MAKALAH
Disusun Guna Memenuhi Tugas
Mata Kuliah : Sejarah Ekonomi Islam
Dosen Pengampu : Iman Fadhilah
Disusun Oleh :
Hilmatun Musyarafah (1405015116)
Rani Hidayati (1405015126)
Dwi Meilana Wulanadari (1405015222)
Yossi Susanti (1405015092)
Rio yoga
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
2016
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Islam merupakan ajaran yang Syamil (universal), kamil (sempurna), dan mutakamil (menyempurnakan) yang diberikan oleh Allah yang diangkat sebagai Khalifah (pemimpin) di bumi ini yang berkewajiban untuk memakmurkannya baik secara material maupun secara spiritual dengan landasan aqidah dan syari’ah yang masing-masing akan melahirkan peradaban yang lurus dan akhlaqul karimah (perilaku mulia). Islam dalam menentukan suatu larangan terhadap aktivitas duniawiyah tentunya memberi hikmah yang akan memberikan kemaslahatan, ketenangan dan keselamatan hidup didunia maupun di akhirat.
Namun demikian, Islam tidak melarang begitu saja kecuali di sisi lain ada alternatif konsepsional maupun operasional yang diberikannya. Misalnya saja larangan terhadap riba, alternatif yang diberikan Islam dalam rangka rrienghapus riba dalam praktek mu’amalah yang dilakukan manusia melalui dua jalan. Jalan yang pertama, berbentuk shadaqah ataupun qardhul hasan (pinjaman tanpa adanya kesepakatan kelebihan berupa apapun pada saat pelunasan) yang rnerupakan solusi bagi siapa saja yang melakukan aktivitas riba untuk keperluan biaya hidup (konsumtif) ataupun usaha dalam skala mikro. Sedangkan jalan yang kedua adalah melalui sistem perbankan Islam yang didalamnya menyangkut perighimpunan dana melalui tabungan mudharubah, deposito musyawarahdan giro wadiah yang kemudian disalurkan melalui pinjaman dengan prinsip tiga hasil (seperti mudharabah, musyarakah), prinsip jual beli (bai’bithamanajil, mudarabah dan sebagainya) serta prinsip sewa/fee (Ijarah, bai’at takjiri dan lain-lain). Dari kedua jalan di atas, secara sistematik diatur dan dikelola melalui kelembagaan yang dalam istilah Islam disebut Baitul Maal wat Tamwil.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan baitulmall ?
2. Bagaimana sejarah perkembangan BMT dalam islam ?
3. Bagaimana penyaluran dan penghimpunan dana dalam BMT ?
4. Sebutkan dan jelaskan problematika dari BMT ?
5. Peran BMT Sebagai Lembaga Keuangan Syariah Terhadap Perekonomian Masyarakat?
BAB II
PEMBAHASAN
1. Sejarah perkembangan BMT dalam islam
Latar belakang berdirinya Baitul Mal wa Tamwil (BMT) bersamaan dengan usaha pendirian Bank Syariah di Indonesia ,yakni tepatnya pada tahun 1990-an. Baitul Maal pertama kali dirumuskan dan didirikan oleh Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa salam dengan sangat simpel, hal tersebut dibuktikan dengan riwayat-riwayat yang menyebutkan pendelegasian tugas Baitul Maal oleh Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa salam kepada beberapa orang sahabat tertentu, seperti tugas pencatatan, tugas penghimpunan zakat hasil pertanian, tugas pemeliharaan zakat hasil ternak dan juga pendistribusian. Hal tersebut menjadi landasan yang kuat bahwa Baitul Maal sudah ada sejak zaman Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa salam sekalipun belum dalam bentuk institusi yang baku. Selanjutnya dimasa kekhalifahan Abu Bakar tidak terlalu ada perubahan yang besar berkaitan dengan Baitul Maal.
Perubahan yang besar terjadi pada masa kekhalifahan umar bin Khattab dengan dioperasikannya system administrasi pencatatan dengan system “Ad Diwaan”. Selanjutnya Baitul Maal semakin berkembang dimasa-masa berikutnya sampai Baitul Maal telah terbentuk sebagai lembaga ekonomi atas usulan seorang ahli fikh Walid bin Hisyam. Sejak masa itu dan masa-masa selanjutnya (dinasti Abasiyah dan Umayah) Baitul Maal telah menjadi lembaga penting bagi Negara (mulai dari penarikan zakat (juga pajak), ghonimah, kharaj, sampai membangun jalan, menggaji tentara dan juga pejabat Negara serta membangun sarana sosial).
Dilihat dari konteks masa sekarang Baitul Maal dimasa itu menjalankan fungsi sebagai Departemen Keuangan, Departemen Sosial dll. Namun pengertian Baitul Maal dalam konteks istilah BMT kini lebih menyempit maknanya. Baitul Maal dalam konteks BMT hanya menjalankan fungsi sosial yang lepas dari kaitan politik Negara. Baitul Maal dalam kaitan BMT mempunyai kegiatan yang menyempit yaitu hanya menerima dan menyalurkan zakat, infak, shodaqoh (ZIS) yang tidak bersifat komersial. Penyalurannya difokuskan kepada mustahiknya yaitu delapan asnaf yang telah ditentukan dalam aturan syariah dengan prioritas utama untuk fakir miskin. Baitul Maal dalam kaitannya dengan BMT ialah menyalurkan dana Qordhul Hasan yang tidak berorientasi komersial untuk keperluan kesejahteraan dan pengembangan ekonomi ummat.
Dalam perkembangannya kedepan pengelolaan dana ZIS ini telah diakomodir dengan pemberlakuan UU no 38 tahun 1998 tentang pengelolaan zakat. Namun BMT masih signifikan sebagai lembaga yang bersinggungan langsung dengan akar rumput kaum dhuafa yang dengan demikian memiliki kesempatan besar sebagai mitra kerja Lembaga Pengelola Zakat, baik berfungsi sebagai unit penghimpun ZIS maupun sebagai mitra menyalurkan ZIS.
BMT didirikan dengan berasaskan pada masyarakat yang salaam , yaitu penuh keselamatan,kedamaian dan kesejahteraan. Prinsip dasar BMT adalah
1. Ahsan( mutu hasil kerja terbaik) , thayyiban( terindah) ,ahsanu ‘amala( memuaskan semua pihak) dan sesuai dengan nilai-nilai salam ; keselamatan,kedamaian, dan kesejahteraan.
2. Barokah , artinya, berdaya guna,berhasil guna, adanya penguatan jaringan ,transparan( keterbukaan), dan bertanggung jawab sepenuhnya kepada masyarakat.
3. Spiritual communication (penguatan nilai ruhiyah)
4. Demokrasi , partisipatif, dan inklusif.
5. Keadilan sosial dan kesetaraan genter (non-diskriminatif)
6. Ramah lingkungan
7. Peka dan bijak terhadap pengetahuan Dan budaya local serta keanekaragaman budaya.
8. Keberlanjutan, memberdayakan masyarakat dengan meningkatkan kemampuan diri. Dan lembaga masyarakat local.
Jadi, baitul maal merupakan lembaga atau pihak (Arab: al jihat) yang mempunyai tugas khusus menangani segala harta umat, baik berupa pendapatan maupun pengeluaran negara, sejarah keberadaannya ternyata cukup menarik untuk disimak, berikut ini sejarah ringkas baitul maal tersebut dari sejak jaman nabi hingga jaman kekhalifaan yang terakhir
2. Pengertian Baitulmall
Baitul maal berasal dari bahasa Arab (bayt al-mal) yang bermaksud “rumah harta”. Dalam sejarah Islam, baitul maal merupakan institusi keuangan yang bertanggungjawab mentadbir cukai. Baitul maal berfungsi sebagai perbendaharaan khalifah dan sultan yang mengurus kewenangan pribadi dan perbelanjaan kerajaan. Ia juga mengurus pengagihan zakat untuk rakyat awam. Pakar ekonomi Islam moden menganggap rangka institusi baitul maal merupakan cara yang sesuai untuk masyarakat Islam sekarang.
Pengertian Baitul Maal menurut para Ulama ialah “Pihak yang mengelola keuangan Negara, mulai dari menghimpun, memungut, mengembangkan, memelihara hingga menyalurkannya”. Definisi tersebut ditegaskan oleh Imam Mawardi dalam kitab Ahkam
Sulthoniyyah dengan mendefinisikannya sebagai “Tempat/wadah untuk memelihara/ menjaga hak-hak keuangan Negara. Baitul Maal juga diartikan petugas yang berwenang dalam mengatur keuangan Negara tersebut.”
Jadi, baitul maal merupakan lembaga atau pihak (Arab: al jihat) yang mempunyai tugas khusus menangani segala harta umat, baik berupa pendapatan maupun pengeluaran negara, sejarah keberadaannya ternyata cukup menarik untuk disimak, berikut ini sejarah ringkas baitul maal tersebut dari sejak jaman nabi hingga jaman kekhalifaan yang terakhir
3. Karakteristik Baitul Mal Wa Tamwil (BMT)
Sebagai lembaga usaha yang mandiri, BMT mempunyai karakteristik ;
1. Berorientasi bisnis,yakni mempunyai tujuan mencari laba bersama dan meningkatkan pemanfaatan segala potensi ekonomi yang sebanyak-banyak bagi anggota dan lingkungannya.
2. Bukan merupakan lembaga sosial ,tetapi dapat di manfaatkan untuk mengelola dana sosial umat seperti zakat,infak,sedekah,hibah dan awakaf.
3. Lembaga ekonomi umat yang dibangun dari bawah yang di bangun swadaya yang melibatkan peran serta masyarakat di sekitarnya.
4. Lemabga ekonomi milik bersama antara kalangan masyarakat bawah dan kecil serta bukan milik perorangan atau kelompok tertentu di luar masyarakat sekitar BMT.
5. Staf dan karyawan BMT bertindak aktif dan dinamis perpandangan positif, dan produktif dalam menarik dan mengelola dana masyarakat.
6. Kantor BMT dibuka pada waktu tertentu dan di tungguin staf dan karyawan.
7. BMT mempunyai komitmen melakukan pertemuan dengan semua komponen masyarakat dilapisan bawah melalui forum-forum kegiatan sosial dan agama.
8. Manajemen dan operasioanal BMT dilakukan menurut pendekatan professional dengan cara-cara islami.
4. Penyaluran dan penghimpunan dana dalam BMT
Ø Penghimpunan dana
Penghimpunan dana BMT diperoleh melalui simpanan, yaitu dana yang dipercayakan oleh nasabah kepada BMT untuk disalurkan kesektor produktif dalam bentukk pembiayaan. Simpanan ini dapat berbentuk tabungan wadi’ah, simpanan mudharabah jangka pendek dan jangka panjang.
Ø Penyaluran dana
Penyaluran dana BMT kepada nasabah terdiri atas dua jenis:
a. Pembiayaan dengan sistem bagi hasil
b. Jual beli dengan pembayaran ditangguhkan
Pembiayaan merupakan penyaluran dana BMT kepada pihak ketiga berdasarkan kesepakatan pembiayaaan antara BMT dengan pihak lain dengan jangka waktu tertentu dan nisbah bagi hasil yang disepakati.
Pembiayaan dibedakan menjadi pembiayaan musharabah dan musyarakah. Penyaluran dana dalam bentuk jual beli dengan pembayaran ditangguhkan adalah penjualan barang dari BMT kepada nasabah, dengan harga ditetapkan sebesar biaya perolehan ditambah dengan margin keuntungan yang disepakati untuk keuntungan BMT.
5. Problematika dari BMT
Beberapa problematika dalam baitulmall yaitu :
a. Modal
Modal yang relatif kecil menjadi permasalahan yang setiap saat ada pada BMT. Didukung dengan perputaran modal yang belum tentu kembali 100 % untuk BMT. Diperlukan adanya suntikan dana yang cukup baik dari pemerintah atau pihak-pihak yang tertarik untuk berinvestasi di BMT.
b. Kredit Macet
Lambatnya angsuran yang diterima oleh BMT menjadi alasan yang klasik bagi BMT. Persoalan ini sudah menjadi santapan tiap terjadi akad-akad pembiayaan walaupun tidak semua peminjam selalu bermasalah.
c. Likuiditas
Dengan modal yang relatif kecil dan diharuskan terjadi perputaran untuk memperoleh laba, di samping dana pihak ketiga juga ikut diputar agar dana yang disimpan memperoleh bagi hasil, maka BMT akan mengalami permasalahan likuiditas jika tidak dapat memenuhi permintaan uang oleh nasabah.
d. Pangsa Pasar
Pasar yang digarap oleh BMT (Dana Mentari) adalah terbatas lingkup kabupaten, sehingga jika diambil sebuah analisis, di kabupaten Banyumas tidak terdapat industri-industri yang besar sehingga kurang mendukung adanya BMT sebagai intermediasi. Selain itu, pangsa pasar di Purwokerto sudah terbatas karena saat ini banyak bank yang sudah masuk ke dalam kegiatan ekonomi skala kecil.
6. Peran BMT Sebagai Lembaga Keuangan Syariah Terhadap Perekonomian Masyarakat
Hernandi de Soto dalam bukunya The Mystery of Capital (2001) menggambarkan betapa besarnya sektor ekonomi informal dalam memainkan perannya dalam aktivitas ekonomi di negara berkembang. Ia juga mensinyalir keterpurukan ekonomi di negara berkembang disebabkan ketidakmampuan untuk menumbuhkan lembaga permodalan bagi masyarakatnya yang mayoritas pengusaha kecil.
Indonesia misalnya, adalah negara berkembang yang jumlah pengusaha kecilnya mencapai 39.04 juta jiwa. Namun para pengusaha kecil tersebut tidak memiliki akses yang signifikan ke lembaga perbankan, sebagai lembaga permodalan. Lembaga-lembaga perbankan belum bisa menjangkau kebutuhan para pengusaha kecil, terutama di daerah dan pedesaan.
Belum adanya lembaga keuangan yang menjangkau daerah perdesaan (sektor pertanian dan sektor informal) secara memadai yang mampu memberikan alternatif pelayanan (produk jasa) simpan-pinjam yang kompatibel dengan kondisi sosial kultural serta ‘kebutuhan’ ekonomi masyarakat desa menyebabkan konsep BMT (Baitul Mal wat Tamwil) dapat ‘dihadirkan’ di daerah kabupaten kota dan bahkan di kecamatan dan perdesaan.
Konsep BMT sebagai lembaga keuangan mikro syari’ah, merupakan konsep pengelolaan dana (simpan-pinjam) di tingkat komunitas yang sebenarnya searah dengan konsep otonomi daerah yang bertumpu pada pengelolaan sumber daya di tingkat pemerintahan (administrasi) terendah yaitu desa.
Mengutip formulasi Bambang Ismawan (1994) tentang lembaga keuangan mikro, maka setidaknya terdapat beberapa hal yang diperankan BMT dalam otonomi daerah:
1. Mendukung pemerataan pertumbuhan
Pelayanan BMT secara luas dan efektif sehingga akan terlayani berbagai kelompok usaha mikro. Perkembangan usaha mikro yang kemudian berubah menjadi usaha kecil, hal ini akan memfasilitasi pemerataan pertumbuhan.
2. Mengatasi kesenjangan kota dan desa
Akibat jangkauan BMT yang luas, bisa meliputi desa dan kota, hal ini merupakan terobosan pembangunan. Harus diakui, pembangunan selama ini acap kali kurang adil pada masyarakat desa, sebab lebih condong mengembangkan kota. Salah satu indikatornya adalah dari derasnya arus urbanisasi dan pesatnya perkembangan keuangan mikro yang berkemampuan menjangkau desa, tentu saja akan mengurangi kesenjangan desa dan kota.
3. Mengatasi kesenjangan usaha besar dan usaha kecil
Sektor yang selama ini mendapat akses dan kemudahan dalam mengembangkan diri adalah usaha besar, akibatnya timbul jurang yang lebar antara perkembangan usaha besar dan semakin tak terkejar oleh usaha kecil. Dengan dukungan pembiayaan usaha kecil, tentunya hal ini akan mengurangi kesenjangan yang terjadi.
4. Mengurangi capital outflow
Perkembangan kota-kota besar yang sedemikian pesat, semakin meninggalkan pertumbuhan daerah-daerah pedesan. Lembaga keuangan mikro syari’ah BMT lebih berkemampuan memfasilitasi agar tabungan dari masyarakat desa atau daerah terkait, dapat memanfaatkan kembali tabungan yang telah mereka kumpulkan.
5. Meningkatkan kemandirian daerah
Dengan adanya faktor-faktor produksi (capital, tanah, SDM) yang merupakan kekuatan dimiliki oleh daerah, dimanfaatkan dan didayagunakan sepenuhnya untuk memanfaatkan berbagai peluang yang ada, maka ketergantungan terhadap investasi dari luar daerah (maupun luar negeri) akan terkurangi, serta investasi ekonomi rakyat, dapat berkembang pesat.
Adanya pemerataan pertumbuhan, terjadinya keseimbangan pertumbuhan kota dan desa, berkurangnya kesenjangan usaha besar-usaha kecil, tentunya hal ini akan mengurangi kemungkinan ketidakstabilan daerah. Kecemburuan sosial dengan sendirinya akan terkurangi, sebab adanya kesejahteraan yang merata akan menimbulkan multiplier effect maupun interdependensi antar satu bagian dengan bagian yang lain.
Era otonomi daerah merupakan peluang untuk memberdayakan ekonomi rakyat dengan memanfaatkan lembaga keuangan mikro syariah BMT. Melalui keuangan mikro syariah, kebangkitan ekonomi rakyat (sekaligus ekonomi nasional) maupun pengurangan kemiskinan, akan dilakukan oleh rakyat sendiri. Memang telah tiba saatnya, masyarakat menemukan jalannya sendiri untuk mengatasi persoalan yang mereka hadapi.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Baitul maal merupakan lembaga atau pihak (Arab: al jihat) yang mempunyai tugas khusus menangani segala harta umat, baik berupa pendapatan maupun pengeluaran negara, sejarah keberadaannya ternyata cukup menarik untuk disimak, berikut ini sejarah ringkas baitul maal tersebut dari sejak jaman nabi hingga jaman kekhalifaan yang terakhir.
Pembiayaan dibedakan menjadi pembiayaan musharabah dan musyarakah. Penyaluran dana dalam bentuk jual beli dengan pembayaran ditangguhkan adalah penjualan barang dari BMT kepada nasabah, dengan harga ditetapkan sebesar biaya perolehan ditambah dengan margin keuntungan yang disepakati untuk keuntungan BMT.
DAFTAR PUSTAKA
Azis, Abdul, dan Mariyah, ulfah,”Kapita Selekta Ekonomi Islam Kontemporer” Bandung: Alfabeta, 2010
widodo, Hertanto, Dkk,”Panduan praktis operasional baitul mal wa tamwil” Bandung: Mizan, 2000
0 komentar:
Post a Comment