Friday, 25 November 2016

PENYESALAN OLEH WAKTU

Sumber Gambar: aihrohmawati.wordpress.com

Penyesalan Oleh Waktu
Oleh: Maya Sofia

Sang mentari kini kembali bersinar, setelah beberapa hari ditutupi oleh awan hitam. Ya..kini saatnya  memulai kembali perjalanan, yang tertunda dalam beberapa hari. Seorang pemuda bertubuh kurus, dan berkulit kuning langsat, beranjak keluar dari rumah, dengan mengenakan sepatu, jaket hijau dan sebuh topi berwarna merah. Dia pun bergegas menghampiri motornya yang sudah dihiasi oleh sekeranjang buah mangga.          
Tiba-tiba terdengar suara seperti orang yang sedang memanggil, Alhpin........, dengan sigap pemuda itu menoleh ke belakang, ya...ibu tirinya yang memanggil. Alphin pun menghampirinya..dan berkata “ ada apa buk?” Sahutnya. Apakah obatmu sudah diminum, ibu meletakkannya dekat jendela tadi. “Ya, sudah buk.. “ jawabnya.
“Alphin berangkat dulu ya buk...”
“ya.. hati-hati!”
Pemuda itu pun mengendarai motornya, mengelilingi kampung dan mulai menjajakan buah mangga yang ada di keranjang.  
Matahari yang terik menemani perjalanannya. Sebenarnya aku tidak dizinkan oleh ayah untuk berjualan. Tetapi keadaan yang memaksaku. Kalau aku terus dirumah...ibu tiriku selalu bertengakar dengan ayah karena aku hanya berpangku tangan. Padahal semasa kecil aku tak pernah dirawat oleh ayah dan ibuku. Mungkin karena aku sedang sakit makanya aku diperintah ayah untuk tinggal dengan mereka...”pikir Alphin dibenaknya sembari mengendarai motor.”
Karena hari ini sangat panas, Alphin pun istirahat sejenak. Ia sandarkan motornya di bawah pohon kelapa dan mengambil botol air mineral untuk mehilangkan rasa haus  ditenggorokan. Ditemani hembusan angin sepoi-sepoi, Alphin duduk bersantai dipos ronda, ia pun mulai  menghayal dan berbisik dalam hati. Andai saja aku dapat tinggal bersama ibu dan ayah kandungku. Itu mungkin akan jadi peristiwa yang terindah dalam hidupku..”gumamnya.
Tak jarang pemuda itu termenung, membayangkan ibu kandungnya datang dan memeluknya dengan erat dan penuh kasih sayang, tapi itu hal yang tidak mungkin terjadi. Ayah dan ibunya berpisah sejak Alphin kecil, dan semasa kecil pemuda itu tinggal dan dirawat oleh nenek seorang. Diwaktu kecil Alphin tumbuh jadi anak yang nakal, semua orang yang mengenalnya, membencinya. Hal itu memang sengaja ia lakukan. Agar mereka mau memperhatikannya dan mempertemukan dia dengan ibunya. Dan setelah dewasa  Alphin pun hidup berpindah-pindah. Terombang-ambing, bagaikan anak terlantar yang tidak memiliki rumah.
 Hingga pada suatu hari Alphin jatuh sakit, tubuhnya yang dulu sehat dan  berisi sekarang kurus dan tak berdaya. Alphin divonis dokter mengidap penyakit TBC. Bukannya merasa sedih. Ia malah terlihat gembira... dalam benaknya ia berkata “karena dengan hal itu aku bisa mendapatkan kasih sayang dari ayahku yang sejak dulu sangat ku rindukan walaupun harus tinggal bersama ibu dan adik tiriku”
Tanpa terasa hari mulai sore, tak satu pun pembeli menghampiri pemuda malang itu. Alphin  pun merasa jenuh dan bangun dari tempat duduknya, beranjak pergi meninggalkan pos ronda untuk kembali ke rumah. Setibanya di rumah, Alphin dipanggil oleh ayahnya, yang sejak tadi menunggu Alphin,  dengan wajah merah karena menahan marah.
“Dari mana saja kamu?” tanya ayah Alphin yang berkumis tebal seperti pak Raden. “Ehm..mm..Al, Alphin tadi menjajakan  buah yah ”  jawabnya dengan wajah penuh ketakutan. “Ayahkan sudah bilang, kamu tidak usah jualan lagi. Kalau kamu butuh uang bilang pada ayah”, balas ayahnya. “Ia yah... maafkan Alphin. Alphin hanya bosan di rumah yah”,  sahut Alphin”.  “Sekang masuk, kamu makan dan istirahat!”  perintah ayahnya.
Alphin, masuk kerumah melepaskan jaket dan topi yang ia kenakan. Ia pun mandi, setelah itu, Alphin bergegas menuju meja makan. Suasana yang hangat di meja makan tiba-tiba berubah menjadi suasana, yang penuh amarah. Ya.. tentu saja, ibu tiri Alphin memulai pertengkaran dengan ayahnya. Apalagi kalau bukan karena Alphin yang menjadi bahan permasalahan ibu tirinya. Alphin muak dengan semua itu, ia pun meninggalkan meja makan dan pergi ke kamarnya.
            Alphin bertengger di jendela kamar. Air mata menetes dipipinya. Dalam hatinya berteriak, “ Tuhan..mengapa aku terlahir kedunia ini, jika aku hanya di lahirkan untuk menyusahkan orang yang ku sayangi. Bahkan tak seorang pun mengangap aku ada dan menyayangiku”. Ucapnya dalam hati, dengan air mata yang mengalir deras.
“Alphin...?”, panggail ayahnya dari luar kamar sembari mengetuk pintu kamar Alphin yang dikunci.            Alphin  tidak membuka pintu kamarnya.
Merasa tidak dihiraukan ayahnya meninggalakan kamar dan hanya berpesan” Alphin jangan lupa minum obatmu, ayah pergi dulu”, Kata anyahnya. Di dalam kamar Alphin hanya menangis pilu dan berbaring di tempat tidur.
Keesokan harinya, Alphin merasa tubuhnya semakin lemah. Sepanjang pagi ia hanya batuk-batuk tanpa henti. Ayahnya mendengar akan hal itu, dan meminta Alphin untuk keluar dari kamar. Alphin pun keluar dari kamarnya.
“Kamu kenapa? Dari tadi ayah dengar batuk-batuk terus, tanya ayahnya.
“Alphin gak papa yah, cuma batuk biasa aja”, balasnya.
“Kamu siap-siap, ayah bawa kamu ke dokter”.
“Gak usah yah, Alphin cuma batuk biasa”.
“ Sudah..tidak usah ngeyel kalau dibilangin”.
            Alphin dan ayahnya pun berangkat, menuju rumah sakit. Setibanya di sana dokter yang biasa menagani Alphin tidak ada. Alphin dan ayahnya pun memutuskan pulang dan kembali esok hari. Diperjalanan pulang, Alphin mendekap tubuh ayahnya dengan sangat erat,  dan tidak mau melepaskannya. Seolah-olah ia tidak mau  kehilangan peristiwa ini. Ayahnya pun merasa heran, dan bertanya kepada Alphin.
            “Phin, kamu kenapa? Kok peluk ayah sampai begitu eratnya”.
“ Alphin cuma  senang ayah, keiginan Alpin untuk jalan-jalan dan memeluk ayah sudah tercapai”, dengan senyum yang sumringah Alphin menjawab.
“Ah.. kamu ini ada-ada aja phin, tutur ayahnya dengan sedikit merasa bersalah karena tidak pernah merawat Alphin.
“ Ayah sayangkan sama Alphin? Ayah banggakan punya anak seperti Alphin”.
“ Kamu ini, Ya ayah sayang dan bangga punya anak seperti kamu”.
            Keduanya pun berbincang-bincang disepanjang perjalanan menuju rumah, dengan Alphin yang tetap memeluk erat ayahnya. Setibanya di rumah Alphin pun masuk ke kamar dan istirahat.  Dan itengah malam, Alphin merasa sangat kesakitan dan  merasa sesak didadanya, ia mengetuk kamar ayahnya dengan suara lirih.
“Ayah..ayah.. tolong keluar sebentar ayah?”.  Ayahnya pun keluar dari kamar bersama ibu tirinya.
“Ia phin, ada apa?”.
“Ayah temenin Alphin tidur ya, satu malam ini aja ya yah???”, pintanya dengan penuh harap.
“ Ya sudah kamu kembali ke kamar nanti ayah datang”.
Ketika ayah hendak pergi ke kamar Alphin, ibu tirinya berkata.
“ Sudah biarkan dia istirahat, dia cuma  manja saja dengan penyakitnya, nanti aku berikan obat. Ayah istirahat saja, besokkan ayah kerjanya lembur, bujuk ibu tirinya”.
“Tapikan buk, gak papa hanya kali ini saja buk”
“Tidak usah pak nanti Alphin tambah manja, bapak istirahat saja ya”.
            “ Ya sudah, nanti tolong ibuk rawat dia.”
            Ibunya pun masuk ke kamar Alphin.”Alphin ini obatnya di minum, ayahmu besok lembur, jadi ibu minta kamu biarkan ayahmu istirahat, gak usah manja. Tidurlah..besok pagi ibu akan temani kamu bertemu dokter. Ibunya keluar dari kamar.
            Alphin pun merasa sangat terluka, permintaan kecil yang dia ajukan kepada ayahnya tidak dipedulikan. Di temani hujan yang deras, Alphin pun duduk di dekat jendela. Ia tak tidur semalaman.. Alphin hanya menangis dan di dalam hatinya ia berkata” Ya tuhan jika di dunia ini aku tidak dapat bertemu dengan ibuku dan merasakan kasih sayang dari ayahku, tolong wujudkan impiananku bersama mereka di duniamu yang lain. Aku mohon Tuhan” pinta Alphin dengan menangis sekuat-kuatnya.
            Keesokan harinya, ayahnya pun datang kekamar Alphin. Disana terlihat Alphin yang sedang duduk dekat jendela. Ayah pun memanggil Alphin dan meminta Alphin bersiap-siap untuk pergi ke dokter. Tetapi ayahnya merasa heran karena Alphin tidak merespon apa yang disampaikan ayahnya.
            Ayahnya pun mendekati Alphin, ia lihat Alphin sedang tertidur didekat jendela. Dalam hati ayah menggumam, “ astaga... anak ini ada-ada saja, tidur kok dekat jendela”. Dan ketika ayahnya hendak membalikkan badan Alphin, tiba-tiba... Buarrr.... cairan darah keluar dari mulut Alphin.  Dengan kuat ayahnya berteriak“ Allahu Akbar.. Allahu Akbar...Alphin...”kenapa kamu nak..... Ia menggendong anaknya yang terbujur layu dan bersimbah darah di mulut. Ya kini Alphin sudah pergi untuk selamanya. Ia meninggalkan kepedihan dan kesakitan yang dia alami selama hidupnya. Sekarang lelaki paruh baya itu hanya bisa menangis sejadi-jadinya dan memeluk erat anaknya yang sudah tidak bernyawa. Hanya ada kesedihan dan rasa penyesalan yang menyiksa seumur hidupnya karena sudah menyianyiakan anak yang selalu menghormatinya.     
            Kini Alphin beristirahat dengan tenang. Diwajahnya yang polos menggambarkan kebahagiaan. Seolah-olah penderitaan yang di alaminya sepanjang hidup sudah hilang. Yang tersisa kenangan terakhir saat Alphin memeluk ayahnya dengan sangat erat. Hanya penyesalan yang tersisa, karena lelaki paruh baya itu telah menyianyiakan waktu untuk mengungkapkan kasih sayang kepada anaknya Alphin.





0 komentar:

Post a Comment