Monday, 5 December 2016

SISTEM POLITIK DI INDONESIA


SISTEM POLITIK DI INDONESIA

MAKALAH

Disusun Guna Memenuhi Tugas
Mata kuliah : Perkembangan dan Pemikiran Politik Islam
Dosen Pengampu : Iman Fadilah, M.Ag


Disusun Oleh :
Eko Setyo Wibowo
Al Muamat (122211025)
Lilis Zulianti (122211042)
Nurul Riski Kusumawati (122211066)

FAKULTAS SYARI’AH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO SEMARANG
2014




I.     PENDAHULUAN
A.  Latar Belakang
       Sistem politik pada suatu negara terkadang bersifat relatif, hal ini dipengaruhi oleh elemen-elemen yang membentuk sistem tersebut. Juga faktor sejarah dalam perpolitikan di suatu negara. Pengaruh sistem politik negara lain juga turut memberi kontribusi pada pembentukan sistem politik disuatu negara. Seperti halnya sistem politik di Indonesia, seiring dengan waktu, sistem politik di Indonesia selalu mengalami perubahan. Perkembangan politik di Indonesia dewasa ini mengalami kemajuan yang siknifikan dengan ditandai dengan perubahan sistem politik yang semakin stabil.
       Indonesia sendiri menganut sistem politik demokrasi yang menjunjung tinggi kebebasan setiap warga negaranya, tetapi yang diterapkan tidak seperti negara lain yang menggunakan sistem demokrasi, melainkan demokrasi yang sesuai dengan bangsa Indonesia yaitu Demokrasi Pancasila. Pada perkembangan terkini Sistem Politik Indonesia mengalami kemajuan yang pesat ditandai adanya reformasi di berbagai bidang pemerintahan.

B.     Rumusan Masalah
      Dari latar belakang diatas, dapat ditarik rumusan masalah tentang apa itu Sistem Politik Indonesia ?








II.  PEMBAHASAN
A.  Pengertian Sistem Politik dan Sistem Politik Indonesia
       Menurut David Easton sistem politik dapat diperkenalkan sebagai interaksi yang diabstrakan dari seluruh tingkah laku sosial sehingga nilai-nilai dialokasikan secara otoritatif kepada masyarakat. Menurut Robert Dahl, sistem politik merupakan pola yang tetap dari hubungan antara manusia serta melibatkan sesuatu yang luas dan berarti tentang kekuasaan aturan-aturan, dan kewenangan.
       Sistem politik Indonesia diartikan sebagai kumpulan atau keseluruhan berbagai kegiatan dalam negara Indonesia yang berkaitan dengan kepentingan umum termasuk proses penentuan tujuan, upaya-upaya mewujudkan tujuan, pengambilan keputusan, seleksi dan penyusunan skala prioritasnya.
       Sistem politik menyelenggarakan dua fungsi, yaitu fungsi masukan (input) dan keluaran (output).[1] Keduanya terpengaruh oleh sifat dan kecenderungan para aktor politik. Input adalah masukan dari masyarakat kedalam sistem politik. Input yang masuk kedalam sistem politik dapat berupa tuntutan dan dukunganTuntutan secara sederhana disebut seperangkat kepentingan yang alokasinya belum merata atas sejumlah unit masyarakat dalam sistem politik. Dukungan adalah upaya masyarakat untuk mendukung keberadaan sistem politik agar terus berjalan, baik dari tuntutan maupun dukungan masyarakat.

B.     Proses Perkembangan Politik di Indonesia
       Perkembangan demokrasi di Indonesia mengalami pasang surut. Selama 25 tahun berdirinya Republik Indonesia masalah pokok yang dihadapi adalah bagaimana, dalam masyarakat beraneka ragam pola budayanya, mempertinggi tingkat kehidupan ekonomi di samping membina suatu kehidupan sosial dan politik yang demokratis. Pada pokoknya masalah ini berkisar pada penyusunan suatu sistem politik dimana kepemimpinan cukup kuat untuk melaksanakan pembangunan ekonomi serta nation building, dengan partisipasi rakyat seraya menghindarkan timbulnya dictator, apakah dictator ini bersifat perorangan, partai, ataupun militer.[2]
       Sejarah Sistem Politik Indonesia dilihat dari proses politiknya bisa dilihat dari masa-masa berikut ini:
1.      Masa prakolonial (kerajaan)
    Pada masa prakolonial penyaluran tuntutan relatif rendah dan terpenuhi. Pemeliharaan nilai yang hidup dan berkembang sesuai penguasa saat itu. Kapabilitas Sumber Daya Alam memenuhi, Integrasi vertikal dari atas ke bawah, sedangkan integrasi horizontal hanya terjadi di level antar penguasa saja. Gaya politik tentu saja kerajaan sesuai betuk negaranya. Karena bentuk negara adalah kerajaan maka kepemimpinan negara berada di tangan raja, pangeran, atau silsilah keluarga kerajaan. Sedangkan untuk keterlibatan militer tentu saja sangat kuat karena pda masa itu adalah masa peperangan. Analisis terhadap stabilitas, ada saatnya stabil(saat tidak ada perang) dan tidak stabil(saat berperang). Semua aparat negara pada masa ini sangat loyal kepada kerajaan.[3]

2.      Masa Kolonial
    Zaman kolonial sebagai manifestasi bangkitnya kesadaran nasional. Dalam seausana itu semua organisasi, apakah ia bertujuan sosial (seperti Budi Utomo dan Muhammadiyah) atau terang-terangan menganut asas politik/agama (seperti sarekat Islam dan partai Katolik) atau asas politik sekuler (seperti PNI dan PKI). Pada tahun 1918 pihak Belanda mendirikan Volksraad yang berfungsi sebagai badan perwakilan.
    Kondisi masa dan cara kerja sistem politik pada masa penjajahan hamper sama dengan era kerajaan bahkam pelamggaran hak asasi manusia sering terjadi. Kekayaan dan sumber daya alam tidak dapat di nikmati oleh rakyat dan di kuasai sepenuhnya oleh pemerintah penjajah. Hal ini mengakibatkan hubungan antara pemerintah dan masyarakat tidak bisa berjalan dengan baik.
    Pusat kekuasaan pada masa kolonial berada ditangan penjajah dan kaum bangsawan atau elit politik yang diperalat oleh kolonial. Selain itu aparat yang bekerja pengabdiannya ditujukan kepada pihak penjajah. Sehingga kondisi politik tidak stabil dan sering terjadi pemberontakan.[4]

3.      Masa Demokrasi Parlementer
    Di Indonesia demokrasi liberal berlangsung sejal 3 November 1945, yaitu sejak sidtem multi partai berlaku melalui Maklumat Pemerintah. Sistem multi partai ini lebih menampakkan sifat instabilitas politik setelah berlaku sistem parlementer dalam naungan UUD 1945 periode pertama.
    Demokrasi Liberal dikenal pula sebagai demokrasi parlementer, oleh karena berlangsung dalam sistem pemerintahan parlementer ketika berlakunya UUD 1945 periode pertama, konstitusi RIS, dan UUDS 1950. Dengan demikian, demokrasi liberal secara formal berakhir pada tanggal 5 Juli 1959, sedang secara material berakhir pada saat gagasan demokrasi terpimpin dilaksanakan.
    Tuntutan terlihat sangat intens dan melebihi kapasitas sistem yang hidup terutama kapasitas politik resmi. Melalui sistem multi partai yang berkelebihan, penyaluran input sangat besar, namun kesiapan kelembagaan belum seimbang untuk menampungnya. Timbullah krisis akibat meningkatnya partisipasi dalam wujud labilitas pemerintahan/politik.[5]
    Keyakinan atas hak asasi manusia demikian tingginya, sehingga menumbuhkan kesempatan kebebasan luas dengan segala eksesnya, ideologisme atau aliran pemikiran ideologis bertarung dengan pemikiran pragmatik.  Kekayaan alam dan masyarakat Indonesia ketika itu masih potensial sifatnya dan belum didayagunakan secara maksimal. Namun beberapa kabinet, sesuai dengan sifat pragmatic yang mengilhaminya, lebih menekankan pada pengolahan potensi tadi dan mengambil tindakan pengaturan distribusi.
    Gaya politik yang ideologik dalam Konstituante ini oleh elitnya masing-masing dibawa ketengah rakyat, sehingga timbul ketegangan dan perpecahan dalam masyarakat. Kepemimpinan berasal dari angkatan sumpah pemuda yang lebih cenderung, belum permisif untuk meninggalkan pikiran-pikiran paternal, primordial terhadap aliran, agama, suku, dan kesederhanaan. Karena dalam periode tersebut pengaruh demokrasi barat sangat dominan, maka keterlibatan militer dalam arena politik (dalam hal ini partisipasi politik) tidak terlalu kentara. Jabatan menteri pertahanan selalu dipegang oleh sipil. Pengangkatan pejabat, yang merupakan salah satu kewenangan eksekutif, dilakukan atas dasar senang dan tidak senang. Maka timbullah semacam sistem “anak emas” (spoil system)[6] . Loyalitas kembar anggota aparatur negara, yaitu setia kepada golongannya dan setia kepada negara sekaligus, adakalanya membuat mereka leluasa dan dengan kebijaksanaan pemerintah yang berkuasa.



4.      Masa Demokrasi Terpimpin
    Masa ini ditandai pertama dengan diperkuatnya kedudukan Presiden, antara lain dengan ditetapkannya Presiden seumur hidup melalui TAP MPR No III/1963. Kedua, pengurangan peranan partai politik, kecuali PKI yang mendapat kesempatan untuk berkembang. Ketiga, peningkatan peranan militer sebagai kekuatan sosial politik. Kadang-kadang masa ini dinamakan periode Segi tiga Soekarno, TNI, dan PKI (dengan Presiden Soekarno disudut paling atas) karena merupakan perebutan kekuasaan antara tiga kekuasaan itu.
    Dalam rangka melaksanakan konsep Demokrasi Terpimpin berdasarkan UUD 1945 Presiden Soekarno membentuk alat-alat kenegaraan seperti MPR dan DPA. Selain itu juga dibentuk Dewan Nasional yang terdiri atas 40 anggota yang separuhnya terdiri dari golongan fungsional, seperti golongan buruh, tani, pengusaha, wanita, pemuda, wakil-wakil berbagai agama, wakil daerah dan wakil ABRI. Komposisi Dewan Nasional mencerminkan pemikiran bahwa di luar partai politik beberapa kelompok masyarakat (termasuk ABRI) perlu di dengar suaranya dan diberi kesempatan untuk berpartisipasi dalam proses politik.
    Dalam rangka memperkuat badan eksekutif dimulailah untuk menyerderhanakan sistem partai dengan mengurangi jumlah partai melalui Panpres No. 7/1959 dan ditetapkan syarat-syarat yang harus  dipenuhi agar diakui oleh pemerintah. Dengan dibubarkannya partai Masyumi dan PSI pada tahun 1960 yang tersisa hanya 10 partai politik saja.[7] Di samping itu, pemerintah mencari wadah untuk memobilisasi semua kekuatan politik dibawah pengwasan pemerintah. Wadah yang mendasarkan pada NASKOM dibentuk tahun 1960 dan disebut Front Nasional. Melalui kehadirannya Front Nasional yang berdasarkan NASKOM, PKI berhasil mengembangkan sayapnya dan mempengaruhi hampir semua aspek kehidupan politik.[8]secara umum Front Nasional ditujukan untuk melemahkan partai-partai politik. Pada tahun 1965 gerakan Gestapu-PKI mengakhiri riwayat Demokrasi Terpimpin, yang telah bertahan enam tahun.

5.      Masa Demokrasi Pancasila
    Salah satu tindakan MPRS ialah mencabut kembali Ketetapan No. III/1963 tentang penetapan Presiden Soekarno sebagai presiden seumur hidup. Tindakan lain yang dilakukan oleh Orde Baru adalah pembubaran PKI melalui TAP MPRS No. XXV/1966, sedangkan Pertindo yang telah menjalin hubungan erat dengan PKI, dibekukan pada tahun yang sama.[9]Sementara itu terjadi perdebatan melalui berbagai seminar dan media massa, antara lain mengenai perlunya mendirikan demokrasi dan membentuk suatu sistem politik yang demokratis dengan merombak struktur politik yang ada.
    Sebagai hasil perdebatan, baik dalam Seminar Angkatan Darat maupun diluar, akhirnya sistem distrik dituang dalam rancangan undang-undang pemilihan umum yang diajukan kepada parlemen pada awal tahun 1967 bersama dua RUU lainnya. Akan tetapi RUU ini sangat dikecam oleh partai-partai politik, tidak hanya merugikan tetapi juga mencakup beberapa ide baru, seperti duduknya wakil ABRI sebagai anggota parlemen. Di pihak lain, partai-partai mengalah dengan diterimanya ketentuan bahwa 100 anggota parlemen dari jumlah anggota 460 akan diangkat dari golongan ABRI (75) dan non ABRI (25) dengan ketentuan bahwa golongan militer tidak akan menggunakan haknya untuk memilih dan dipilih. Berdasarkan Konsensus itu pada tanggal 8 Desember 1967 RUU diterima baik oleh parlemen dan pemilihan umum Orde Baru yang diikuti oleh sepuluh partai politik (termasuk Golkar) diselenggarakan tahun 1971.

6.      Masa Reformasi
     Periode Reformasi bermula ketika Presiden Soeharto turun dari kekuasaan 21 Mei 1998. Sejak itu, hari demi hari ada tekanan atau desakan agar diadakan pembaharuan kehidupan politik kearah yang lebih demokratis. Diharapkan bahwa dalam usaha ini dapat memanfaatkan pengalaman kolektif secara tiga periode 1945-1998. Perubahan yang di dambakan ialah mendirikan suatu sistem dimana partai-partai politik tidak mendominasi kehidupan politik secara berlebihan, akan tetapi yang juga tidak member peluang kepada eksekutif untuk menjadi terlalu kuat (executive heavy).
     Selain kuantitas, ada hal lain yang patut dicatat dari kehidupan kepartaian di Indonesia pada masa ini. Hal pertama berkenaan dengan konsolidasi internal. Seperti telah menjadi gejala umum bahwa kalangan elite partai-partai besar menjadi tidak solid setelah pemilihan umum berlalu, dengan berbagai sebab yang melatar belakangi. Tidak jarang friksi itu kemudian berkembang menjadi perpecahan yang berujung pada munculnya pengurus tandingan atau kepengurusan ganda.
     Berkenaan dengan hubungan sipil militer. Salah satu hal yang membedakan periode reformasi dengan sebelumnya adalah adanya semangat untuk menghapuskan peran militer dalam politik. Pada masa pasca orde baru banyak tokoh purnawirawan militer menjadi fungsionaris ataupun pimpinan partai.
     Bila diuraikan kembali maka diperoleh analisis sebagai berikut :
1.      Masa Prakolonial (Kerajaan)
·      Penyaluran tuntutan: rendah dan terpenuhi
·      Pemeliharaan nilai: disesuikan dengan penguasa
·      Kapabilitas: SDA melimpah
·       Integrasi vertikal: atas bawah
·      Integrasi horizontal: nampak hanya sesama penguasa kerajaan
·       Gaya politik: kerajaan
·      Kepemimpinan: raja, pangeran dan keluarga kerajaan
·       Partisipasi massa: sangat rendah
·      Keterlibatan militer: sangat kuat karena berkaitan dengan perang
·       Aparat negara: loyal kepada kerajaan dan raja yang memerintah
·      Stabilitas: stabil dimasa aman dan instabil dimasa perang
2.      Masa Kolonial (Penjajahan)
·      Penyaluran tuntutan: rendah dan tidak terpenuhi
·       Pemeliharaan nilai: sering terjadi pelanggaran ham
·      Kapabilitas: melimpah tapi dikeruk bagi kepentingan penjajah
·       Integrasi vertikal: atas bawah tidak harmonis
·      Integrasi horizontal: harmonis dengan sesama penjajah atau elit pribumi
·      Gaya politik: penjajahan, politik belah bambu (memecah belah)
·      Kepemimpinan: dari penjajah dan elit pribumi yang diperalat
·       Partisipasi massa: sangat rendah bahkan tidak ada
·      Keterlibatan militer: sangat besar
·       Aparat negara: loyal kepada penjajah
·       Stabilitas: stabil tapi dalam kondisi mudah pecah
3.       Masa Demokrasi Liberal
·      Penyaluran tuntutan: tinggi tapi sistem belum memadani
·     Pemeliharaan nilai: penghargaan HAM tinggi
·     Kapabilitas: baru sebagian yang dipergunakan, kebanyakan masih potensial
·     Integrasi vertikal: dua arah, atas bawah dan bawah atas
·      Integrasi horizontal: disintegrasi, muncul solidarity makers dan administrator
·     Gaya politik: ideologis
·      Kepemimpinan: angkatan sumpah pemuda tahun 1928
·      Partisipasi : sangat tinggi, bahkan muncul kudeta
·     Keterlibatan militer: militer dikuasai oleh sipil
·     Aparat negara: loyal kepada kepentingan kelompok atau partai
·     Stabilitas: instabilitas
4.       Masa Demokrasi Terpimpin
·      Penyaluran tuntutan: tinggi tapi tidak tersalurkan karena adanya Front nas
·      Pemeliharaan nilai:Penghormatan HAM rendah
·      Kapabilitas: abstrak, distributif dan simbolik, ekonomi tidak maju
·       Integrasi vertikal: atas bawah
·      Integrasi horizontal: berperan solidarity makers,
·      Gaya politik; ideolog, nasakom
·       Kepemimpinan: tokoh kharismatik dan paternalistic
·      Partisipasi massa: dibatasi
·      Keterlibatan militer: militer masuk ke pemerintahan
·      Aparat negara: loyal kepada negara
·      Stabilitas: stabil
5.      Masa Demokrasi Pancasila
·    Penyaluran tuntutan: awalnya seimbang kemudian tidak terpenuhi karena fusi
·    Pemeliharaan nilai: terjadi Pelanggaran HAM tapi ada pengakuan HAM
·      Kapabilitas: sistem terbuka
·    Integrasi vertikal: atas bawah
·    Integrasi horizontal: Nampak
·     Gaya politik: intelek, pragmatik, konsep pembangunan
·    Kepemimpinan: teknokrat dan ABRI
·    Partisipasi massa: awalnya bebas terbatas, kemudian lebih banyak dibatasi
·    Keterlibatan militer : merajalela dengan konsep dwifungsi ABRI
·    Aparat negara : loyal kepada pemerintah (Golkar)
·    Stabilitas : stabil
6.      Masa Reformasi
·         Penyaluran tuntutan: tinggi dan terpenuhi
·         Pemeliharaan nilai: Penghormatan HAM tinggi
·         Kapabilitas: disesuaikan dengan Otonomi daerah
·         Integrasi vertikal: dua arah, atas bawah dan bawah atas
·         Integrasi horizontal: nampak, muncul kebebasan (euforia)
·         Gaya politik: pragmatik
·         Kepemimpinan: sipil, purnawiranan, politisi
·         Partisipasi massa: tinggi
·         Keterlibatan militer: dibatasi
·         Aparat negara: harus loyal kepada negara bukan pemerintah
·         Stabilitas: instabil



III.        PENUTUP
A.    KESIMPULAN
       Jadi Sistem politik Indonesia diartikan sebagai kumpulan atau keseluruhan berbagai kegiatan dalam negara Indonesia yang berkaitan dengan kepentingan umum termasuk proses penentuan tujuan, upaya-upaya mewujudkan tujuan, pengambilan keputusan, seleksi dan penyusunan skala prioritasnya.
       Dalam sejarah Sistem Politik Indonesia dilihat dari proses politiknya bisa dilihat dari masa-masa sebagai berikut:
1.      Masa prakolonial (kerajaan) yaitu pada masa prakolonial penyaluran tuntutan relatif rendah dan terpenuhi. Pemeliharaan nilai yang hidup dan berkembang sesuai penguasa saat itu.
2.      Masa Kolonial yaitu dimana zaman kolonial sebagai manifestasi bangkitnya kesadaran nasional.
3.      Demokrasi parlementer yaitu dikenal pula sebagai demokrasi liberal, oleh karena berlangsung dalam sistem pemerintahan parlementer ketika berlakunya UUD 1945 periode pertama, konstitusi RIS, dan UUDS 1950.
4.      Masa Demokrasi Terpimpin yaitu ditandai pertama dengan diperkuatnya kedudukan Presiden, antara lain dengan ditetapkannya Presiden seumur hidup melalui TAP MPR No III/1963.
5.      Masa Demokrasi Pancasila yaitu pada masa ini ada salah satu tindakan MPRS ialah mencabut kembali Ketetapan No. III/1963 tentang penetapan Presiden Soekarno sebagai presiden seumur hidup.
6.      Masa Reformasi yaitu pada masa Periode Reformasi bermula ketika Presiden Soeharto turun dari kekuasaan 21 Mei 1998.




B.     PENUTUP
          Demikian makalah yang dapat kami susun. Semoga makalah ini bisa bermanfaat bagi kita dan dapat menambah wawasan keilmuan kita. Dan kami minta maaf apabila dalam pemaparan yang kami sampaikan ini terdapat banyak kesalahan, kami juga mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun untuk perbaikan makalah kami yang selanjutnya























DAFTAR PUSTAKA

Budiardjo, Miriam. Dasar-dasar Ilmu Politik, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama), 2008.
Kantarprawira, Rusadi.  Sistem Politik Indonesia,(Bandung: Sinar baru), 1988.
Wiyono, R., Organisasi Kekuatan Sosial Politik di Indonesia (Bandung: Penerbit Alumni) 1982.
Alfian, Perkembangan Politik Indonesia selama 25 Tahun Merdeka, (Jakarta: Leknas), 1971.
file:///F:/Sistem%20Politik%20di%20Indonesia%20+%20Sejarah.htm di unduh tanggal 7 April 2014, jam 09.57 wib




[1] Prof. Miriam Budiardjo, Dasar-dasar Ilmu Politik, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama), 2008, hlm. 77
[2] Ibid., hlm.127
[3] file:///F:/Sistem%20Politik%20di%20Indonesia%20+%20Sejarah.htm di unduh tanggal 7 April 2014, jam 09.57 wib
[5] Rusadi Kantarprawira, Sistem Politik Indonesia,(Bandung: Sinar baru), 1988, hlm.185
[6] Alfian, Perkembangan Politik Indonesia selama 25 Tahun Merdeka, (Jakarta: Leknas), 1971, hlm. 8
[7] R. Wiyono, Organisasi Kekuatan Sosial Politik di Indonesia (Bandung: Penerbit Alumni) 1982, hlm. 29-30. 
[8] Ibid., hlm.33
[9] Op.cit., Miriam Budiharjo, hlm. 442

1 comment:

  1. Ingin Cari Kaos Dakwah Terbaik, Disini tempatnya:
    Harga Kaos Dakwah

    Mau Cari Bacaan Cinta Generasi Milenia Indonesia mengasikkan, disini tempatnya:
    Punya Pasangan Sempurna Nggak Indah Kelihatannya

    ReplyDelete