalipun demikian, selama pemerintahan
Nabi uang tidak dipenuhi dari keuangan Negara semata melainkan dari hasil
perdagangan dari luar negeri.
Karena
tidak ada pemberlakuan tarif dan bea masuk pada barang impor, uang diimpor
dalam jumlah yang cukup untuk memenuhi permintaan internal. Pada sisi yang
lain, nilai emas dan perak pada kepingan dinar atau dirham sama dengan nilai
nominal (face value) uangnya. Karena itu keduanya dapat dibuat perhiasan atau
ornament. Karena alasan tadi, dapat disimpulkan
bahwa pada awal periode islam penawaranu ang (money supply) terhadap pendapatan
sangat elastis.
Setelah
Persia ditaklukan, percetakanuanglogam di wilayah it uterus beroperasi.
Sementara itu kaum muslimin secara perlahan-lahan mulai diperkenalkan kepada
teknologi percetakan uang sehingga pada masa kepemimpinan Imam Ali kaum
muslimin secara resmi mencetak uang sendiri dengan menggunakan nama pemerintah
islam. Beberapa ahli sejarah menduga bahwa percetakan uang bahkan sudah
dilaksanakan sejak masa kepemimpinan Umar bin utsman, tetapi bukti-bukti yang
ada memperlihatkan bahwa pembuatan uang yang dmulai pada masa kepemimpinan Imam
Ali. Ketika mata uang masih diimpor kaum muslimin hanya mengontrol kualitas
uang impor itu, namu setelah mencetak sendiri kaum muslimin secara langsung
mengawasi penawaran uang yang ada.
Tinggi
rendahnya permintan uang bergantung pada frekuensi transaksi perdagangan dan
jasa. Sementara itu situasi yang kurang kondusif, perumusan kaum qurays
terhadap kaum muslimin dan keterlibatan kaum muslimin pada sekitarnya 26 gazwa
(perang yang diikuti nabi secara langsung) dan 32 sariya (perang yang terjadi
pada masa kepemimpinan nabi, tapi beliau tidak terlibat secara langsung), yang
berarti rata enam kali perang dalam setiap tahunnya. Menimbulkan precautionary
demand (permintaan uang untuk pencegahan) untuk berjaga-jaga terhadap kebutuhan
yang tidak diduga dan tidak diketahui sebelumnya. Sebagai akibatnya, permintaan
terhadap uang selama periode ini umumnya bersifat permintaan transaksi dan
pencegahan. Selain dari yang sudah disebutkan diatas, tidak adalagi motif
penggunaan uang. Karena kanz (penimbunan uang) dilarang, tidak ada seorangpun
yang berhak menyimpan uangnya dengan tujuan spekulasi pada nilai tukar.
Larangan penimbunan juga dikenakan pada komoditas.
3.
Pemercepatan
perdagangan uang
Faktor
lain yang memiliki pengaruh terhadap stabilitas nilai uang adalah pemercepat peredaran
uang. Sistem pemerintah yang legal dan terutama perangkat hukum yang tegas dalam
menentukan peraturan etika dagang dan penggunaan uang memiliki pengaruh yang
signifikan dalam meningkatkan pemercepatan perdagangan uang. Larangan terhadap kanz
(penimbunan uang untuk spekulasi) cenderung mencegah dinar dan dirham keluar dari
perputaran. Begitu juga larangan praktek bunga bank mencegah tertahannya uang
di tangan pemilik modal. Kedua larangan ini
mendorong pemercepatan peredaran uang secara signifikan. Demikian pula,
tindakan rasul mendorong masyarakat untuk mengadakan kontrak kerjasama dan mendesak
merek untuk memberikan pinjaman tanpa bunga lebih memperkuat peredaran uang.
Singkatnya, kebijakan-kebijakan rasulullah seperti dikemukakan di atas memiliki
peranan penting dalam meningkatkan pemercepatan peredaran uang secara signifikan.
Struktur
pasar masih memiliki pengaruh yang kuat terhadap pemercepatan peredaran uang.
Monopoli kaum qurays dalam bisnis perdagangan yang sudah ada sejak dulu
perlahan-lahan mulai berkurang. Setelah penakklukan kota mekah. Hak istimewa
terakhir yang dimiliki kaum qurays dalam kepengurusan ka’bah dan
pengorganisasian pasar ukazdandul-majaz. Diambil alih dari tangan mereka. Jadi,
dapat dikatakan bahwa penghapusan struktur monopoli dari pasar perdagangan
telah meningkatkan efisiensi pertukaran dan membawa perekonomian kepada
distribusi pendapatan yang lebih baik. Oleh karena itu permintaan efektif dan
juga permintaan transaksi terhadap uang pun meningkat. Peningkatan permintaan
ini mempercepat peredaran uang.
Dalam
perekonomian pertanian dan nomaden di awal periode islam. Komoditas ditukarkan
dengan cara barter. Karenanya, dinar dan dirham tidak dipergunakan dalam
perdagangan. Malah ketika komoditas ditukarkan dengan uang, proses perdagangan
menjadi lambat, dan tentunya hal ini mempengaruhi pemercepatan perputaran
perekonomian secara keseluruhan.
4. Instrument
Kebijakan Moneter
Kesimpulan yang bisa diambil dari uraian di atas adalah
bahwa tidak ada satupun instrument kebijakan moneter yang digunakan saat ini diberlakukan
pada masa periode keislaman. Karena, “minimnya” sistem perbankan dan karena
pengenaan uang sebagai alat tukar ,tidak ada alasan untuk melakukan perubahan
supply uang melalui kebijakan diskresioner. Lagi pula kredit tidak memiliki peran
dalam menciptakan uang. Faktornya antara lain adalah, pertama, kredit hanya digunakan
diantara sebagian pedagang. Kedua, peaturan pemerintah tentang promissory notes
(suratpinjaman/kesanggupan) dan negotiable instruments (alatalatnegoisasi) dibuat
sedemikian rupa hingga tidak memungkinkan sistem kredit menciptakan uang.
Instruments lain yang dipergunakan saat ini mengatur
jumlah uang beredar adalah dengan jual beli surat berharga (operasi pasar
terbuka). Sudah jelas bahwa pasar terbuka ini tidak ada dalam sejarah
perekonomian islam pada awal perkembangannya. Metode ketiga yang juga saat ini
digunakan yaitu menaikkan atau menurunkan tingkat bunga bank. Tingkat bunga
bank ini tidak diterapkan karena adanya laranangan yang berkenan dengan riba
dalam islam.
Sistem yang diterapkan pemerintah menyangkut
konsumsi, tabungan, investasi dan perdagangan telah menciptakan instrument
otomatis untuk pelaksanaan kebijakan moneter. Pada satu sisi sistem ini mejamin
keseimbangan uang dan barang dan disisi lain mencegah penggunaan tabungan untuk
tujuan selain menciptakan kesejahteraan yang lebih nyata di masyarakat. Lagi
pula adanya imbalan pahala untuk usaha dan bentuk kegiatan ekonomi lainnya,
serta partisipasi dari para sahabat rasulullah dalam perdagangan dan pertanian,
telah menambah nilai dari kegiatan ini di mata kaum muslim. Al Qur’an
menggambarkan perhatian kaum muslim untuk penggunaan sumber daya yang telah
disediakan oleh Allah SWT sehingga
memperluas pandangan kaum muslim untuk ikut berpartisipasi dalam kegiatan
ekonomi.
Hal ini lebih memotivasi mereka untuk berpartisipasi
dalam kegiatan investasi dan menyalurkan kekayaan yang dimiliki untuk hal-hal
yang tidak mendapatkan hak yang terlalu istimewa melalui qard hasan, infaq,
waqaf.[1]
B.
Peranan
Harta Rampasan Perang
1. Harta
rampasan sebagai nafkah
Contoh
yang membuktikan harta rampasan sebagai nafkah :
Pertama
adalah berapa banyak orang yang dapat diberi makan dari harta rampasan tersebut
bisa dihitung. Cukup alami, bahwa tidak mudah mengetahui biaya hidup dalam
waktu yang sama. Tetapi ada sedikit petunjuk. Untuk membiayai diri sendiri,
istri dan tiga anak abu bakar sebagai kalifah membutuhkan gaji sebesar 3000
dirham per tahun, dengan pertimbangan jumlah ini mencukupi untuk membiayai
hidup. Riwayat lain menyatakan bahwa diperlukan 1440 dirham tiap tahun untuk
kebutuhan makan saja bagi satu keluarga kecil. Berdasarkan pertimbangan diatas
maka diperlukan 3000 dirham per keluarga. Jumlah total harta rampasan hanya
cukup untuk menghidupi 207 keluarga selama periode 10 tahun. Dengan jelas
penduduk muslim dari madinah saja belum termasuk penduduk dari semenajung arab
jumlahnya lebih besar dari yang disebutkan di atas.
Meskipun tidak ada data kependudukan madinah selama
masa hidup nabi, ada beberapa sumber yang cukup akurat penjelasannya. Barakat
Ahmad menyatakan bahwa populasi yahudi di kota pada saat hijrah berkisar antara
30000 sampai dengan 42ooo yang terdiri atas 5000 sampai 6000 keluarga.
Karenanya jumlah populasi dikota termasuk kaum ansor dan muhajirin dari qurais
dengan rumpun arab lain tidak mungkin lebih kecil dari pada kaum yahudi.
Setahap demi setahap, tetapi terus menerusakan datang para migran. Ibnu Ishaq
dan Waqidi memisahkannya dari golongan tentara pemrintahan nabi saat penaklukan
kota mekah yang ditemukan bahwa terdapat minimal 5000 tentara ansar dan qurays
dari madinah, untuk menyediakan tentara lain dalam jumlah tersebut umumnya di
rekrut dari penduduk sipil dan penduduk yang tidak ikut berperang minimal
50.000 untuk madinah.
2. Pengeluaran
selama ekspedisi
Salah satu faktor ekonomiyang secara umum mengikat
adalah masalah yang berkaitan dengan pengeluaran untuk ekspedisi militer. Tidak
diketahui jumlah uang yang dihabiskan untuk ekspedisi, melengkapi ekspedisi
dengan senjata, transportasi, baju, makanan, roti, dan barang-barang lain.
Meskipun tidak terdapat informasi yang jelas mengenai pembiayaan militer ini,
tetapi secara garis besar dapat diketahui dari bukti dan fakta pembiayaan
ekspedisi tersebut. Dana yang telah ndihabiskan sebanyak 50000 dinar(=
6.000.000 dirham) untu7k membiayai ekspedisi besar Uhud.
Untuk ekspedisi di qandhak setiap orang memberikan
minimal sebuah uqiyah dari perak (40 dirham) dan sejumlah besar al-amwalal-izam
yang cukup untk membiayai 10000 tentara. Pada saat pemberangkatan ke
pertempuran hunayn, nabi mengatakan bahwa beliau harus meminjam 130000 dirham
(10.833,33 dinar) dan sejumlah besar senjata dari 3 orang mekkah yang aya untuk
mempersenjatai kaum muslim yang miskin untuk ekspedisi selanjutnya yang
berjumlah 2000 atau mungkin lebih sedikit. Dapat dibayangkan untuk penaklukan
kota mekkah dan hunayain, harus dikeluarkan biaya untuk pasukan utama sebesar 1
juta dinar. Mengenai ekspedisi Tabuk dikatakan bahwa Usman Bin Affan sendiri
telah menyumbang 70 ribu dirham atau lebih untuk mempersenjatai sepertiga
ekspedisi yang anggotanya paling miskin.
Dengan demikian total penegluaran sebesar seperempat
juta dirham. Berdasarkan rata-rata perhitungan pengeluaran untuk 20000 pasukan
unta dan 1000 kuda berkisar sepertiga juta dirham, meliputi senjata, pakaian,
makanan, dll. Total jumlah tentara muslim selama 10 tahun pertempuran dan
ekspedisi berjumlah 100000. Jika besranya pengeluaran untuk ekspedisi Uhud
dijadikan sebagai standar, total pengeluarn muslim yang terjadi masa nabi akan
berjumlah lebih dari 15 juta dinar atau 180 juta dirham. Tetapi mekkah yang
masyarakatnya kaya, tingkat pengeluarannya tidak akan sama. Meskipun mengurangi
total penegluaran sepertiga, pengeluaran tidak akan kurang dari 60,33 juta
dirham. Jumlah ini brekisar 10 kali lebih besra dari total nilai harta rampasan
perang ynag didapat muslim selama periode nabi.
3. Kerugian
akibat ekspedisi
Selain untyk biaya militer, juga dikelurkan biaya
lainnya seperti biaya untuk menangani para tahanan dan tawanan perang yang
tentunya akan mengurangi margin keuntungan. Faktor lain yang bnayak sekali
mengurangi margin keuntungan di rangkaian kegiatan militer adalah biaya sosial
yang dibutuhkan perang ynag harus ditanggung masyrakat islam ynag tinggal
berdekatan dengan medan perang.
4. Keuntungan
ekonomi islam
Ada 4 aktivitas ekonomi yang paling utam yanitu
perdagangan, perniagaan, dan pertanian, kerajinan dan manufaktur, dan pekerja
kasar. Sebagian mereka berpikir untuk menjadi orang modern dan terpelajar. Pada
saat hijrah mereka membawa harta kekayaan mereka ke madinah baik uang maupun
baarang. Demikian pula halnya dengan kaum Anshar, mereka mendapat mata
pencaharian baru dan beberapa diantara mereka cukup kaya.
5. Nilai
riil harta rampasan perang
Dengan dikatakan harta rampasan telah membantu kaum
muslim semenjak mereka tentara secara individu atau keluarga dipertimbangkan
dalam posisi keuangan negara, terutama pada 1.5 periode awal. Misalnya kaum
muslim madinah hidup dipulau terpencil dan dikelilingi oleh rumpun yang
bermusuhan. sejumlah bhaya merintangi secra alami kemajuan dan perkembangan
mata pencaharian mereka dibidang perdagangan, pertanian, maupun industri.
Karena itu disibukkan oleh konfilk permusuhan yang membuat kehidupan penuh
dengan keprihatinan dan rasa takut.
Harta
rampasan jelas didapat dari suku Yahudi di madinah dan nantinya dari Khaybar
dan desa-desa satelitnya yang telah memberikan kontribusi yang besar untuk memperluas
perekonomian umat muslim dimadinah. Disini sangat terlihat menarik adanya
tendensi diantara kaum muslimin yang ikut berpartisipasi.
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Dinar dan dirham
merupakan mata uang yang nilainya tetap, dari dulu sampai sekarang sama
nilainya, awla pemerintahan islam dinar dan dirham merupakan uang yang
diperoleh dari impor, dimana uang dinar diimpor dari roma, sedangkan dirham
diimpor dari persia. Adapun kebijakan yang diberiakn pada pemerintah awal
keislaman yaitu tidak diperbolehkan menimbun uang baik berupa dinar maupun
dirham, serta tidak menetapkan adanya bunga dalam pergerakan uang.
Kesimpulan yang
bisa diambil dari uraian diatas adalah bahwa tidak ada satu instrumen kebijakan
moneter yang digunakan saat ini diberlakukan pada periode keislaman. Karena
minimnya sisitem perbankan dan karena penggunaan uang sebagi alat tukar, tiadak
ada alasan utntuk melakukan perubahan supllay uang melalui kebijakan
diskresioner.Lagi pula kredit tidak memiliki peran dalam menciptkan uang, faktornya
anatara lain pertama, kredit hanya digunakan diantara sebagian pedagang. Kedua,
peratuaran pemerintah tentang promissory notes (surat pinjaman atau
kesanggupan) dan negotiable instruments (alat-alat negosiasi) dibuat sedemikan
rupa hingga tidak memungkinkan sistem kredit menciptakan uang.
DAFTAR
PUSTAKA
AzwarKarim.
2002, sejarahpemikiranekonomiislam,
Jakarta: Tim III Indonesia
http://www.slideshare.net/idrisrahmatan/makalah-uang-kebijakan-moneter-dalam-ekonomi-islam
0 komentar:
Post a Comment