ADVOKAT SYARI’AH PELUANG DAN TANTANGAN
Oleh Muhammad Julijanto(*
Abtsarak
Kebutuhan akan jasa advokat semakin meningkat.
Kasus-kasus hukum yang dahulunya tidak pernah ada penindakan kini terungkap
satu-persatu secara transparan di hadapan publik. Indonesia sebagai Negara
hukum, menempatkan hukum sebagai garda terdepan dalam menciptakan keadilan
dalam masyarakat, tanpa kesadaran dan good will pemangku kepentingan
(stakeholders), cita-cita Negara hukum tidak akan tercapai, tentunya untuk
mendukung terwujudnya nilai-nilai keadilan dalam masyarakat dibutuhkan
lembaga-lembaga yang bertugas melaksanakan dan menjaga terlaksananya tertib
sosial, dan di antaranya adalah empat komponen penjaga dan penegak hukum di
Republik Indonesia, antara lain adalah; hakim, polisi, jaksa dan advokat.
Seiring dengan diundangkannya UU Nomor 18 Tahun 2003 semakin membuka peluang
sarjana syari’ah untuk berkiprah dalam dunia advokasi baik non litigasi maupun
litigasi. Maka dibutuhkan desain pendidikan di Fakultas Syariah di lingkungan
PTAI yang menyelenggarakan pendidikan kesyariahan atau hukum secara umum,
ditantang agar memperkuat basik kurikulum dalam rangka merespon dinamika sistem
hukum dan sistem ketatanegaraan yang berkembang secara secepat. Sehingga
pendidikan hukum yang diselengarakan oleh PTAI mampu menjawab kebutuhan
penyediaan SDM bidang hukum yang berkualitas.
Kata kunci: Advokat syari’ah, negara hukum, UU 18
Tahun 2003, peluang dan tantangan
Pendahuluan
Sejak reformasi bergulir, kebutuhan akan jasa
pengacara atau advokat semakin meningkat. Kasus-kasus hukum yang dahulunya
tidak pernah ada penindakan kini satu-persatu terungkap secara transparan di
hadapan publik. Bahkan menyita perhatian publik yang luar biasa. Masyarakat
rindu akan penegakkan hukum yang adil dan memenuhi rasa keadilan yang tidak
hanya dari sisi legalitas hukum formal tetapi juga pada subtansi persoalan rasa
keadilan hukumnya.
Kasus pelanggaran hak asasi manusia, kasus korupsi, kasus kejahatan dan kriminal, bahkan kejahatan terorisme menghiasi pemberintaan di media massa. Hal tersebut membutuhkan jasa konsultan hukum, pengacara dan advokat yang bisa membela dan melindungi hak-hak kemanusian seseorang yang tersangkut masalah hukum semakin signifikan.
Kasus pelanggaran hak asasi manusia, kasus korupsi, kasus kejahatan dan kriminal, bahkan kejahatan terorisme menghiasi pemberintaan di media massa. Hal tersebut membutuhkan jasa konsultan hukum, pengacara dan advokat yang bisa membela dan melindungi hak-hak kemanusian seseorang yang tersangkut masalah hukum semakin signifikan.
Kasus korupsi Mantan Presiden Soeharto telah
mengangkat kedudukan dan peranan jasa advokat atau kuasa hukum yang mewakili
klien dalam menyelesaikan kasus hukumnya. Sejak saat itulah peranan advokat
menjadi sangat signifikan dalam penegakkan hukum di Indonesia.
Indonesia merupakan Negara yang berdasar atas hukum (rechtsstaat), hal ini dinyatakan dalam penjelasan UUD 1945 bahwa negara Indonesia adalah negara berdasarkan hukum bukan Negara yang berdasarkan atas kekuasaan. Sehingga segala kegiatan kenegaraan maupun kemasyarakatan hukum sebagai pengayom kepentingan masyarakat.
Sebagai Negara hukum, hukum sebagai garda terdepan dalam menciptakan keadilan dalam masyarakat, tanpa kesadaran dan good will pemangku kepentingan (stakeholders), cita-cita Negara hukum tidak akan tercapai, tentunya untuk mendukung terwujudnya nilai-nilai keadilan dalam masyarakat dibutuhkan lembaga-lembaga yang bertugas melaksanakan dan menjaga terlaksananya tertib sosial, dan di antaranya adalah empat komponen penjaga dan penegak hukum di Republik Indonesia, antara lain adalah; hakim, polisi, jaksa dan advokat .
Indonesia merupakan Negara yang berdasar atas hukum (rechtsstaat), hal ini dinyatakan dalam penjelasan UUD 1945 bahwa negara Indonesia adalah negara berdasarkan hukum bukan Negara yang berdasarkan atas kekuasaan. Sehingga segala kegiatan kenegaraan maupun kemasyarakatan hukum sebagai pengayom kepentingan masyarakat.
Sebagai Negara hukum, hukum sebagai garda terdepan dalam menciptakan keadilan dalam masyarakat, tanpa kesadaran dan good will pemangku kepentingan (stakeholders), cita-cita Negara hukum tidak akan tercapai, tentunya untuk mendukung terwujudnya nilai-nilai keadilan dalam masyarakat dibutuhkan lembaga-lembaga yang bertugas melaksanakan dan menjaga terlaksananya tertib sosial, dan di antaranya adalah empat komponen penjaga dan penegak hukum di Republik Indonesia, antara lain adalah; hakim, polisi, jaksa dan advokat .
Sehubungan dengan latar belakang di atas, artikel ini
akan mengulas sejauhmana peluang profesi advokat bagi alumni syari’ah? Apa saja
persyaratan menjadi advokat?
Berbagai
istilah advokat
Kata advokat bersal dari bahasa Latin advocare yang
berarti: to defend, to call to one’s aid, to vouch or to warrant. Sedangkan
dalam bahasa Inggris advocate, berarti:to speak in fovour of or defend by
argument, to support, indicate or recommend publicly. Sedangkan orang yang
berpofesi membela dikenal sebagai sebagai advocate, yang berarti: “One who
assist, defends or pleads for another. One who renders legal advice and aid and
pleads the cause of anather before a court or a tribunal, a counselor. A person
learned in the law and duly admitted to practice, who assists his with advice
and pleads for him in open court. An assistant, adviser, a pleader of causes” .
Embrio keadvokatan di Indonesia sudah tumbuh sejak penjajahan Belanda. Wujud keindonesiaannya baru lahir setelah Belanda meninggalkan Indonesia atau sesudah Indonesia merdeka di tahun 1945.
Embrio keadvokatan di Indonesia sudah tumbuh sejak penjajahan Belanda. Wujud keindonesiaannya baru lahir setelah Belanda meninggalkan Indonesia atau sesudah Indonesia merdeka di tahun 1945.
Sejak berlakunya UU Nomor 18 Tahun 2003 tentang
advokat, sebutan bagi seseorang yang berprofesi memberikan bantuan hukum secara
swasta – yang semula terdiri dari berbagai sebutan, seperti advokat, pengacara,
konsultan hukum, penasihat hukum – adalah advokat.
Kedua istilah ini sebenarnya bermakna sama, walaupun ada beberapa pendapat yang menyatakan berbeda. Sebelum berlakunya UU Nomor 18 Tahun 2003, istilah untuk pembela keadilan plat hitam ini sangat beragam, mulai dari istilah pengacara, penasihat hukum, konsultan hukum, advokat dan lainnya. Pengacara sesuai dengan kata-kata secara harfiah dapat diartikan sebagai orang yang beracara, yang berarti individu, baik yang tergabung dalam suatu kantor secara bersama-sama atau secara individual yang menjalankan profesi sebagai penegak hukum plat hitam di pengadilan. Sementara advokat dapat bergerak dalam pengadilan, maupun bertindak sebagai konsultan dalam masalah hukum, baik pidana maupun perdata. Sejak diundangkannya UU Nomor 18 Tahun 2003, maka istilah-istilah tersebut distandarisasi menjadi advokat saja .
Kedua istilah ini sebenarnya bermakna sama, walaupun ada beberapa pendapat yang menyatakan berbeda. Sebelum berlakunya UU Nomor 18 Tahun 2003, istilah untuk pembela keadilan plat hitam ini sangat beragam, mulai dari istilah pengacara, penasihat hukum, konsultan hukum, advokat dan lainnya. Pengacara sesuai dengan kata-kata secara harfiah dapat diartikan sebagai orang yang beracara, yang berarti individu, baik yang tergabung dalam suatu kantor secara bersama-sama atau secara individual yang menjalankan profesi sebagai penegak hukum plat hitam di pengadilan. Sementara advokat dapat bergerak dalam pengadilan, maupun bertindak sebagai konsultan dalam masalah hukum, baik pidana maupun perdata. Sejak diundangkannya UU Nomor 18 Tahun 2003, maka istilah-istilah tersebut distandarisasi menjadi advokat saja .
Dahulu yang membedakan keduanya yaitu Advokat adalah
seseorang yang memegang izin ber”acara” di Pengadilan berdasarkan Surat
Keputusan Menteri Kehakiman serta mempunyai wilayah untuk “beracara” di seluruh
wilayah Republik Indonesia sedangkan Pengacara Praktek adalah seseorang yang memegang
izin praktek / beracara berdasarkan Surat Keputusan Pengadilan Tinggi setempat
dimana wilayah beracaranya adalah “hanya” diwilayah Pengadilan Tinggi yang
mengeluarkan izin praktek tersebut. Setelah UU No. 18 Tahun 2003 berlaku maka
yang berwenang untuk mengangkat seseorang menjadi Advokat adalah Organisasi
Advokat.
Konsultan hukum atau dalam bahasa Inggris counselor at
law atau legal consultant adalah orang yang berprofesi memberikan pelayanan
jasa hukum dalam bentuk konsultasi, dalam sistem hukum yang berlaku di negara
masing-masing. Untuk di Indonesia, sejak UU Nomor 18 Tahun 2003 berlaku, semua
istilah mengenai konsultan hukum, pengacara, penasihat hukum dan lainnya yang
berada dalam ruang lingkup pemberian jasa hukum telah distandarisasi menjadi
advokat.
Dalam konteks Indonesia disinyalir bahwa masih adanya
kekurangan profesi advokat atau pengacara, jika dibandingkan dengan Negara
lain, dimana jumlah advokat/pengacara di Indonesia menurut catatan Ahmad-Taylor
jumlah advokat yang tedaftar di pemerintah Indonesia hanya 1.200 orang
(bandingkan dengan 193 juta penduduk Indonesia) . Walaupun ada perkiraan lain
yang menyatakan bahwa jumlah keseluruhan yang berpraktek sekitar 5.000 orang,
angka ini masih jauh dari nilai ideal yang memadai ditetapkan oleh konvensi
tahunan American Bar Association . Di Kamboja berpenduduk 10 juta jiwa ada 50
advokat. Di Amerika berpenduduk 225 juta jiwa mempunyai 750.000 advokat .
Sedangkan pada tahun 1996 menurut catatan Harian Umum
Bernas, jumlah advokat di Indonesia masih sedikit sekitar 10.000 orang. Antara
jumlah advokat/pengacara yang ada dengan jumlah penduduk Indonesia
perbandingannya 1: 200.000. Pada hal di Singapura perbandingannya satu advokat
melayani 2.000 penduduk . Bandingkan di Amerika Serikat terdapat 750.000
lawyers yang tergabung dalam ABA (Amerika Bar Association) dari jumlah penduduk
225.000.000 jiwa .
Perhimpunan Advokat Indonesia (PERADI) mengadakan Ujian Profesi Advokat (UPA) yang diselenggarakan 4 Februari 2006 jumlah peserta 6.457 lulus 1.944, UPA pada tanggal 9 September 2006 dengan jumlah peserta 3.404 lulus 593 dan UPA 8 Desember 2007 jumlah peserta 5.473 lulus 1.659 advokat baru .
Perhimpunan Advokat Indonesia (PERADI) mengadakan Ujian Profesi Advokat (UPA) yang diselenggarakan 4 Februari 2006 jumlah peserta 6.457 lulus 1.944, UPA pada tanggal 9 September 2006 dengan jumlah peserta 3.404 lulus 593 dan UPA 8 Desember 2007 jumlah peserta 5.473 lulus 1.659 advokat baru .
Tahun 2007 advokat Peradi yang dilantik 1.400 dan
tahun 2008 sebanyak 1.300. sedangkan tahun 2009 ada 2.666 advokat baru belum
dilantik disebabkan adanya konflik antara dua organisasi advokat Peradi dan
Konggres Advokat Indonesia (KAI) .
Surat Edaran Mahkamah Agung No. 1 Tahun 2007 yang mengintruksikan pada Ketua Pengadilan Tinggi di seluruh Indonesia untuk mengambil sumpah advokat baru hasil didikan dan ujian Peradi. Berdasarkan Pasal 4 (1) UU Nomor 18 Tahun 2003 tentang advokat mengharuskan advokat baru dilantik dan disumpah pada sidang terbuka yang dipimpin ketua Pengadilan Tinggi tempatnya berdomisili.
Praktis dengan demikian dinamika perkembangan hukum dan tegaknya nilai-nilai kebenaran serta keadilan juga ditentukan oleh peranan, kualitas dan kuantitas advokat sebagai profesi hukum, salah satu pilar penegak hukum.
Surat Edaran Mahkamah Agung No. 1 Tahun 2007 yang mengintruksikan pada Ketua Pengadilan Tinggi di seluruh Indonesia untuk mengambil sumpah advokat baru hasil didikan dan ujian Peradi. Berdasarkan Pasal 4 (1) UU Nomor 18 Tahun 2003 tentang advokat mengharuskan advokat baru dilantik dan disumpah pada sidang terbuka yang dipimpin ketua Pengadilan Tinggi tempatnya berdomisili.
Praktis dengan demikian dinamika perkembangan hukum dan tegaknya nilai-nilai kebenaran serta keadilan juga ditentukan oleh peranan, kualitas dan kuantitas advokat sebagai profesi hukum, salah satu pilar penegak hukum.
Masuknya
Sarjana Syari’ah Menjadi Advokat Adalah Perjuangan Politik.
Dunia hukum Indonesia dihebohkan dengan masuknya
sarjana syari’ah menjadi salah satu syarat jadi advokat, dimana dipersepsikan
sarjana syari’ah bukan sarjana hukum, yang kemampuan dan kompetensi masih
diragukan sebagai ahli hukum. Namun seiring dengan dinamika demokratisasi yang
ada di Indonesia peluang tersebut sekaligus sebagai tantangan bagi sarjana
syari’ah untuk membuktikan kompetensinya dalam bidang hukum nasional maupun
hukum Islam yang menjadi kompetensi atau core bisnisnya.
Dimana dalam sejarah profesi hukum sarjana syari’ah
hanya mempunyai kapling sebagai hakim di pengadilan agama. Sementara seiring
dengan peminat dan alumni sarjana syari’ah yang semakin banyak, maka perjuangan
politik melalui Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Mahkamah Agung, Lembaga Bantuan
Hukum, dan Fakultas Syari’ah serta Asosiasi Pengacara Syari’ah Indonesia (APSI)
memasukkan salah satu syarat sebagai advokat adalah sarjana hukum dan sarjana
syari’ah. Dengan demikian akomodasi Undang-Undang Advokat memasukkan sarjana
syari’ah sebagai advokat membawa perubahan besar dalam dunia hukum Indonesia.
Peran sarjana syariah semakin mendapatkan tempat dalam
mengisi kekosongan advokat syariah yang fokus pada keahlian dalam hukum-hukum
syari’ah. Apalagi dengan system ekonomi syari’ah yang semakin popular di mata
public Indonesia membawa perluasan kompetensi Peradilan Agama menyelesaikan
sengketa ekonomi syari’ah.
Pada awalnya para wakil rakyat di Senayan merevisi UU
No. 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama. Lalu lahirlah UU No. 3 Tahun 2006.
Dengan UU Peradilan Agama yang baru ini, ada banyak hal yang berubah. Namun
perubahan yang paling mencolok terjadi pada Pasal 49. Dengan pasal itu, sejak
Maret 2006 lalu, Peradilan Agama punya garapan baru berupa penyelesaian
sengketa ekonomi syariah .
Sengketa di bidang ekonomi syariah diprediksi bakal
ramai di kemudian hari. Ekonomi syariah selalu dipandang berbeda dengan ekonomi
konvensional, namun keduanya toh selalu berkaitan dengan kontrak (perjanjian).
Para pihak yang terlibat berkemungkinan mencederai apa yang sudah mereka
sepakati. Karena itu, selain diperlukan SDM yang mumpuni, diperlukan juga hukum
materiil yang bisa dipakai untuk menyelesaikan sengketa ekonomi syariah di meja
hijau.
Dalam tradisi umat Islam profesi advokat kurang atau
tidak dikenal. Hal ini mengingat sulitnya mencari literatur atau kitab kuning
yang memberi gambaran peran dan fungsi advokat. Dalam bahasa Arab advokat
mempunyai beberapa istilah al muhaami atau al wakili? .
Advokat sebagai unsur penegak hukum dan keadilan
sangat diperlukan. Ajaran Islam mewajibkan semua individu untuk berlaku adil
dan turut ambil bagian dalam upaya penegakkan hukum dan keadilan. Dalam konteks
ini, maka menjadi advokat hukumnya menjadi wajib, atau setidaknya wajib
kifayah.
Perjuangan
Politik UU Advokat
Masuknya klausul sarjana syari’ah sebagai advokat
merupakan perjuangan politik yang melelahkan. Karena harus meyakinkan berbagai
pihak terutama para ahli hukum yang berlum familier dengan sebutan sarjana
hukum Islam atau sarjana syari’ah, karena dianggap sarjana syari’ah bukanlah
ahli hukum, hanya sebatas mempunyai pengetahuan hukum Islam an sich. Pandangan
inilah yang menyebabkan dikotomi dalam system pendidikan kita dimana yang
berada di bawah naungan Departemen Agama dan Departemen Pendidikan Nasional.
Sementara hak-hak yang diberikan tidak sama. Untuk merubah pemahaman dan
pengertian tentang keberadaan sarjana syari’ah yang sejajar dan mempunyai
kompetensi yang sama dengan sarjana hukum umum mempunyai konsekwensi yang
tersendiri bagi sarjana syari’ah untuk berbenah diri. Terutama dari lembaga
pendidikan tinggi syari’ah agar mengacu pada kurikulum yang memadai sebagai
pembekalan sarjananya, sehingga kompetensinya tidak diragukan oleh siapa saja.
Usaha yang dilakukan oleh Asosiasi Pengacara Syari’ah
Indonesia (APSI) meyakinkan pengusul draf UU Advokat membuahkan hasil.
Profesi advokat berlaku umum, universal, standarnya
harus tamatan fakultas hukum yang mempelajari ilmu hukum secara umum,
prinsip-prinsip hukum yang berlaku umum, the general principles of law, ada
filsafatnya, ada metodenya, yang tidak bisa disamakan dengan satu ilmu hukum
yang khusus dari satu komunitas. Ilmu hukum Islam hanya berlaku dalam komunitas
Islam. Bagaimana mau diberlakukan buat advokat? Orang yang tamat dari sana hanya
bisa bersidang di pengadilan agama (PA), menjadi penasehat hukum di sana,
karena di situ memang berlaku hukum Islam. Tidak mungkin dia menjalankan
profesi di pengadilan umum yang dia tidak pernah mempelajari ilmunya. Bagaimana
dia mau membela perkara pidana, perdata, bisnis, perbankan, asuransi, bursa
efek, hukum internasional, hukum kepailitan, kalau tidak mengerti? Akibatnya
bisa menurunkan mutu profesi yang bertolak belakang dengan maksud dibuatnya UU
Advokat yang justru mau mengangkat dan melindungi profesi advokat. Ini
keberatan saya .
RUU advokat akhirnya disahkan menjadi UU Advokat 6
Maret 2003 setelah melalui serangkai loby yang sangat ketat karena masuknya
beberapa pasal yang berhubungan dengan keberadan sarjana syari’ah. UU Advokat
menjadi tonggak penting dalam perjuangan untuk memperkokoh peran dan fungsi
advokat dalam system peradilan di Indonesia, dan salah satu pilar penyangga
dari tegaknya system peradilan yang fair (fair trial) dari unsur Negara hukum
yang demokratis . Peradilan yang bebas dan tidak memihak hanya dapat diwujudkan
jika proses peradilan atau jalannya pemeriksaan berjalan dengan wajar (the due
process of law), berimbang, jujur, obyektif dan adil. Semua nilai-nilai itu
hanya bisa ditegakkan jika ketiga pilar peradilan, officers of the court
(pejabat peradilan) yaitu hakim, jaksa dan advokat masing-masing semuanya
berfungsi dengan baik sesuai dengan tugas dan kewajibannya masing-masing tanpa
intervensi atau campur tangan dari pihak manapun, khususnya penguasa.
Peluang
dan Penguatan Kurikulum Fakultas Syari’ah
Syarat untuk dapat diangkat menjadi advokat adalah
sarjana hukum dan sarjana syari’ah yang telah lulus ujian advokat yang
diselenggarakan oleh organisasi advokat. Sekal lahirnya UU Nomor 18 Tahun 2003
telah mengangkat derajat dan martbat advokat sebagai penegak hukum dalam
profesi terhormat (officium nabile), setara dengan penegak hukum lainnya
(hakim, jaksa dan polisi), bebas madnri yang dijamin oleh hukum dan peraturan
perundag-undangan.
Oleh karena status yang mulia tersebut, maka syarat
untuk menjadi advokat harus memenuhi ketenuan dan syarat-syarat sebagai
berikut: berlatar belakang pendidikan hukum dan setelah mengikuti pendidikan
khusus profesi advokat, warga negara Indonesia (WNI) dan bertempat tinggal di
Indonesia, tidak pegawai negeri sipil atau pejabat negara, berusia
sekurang-kurangnya 25 tahun, magang sekurang-kurangnya 2 tahun, tidak pernah
dipidana, berkelakuan baik, jujur, bertangung jawab, adil, dan mempunyai
integritas yang tinggi, dan lulus ujian. Sebelum menjalankan profesinya advokat
wajib di sumpah.
Awal tahun 2000 dikatakan sebagai Tahun kebangkitan
Advokat Indonesia. Adalah dengan dibentuknya Komite Kerja Advokat Indonesia
yang disingkat KKAI oleh tujuh organisasi advokat antara lain Ikatan Advokat
Indonesia (IKADIN), Asosiasi Advokat Indonesia (AAI), Ikatan Penasehat Hukum
Indonesia (IPHI), Himpunan Advokat dan Pengacara Indonesia (HAPI), Serikat
Pengacara Indonesia (SPI), Asosiasi Konsultan Hukum Indonesia (AKHI), dan
Himpunan Konsultan Hukum Pasar Modal (HKHPM). KKAI ini dentuk dalam rangka
menyelenggarakan ujian advokat dan mengawal pembahasan RUU Advokat .
Dimana organisasi advokat mempunyai tugas dan
kewenangan sebagai berikut: melakukan rekrutmen dan pendidikan (pasal 2 ayat
1); penyelenggara magang (pasal 3 huruf g); melaksanakan ujian (pasal 3 huruf
f); mengangkat advokat (pasal 2 ayat 2); melakukan pengawasan (pasal 12);
mengadili, memberi sanksi sampai memberhentikan seorang advokat (pasal 9);
merekomendasi advokat asing (pasal 23); menyusun kode etik profesi (pasal 26,
29); membentuk komisi pengawas (pasal 13); membentuk dewan kehormatan (pasal
27); membuat buku daftar anggota (pasal 29 ayat 2); menetapkan kantor advokat
yang berhak (pasal 29 ayat 5, 6 UU No. 18 Tahun 2003).
Pada tanggal 21 Desember 2004 delapan organisasi
advokat yang bergabung dalam KKAI termasuk Asosiasi Pengacara Syari’ah
Indonesia (APSI), telah mendeklarasikan berdirinya perhimpunan advokat
Indonesia (PERADI) sebagai satu-satunya organisasi advokat yang dibentuk
berdasarkan Undang-Undang. Sedangkan Akta Pernyataan Pendirian Peradi baru
dilakukan pada tanggal 8 September 2005 di hadapan Notaris Buntario Tigris, SH,
SE, MH di Jakarta, dimana 8 organisasi dinyatakan sebagai organisasi pendiri
Peradi. Peradi bercorak semi federasi, tidak menghapus keberadaan organisasi
advokat yang sudah ada.
Sejak berdirinya Peradi, maka semua wewenang untuk melaksanakan undang-undang advokat, mulai dari Pendidikan Khusus Profesi Advokat (PKPA), ujian, magang, pengangkatan, pembinaan, dan pengawasan advokat berada di tangan peradi.
Sejak berdirinya Peradi, maka semua wewenang untuk melaksanakan undang-undang advokat, mulai dari Pendidikan Khusus Profesi Advokat (PKPA), ujian, magang, pengangkatan, pembinaan, dan pengawasan advokat berada di tangan peradi.
Peradi sebagai organisasi profesional yang Independen.
Seiring dinamika organisasi Peradi yang dibentuk 8 organisasi advokat seharusnya dibentuk oleh para advokat Indonesia dalam suatu forum yang demokratis dan representatif (munas atau Kongres Nasional). Banyak yang tidak puas dengan kinerja pengurus Peradi yang lambat dan tidak transparan. Dalam catatan Nur Khoirin YD Sekjen DPP ASPI “Sebenarnya waktu itu 8 organisasi advokat hanya memberi mandate kepada pengurus Peradi semntara selama 2 tahun untuk menyelenggarakan kongres advokat. Tetapi oleh beberapa pengurus ternyata menjadikannya permanent, dan baru akan kongres tahun 2010.
Seiring dinamika organisasi Peradi yang dibentuk 8 organisasi advokat seharusnya dibentuk oleh para advokat Indonesia dalam suatu forum yang demokratis dan representatif (munas atau Kongres Nasional). Banyak yang tidak puas dengan kinerja pengurus Peradi yang lambat dan tidak transparan. Dalam catatan Nur Khoirin YD Sekjen DPP ASPI “Sebenarnya waktu itu 8 organisasi advokat hanya memberi mandate kepada pengurus Peradi semntara selama 2 tahun untuk menyelenggarakan kongres advokat. Tetapi oleh beberapa pengurus ternyata menjadikannya permanent, dan baru akan kongres tahun 2010.
Beberapa pengurus Peradi dan pimpinan organisasi
advokat pendiri Peradi merasa dibohongi tanggal 20 Juli 2007 di Hotel Manhattan
Jakarta, Forum Advokat Indonesia yang terdiri dari 4 organisasi pendiri Peradi
(IKADIN, IPHI, APSI dan HAPI) membuat kesepakatan penting, antara lain: sepakat
menyelenggarakan Kongres Advokat Indonesia dalam waktu yang sesingkat-singkatnya;
sepakat menarik dukungan/menarik diri dari keanggotaan Peradi; sepakat
membentuk Panitia Ad Hoc Kongres Advokat Indonesia dalam waktu paling lama 30
hari sejak deklarasi ini dibuat.
Kongres Advokat Indonesia (KAI) I dilaksanakan pada Tanggal 30-31 Mei 2008 di Gedung Balai Sudirman Jl. Saharjo Tebet Jakarta Selatan. Dihadiri 5000 lebih advokat dari seluruh wilayah Indonesia. Hasilnya semua peserta secara aklamasi sepakat membentuk wadah tunggal advokat Indonesia yang diberi nama Kongres Advokat Indonesia (KAI). Sedangkan APSI secara kelembagaan memberikan kebebasan kepada para anggotanya untuk bergabung ke organisasi advokat yang mereka pilih. Kartu advokat KAI diakui di semua lingkungan peradilan di samping kartu Peradi.
Hingga kini konflik organisasi advokat antara Kongres Advokat Indonesia (KAI) dan Perhimpunan Advokat Indonesia (PERADI) belum ada kata sepakat. Masing-masing menyenggarakan ujian advokat dan menyelenggarakan magang bagi calon advokat baru sebelum dilantik oleh Mahkamah Agung Repebulik Indonesia.
Kongres Advokat Indonesia (KAI) I dilaksanakan pada Tanggal 30-31 Mei 2008 di Gedung Balai Sudirman Jl. Saharjo Tebet Jakarta Selatan. Dihadiri 5000 lebih advokat dari seluruh wilayah Indonesia. Hasilnya semua peserta secara aklamasi sepakat membentuk wadah tunggal advokat Indonesia yang diberi nama Kongres Advokat Indonesia (KAI). Sedangkan APSI secara kelembagaan memberikan kebebasan kepada para anggotanya untuk bergabung ke organisasi advokat yang mereka pilih. Kartu advokat KAI diakui di semua lingkungan peradilan di samping kartu Peradi.
Hingga kini konflik organisasi advokat antara Kongres Advokat Indonesia (KAI) dan Perhimpunan Advokat Indonesia (PERADI) belum ada kata sepakat. Masing-masing menyenggarakan ujian advokat dan menyelenggarakan magang bagi calon advokat baru sebelum dilantik oleh Mahkamah Agung Repebulik Indonesia.
Beberapa factor yang seyogyanya dimiliki oleh advokat:
pertama, mempunyai wawasan yang luas. Dengan wawasan yang luas advokat akan
bisa melihat fungsi hukum, antara lain, bahwa hukum harus bisa meng-engineer
masyarakat atau membentuk masyarakat ideal. Kedua, memiliki kemampuan teknis
yang teruji. “janganlah seorang advokat mempelajari peraturan dan tata cara
penyelesaian suatu kasus setelah kasusnya ada di hadapannya, nah, ini namanya
advokat yang belum jadi”, kata Luhut M.P Pangaribuan. Ketiga, advokat haruslah
memiliki kepekaan terhadap nilai-nilai dan moral yang terdapat pada masyarakat
dan juga terhadap dinamika masyarakat. Keempat, seorang advokat haruslah
memiliki keberanian.
Perlu adanya penguatan kurikulum pada fakultas hukum
maupun fakultas syari’ah dalam bidang keadvokatan yang dapat dikemas dengan
muatan yang berisi kode etik profesi hukum, seperti kode etik hakim, kode etik
advokat , kode etik jaksa dan kode etik polisi.
Kesimpulan
Pertama peran advokat sangat signifikan dalam
penegakkan hukum. Sebab dengan adanya advokat dalam membela klien sidang di
peradilan akan lebih adil dan dapat sebagai kontrol terhadap pemberlakuan hukum
acara.
Kedua, peluang sarjana syari’ah dalam dunia advokasi
semakin terbuka dengan diundangkannya UU Nomor 18 Tahun 2003.
Ketiga, almuni syari’ah perlu mendapat bekal keilmuan
yang lebih mendalam, jika orientasi ling and Macht menuju pada profesi advokat.
Sakalipun ilmu profesi hukum relatif sama, tetapi dalam kasus tertentu perlu
adanya penguatan kurikulum, sehingga alumni syariah bisa mengisi kekosongan
peluang profesi hukum.
DAFTAR
PUSTAKA
Adnan Buyung Nasution, Pergulatan Tanpa Henti Pahit
Getir Merintis Demokrasi, Jakarta: Aksara Karunia, 2004
Aris Bintania, Dilema Kuasa Hukum dalam Upaya Mendamaikan Perkara Perceraian di Pengadilan Agama Analisis Peraturan Perundang-Undangan, Jurnal Al-Ahkam Vol. 4. No. 1 (Maret 2006), hlm 49-62.
Buletin PERADI edisi kedua Th I Agustus 2008, hlm. 16.
Frans Hendra Winata, advokat Indonesia Citra, Idealisme dan Keprihatinan, Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1995.
Aris Bintania, Dilema Kuasa Hukum dalam Upaya Mendamaikan Perkara Perceraian di Pengadilan Agama Analisis Peraturan Perundang-Undangan, Jurnal Al-Ahkam Vol. 4. No. 1 (Maret 2006), hlm 49-62.
Buletin PERADI edisi kedua Th I Agustus 2008, hlm. 16.
Frans Hendra Winata, advokat Indonesia Citra, Idealisme dan Keprihatinan, Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1995.
Harian Umum Bernas, 21 Oktober 1996.
Kompas, 25 Juli 2009, hlm. 4.
Mohammad Atho Mudzhar, Fatwa-Fatwa Majelis Ulama Indonesia (Studi Tentang Pemikiran Hukum Islam di Indonesia 1975-1988), Jakarta: INIS, 1990
Muhammad Julijanto, Peran Kuasa Hukum Atau Pengacara Dalam Memberlakukan Hukum Acara Di Peradilan Agama Sebelum dan Setelah Berlakuknya Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989, Sekripsi Program Studi Peradilan Agama Jurusan Syari’ah Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Surakarta, 1997.
New York Times, 21 Oktober 1994
Nur Kkoirin YD, Fungsi dan Peran Organisasi Advokat di Indonesia, Poin-Poin disampaikan dalam Worshop Advokat bagi Mahasiswa Syari’ah diselenggarakan oleh Jurusan Syari’ah STAIN Surakarta, tanggal 24 s/d 25 Maret 2009, di Surakarta
Ropaun Rambe, Tehnik Praktek Advokat, Jakarta: Grasindo, 2003
Sitong Silaban, Advokat Muda Indonesia Dialog tentang Hukum, Politik, Keadilan, Hak Asasi Manusia, Profesionalisme Advokat dan Liku-Liku Keadvokatan, oleh Sitong Silaban, Aldentua Siringoringo, Susy Mahyuniarni Devianty Cet.i.– Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1992.
Tim ICCE UIN Jakarta, Pendidikan Kewargaan (Civic Education): Demokrasi, Hak Asasi Manusia dan Masyarakat Madani, Jakarta: Prenada Media, 2003 Edisi Revisi
Kompas, 25 Juli 2009, hlm. 4.
Mohammad Atho Mudzhar, Fatwa-Fatwa Majelis Ulama Indonesia (Studi Tentang Pemikiran Hukum Islam di Indonesia 1975-1988), Jakarta: INIS, 1990
Muhammad Julijanto, Peran Kuasa Hukum Atau Pengacara Dalam Memberlakukan Hukum Acara Di Peradilan Agama Sebelum dan Setelah Berlakuknya Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989, Sekripsi Program Studi Peradilan Agama Jurusan Syari’ah Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Surakarta, 1997.
New York Times, 21 Oktober 1994
Nur Kkoirin YD, Fungsi dan Peran Organisasi Advokat di Indonesia, Poin-Poin disampaikan dalam Worshop Advokat bagi Mahasiswa Syari’ah diselenggarakan oleh Jurusan Syari’ah STAIN Surakarta, tanggal 24 s/d 25 Maret 2009, di Surakarta
Ropaun Rambe, Tehnik Praktek Advokat, Jakarta: Grasindo, 2003
Sitong Silaban, Advokat Muda Indonesia Dialog tentang Hukum, Politik, Keadilan, Hak Asasi Manusia, Profesionalisme Advokat dan Liku-Liku Keadvokatan, oleh Sitong Silaban, Aldentua Siringoringo, Susy Mahyuniarni Devianty Cet.i.– Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1992.
Tim ICCE UIN Jakarta, Pendidikan Kewargaan (Civic Education): Demokrasi, Hak Asasi Manusia dan Masyarakat Madani, Jakarta: Prenada Media, 2003 Edisi Revisi
0 komentar:
Post a Comment