Sunday, 27 November 2016

KASUS PEMBOBOLAN DANA NASABAH CITIBANK

Contoh permasalahan di Bank Konvensional (Kasus Pembobolan Dana Nasabah Citibank)

Permasalahan :
            Setelah digegerkan oleh kasus Bank Century beberapa waktu lalu, kali ini Indonesia kembali digegerkan dengan pembobolan dana nasabah Citibank. Direktorat Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus Badan Reserse dan Kriminal (Bareskrim) Polri menahan tersangka Inong Malinda Dee berusia 47 tahun yang menjabat sebagai Senior Relationship Manager di Citibank, karena diduga melakukan tindak pidana perbankan dan pencucian uang dari uang nasabah yang dipegangnya. Dana nasabah itu lalu dialirkan ke berbagai rekening milik Malinda maupun perusahaan.

            Salah satu perusahaan yang menerima aliran dana itu yakni PT Sarwahita Global Management. Pejabat Citibank yang diduga turut terlibat mendirikan PT Sarwahita Global Management (SGM) bersama Malinda Dee telah diberhentikan sementara waktu oleh pihak Citibank. Pejabat tersebut adalah Reniwaty Hamid. Sementara itu, dua orang lainnya yang juga diduga turut mendirikan PT Sarwahita Global Management yakni Gesang Situmorang dan Dennis Roy Sangkilawang sudah tidak lagi menjadi pejabat Citibank. Gesang telah pensiun sementara Dennis telah mengundurkan diri. Polri menetapkan status saksi pada Reniwati Hamid dalam kasus pencucian uang dengan tersangka Malinda Dee. Polri mengaku masih fokus kepada Malinda dan belum membidik direksi PT Sarwahita lainnya. Malinda dilaporkan oleh Citibank karena adanya pengaduan atau keluhan tiga nasabah bank tersebut yang kehilangan uang, sehingga total kerugian sementara yang dialami tiga nasabah sebesar Rp16,6 miliar. Wanita yang lahir di Pangkal Pinang pada 5 Juli 1965, sudah 20 tahun bekerja di bank milik Amerika Serikat dan telah tiga tahun melakukan aksi kejahatan perbankan tersebut. Citibank mengakui terbongkarnya dugaan kejahatan pembobolan dana nasabah oleh Malinda Dee bukan temuan audit internal perusahaan tapi laporan nasabah. Direktur Kepatuhan Citibank Yesica Effendi menceritakan kronologi terbongkarnya kasus ini bermula pada 9 februari 2001 di mana seorang nasabah menanyakan kepada Malinda Dee tentang berkurangnya dana pada rekening oleh transaksi yang tidak dikenali.
            Kepala Divisi Hubungan Masyaraka (Kadiv Humas) Polri, Irjen Pol Anton Bachrul Alam mengatakan modus yang dilakukan Malinda dengan sengaja telah melakukan pengaburan transaksi dan pencatatan tidak benar terhadap beberapa “slip transfer”. Seorang “teller” Citibank yang berinisial D telah ditetapkan sebagai tersangka dan dua kepala “teller” Citibank Landmark yang berinisial W dan N sudah dimintai keterangan, sementara pihak-pihak yang diduga terlibat kasus ini juga terus dikejar. Sedangkan saksi-saksi yang telah diperiksa hingga kemarin ada 25 orang. Anton merinci saksi-saksi itu. tiga orang nasabah Citibank yang melaporkan aksi Malinda ke bank, 18 karyawan Citibank, dan sisanya berasal dari PT Sarwahita Global Management. Malinda mengatakan, Citibank telah menampung dana pencucian uang nasabah Malinda selama10 tahun. Dan selama itu pula para atasan Malinda di Citibank cabang Landmark sangat mengetahui apa yang dilakukan Malinda terhadap uang nasabahnya. Pasalnya Malinda menjadi perpanjangan tangan nasabah untuk mencuci uang tabungan tersebut. Malinda akan menawarkan jasa lain dengan memindahkan rekening nasabah ke bisnis lain seperti asuransi dan produk Citibank lainnya. Dari pencucian uang nasabah ke bisnis lain, nasabah akan mendapatkan keuntungan. Kartu identitas (KTP) lebih dari satu jadi sarana Malinda Dee melancarkan aksi penggelapan dana nasabah dan pencucian uang yang dipraktikkan di delapan bank dan dua perusahaan asuransi. Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Yunus Husein mengatakan, pihaknya menemukan 28 transaksi mencurigakan dengan rekening atas nama Malinda Dee, tersangka penggelapan uang Citibank dan pencucian uang.Yunus Husein sebelumnya membenarkan ada eks pejabat yang ‘dikerjai’ Malinda. Namun, sang eks pejabat yang kini telah pensiun itu tidak melapor ke polisi. Sementara itu, Kapolri Jenderal Pol Timur Pradopo memilih merahasiakan identitas sang eks pejabat itu.

            Berdasarkan keterangan Polri, ada 3 nasabah Malinda yang menjadi korban. Mereka sudah menjalani pemeriksaan. Polri juga pernah menyampaikan total uang yang dikuras, untuk sementara mencapai Rp 17 miliar. Polri juga sudah menyita 4 mobil mewah dan rekening milik Malinda senilai Rp 11 miliar. Malinda dijerat pasal pencucian uang dan penggelapan. Mobil mewah masing-masing mobil, Ferrari merah seri F430 Scuderria,  Mercedez Benz warna putih dengan seri E350 dua pintu  dan Ferrari merah bernopol B 125 Dee seri California dan telah dititipkan di Rumah Penitipan Barang Sitaan (Rupbasan). Mobil disita dari apartemen Pacific Place dan di Capital Residence, mungkin ada satu mobil yang dikejar yakni Alphard. Selain itu, diduga Malinda juga memiliki tiga unit apartemen salah satunya di SCBD. Baik mobil mewah dan apartemen milik Malinda dibeli secara kredit























Analisis kasus :

            Bank Indonesia (BI) menyatakan telah menghentikan untuk sementara (suspend) penghimpunan nasabah baru di segmen prioritas Citibank Indonesia (Citi Indonesia), yaitu Citigold Wealth Management Banking (Citigold). Hal itu dilakukan sebagai sanksi administratif atas kasus pembobolan dana nasabah senilai Rp 17 miliar oleh seorang relationship manager (RM) bernama Melinda Dee (MD) alias Inong Malinda.

“Kami sudah melakukan berbagai tindakan untuk mengkaji masalah ini, termasuk mengenakan sanksi. Saat ini Citigold sudah di-suspend untuk penghimpunan nasabah baru. Namun nasabah lama dan transaksinya tetap berjalan,” kata Gubernur BI Darmin Nasution dalam Rapat Dengar Pendapat di Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) di Jakarta, Rabu (6/4).

Vice President Customer Care Citi Indonesia Hotman Simbolon mengakui, pihaknya memang sudah menghentikan penghimpunan nasabah baru Citigold sesuai permintaan BI. Selain karena adanya praktek kolusi untuk membobol dana nasabah, sanksi tersebut juga diberikan atas kelalaian Citi Indonesia melakukan rotasi untuk karyawannya. Berdasarkan permintaan BI, bank harus melakukan rotasi secara berkala untuk menghindarkan potensi fraud.

“Memang kami tidak melakukan rotasi RM kami, karena sangat tidak mudah memindahkan portofolio nasabah dari RM satu ke RM lainnya. Selain itu, banyak nasabah yang ditangani MD tidak bersedia dipindahkan ke RM selain MD,” jelas Hotman.
Darmin mengatakan, suspend tersebut belum diketahui kapan akan dicabut, karena masih menunggu hasil review BI dan penyelidikan pihak Kepolisian. Jika ditemukan bukti-bukti lainnya yang semakin memberatkan, kata dia, sanksinya bisa berbeda dan bisa lebih berat. Sebagai contoh, pencabutan izin bisnis private banking/priority banking.

            BI juga telah memanggil Chief Country Officer Citi Indonesia Shariq Mukhtar dan pejabat-pejabat terkait. Selain itu, surat pembinaan atau teguran juga telah diberikan agar tidak kembali merugikan nasabah. Dalam surat itu, BI juga meminta Citi Indonesia melakukan perbaikan internal control, sekaligus meminta penghentian penghimpunan nasabah prioritas baru.
“Kasus di Citibank ini terjadi terutama karena tidak bekerjanya internal control. Supervisi oleh atasan juga tidak optimal. Mereka juga tidak mengimplementasikan rotasi karyawan secara berkala. Selain itu, dual control tidak dilaksanakan sesuai dengan prosedur dan informasi yang baik kepada nasabah tidak berjalan,” papar Darmin.

            Deputi Gubernur BI S Budi Rochadi dan Deputi Gubernur BI Halim Alamsyah sama-sama menegaskan bahwa, jika terbukti melanggar ketentuan yang berlaku, manajemen Citi Indonesia bisa di-fit and proper test ulang. Namun Halim telah mengakui, terdapat prosedur yang dilompati dalam kasus transfer dana tersebut. Hal itu berarti terjadi penyalahgunaan wewenang oleh MD.

            Terkait pengawasan BI secara umum terhadap individu bank masing-masing, kata Darmin, salah satu potensi risiko yang perlu dicermati adalah operasional, terutama standard operational procedure(SOP), sumber daya manusia (SDM), dan sistem informasi. “Untuk pengawasan terhadapnya, terutama perilaku pegawai dan kelemahan SOP, secara berkala BI me-review hasil assesment terhadap laporan pihak audit internal bank maupun eksternal, yaitu kantor akuntan publik,” jelas Darmin.
Priority Banking Rawan

            Sebelumnya, Peneliti Eksekutif Direktorat Penelitian dan Pengaturan Perbankan (DPNP) BI Ahmad Berlian mengatakan, priority banking memang cukup rawan karena dalam segmen itu, nasabah menuntut kemudahan, sehingga menimbulkan peluang untuk berbuat kejahatan. Sebab itu, BI tengah melakukan kajian untuk menetapkan guidelines bagi segmen tersebut.
“Banyak hal yang harus disempurnakan, apakah membatasi jumlah RM, memberikan edukasi lebih banyak kepada nasabah, atau transparansi produk-produk yang ditawarkan. Setiap orang harus sadar apa yang dia beli dan bank wajib men-declare tingkat risikonya,” jelas Ahmad.

Dia juga tidak memungkiri potensi segmen tersebut digunakan sebagai pencucian uang (money laundering), kendati BI telah mengaturnya dalam Peraturan Bank Indonesia (PBI) tentang anti pencucian uang dan pembiayaan terorisme. Namun, kata Ahmad, justru banyak pelaku pencucian uang yang tidak memilih segmen priority banking dan lebih memilih segmen perbankan biasa. (grc)

0 komentar:

Post a Comment