Oleh;Nur
Laili Khoiriyah
NIM : 122111107
STUDI
PEMIKIRAN M. QURAISH SHIHAB TENTANG AHL- AL-KITAB DAN IMPLIKASINYA
TERHADAP PERNIKAHAN BEDA AGAMA DI INDONESIA
A.
Latar Belakang Masalah
Al-Qur’an
sebagai kitab suci umat Islam adalah merupakan firman Allah SWT yang diturunkan
kepada Nabi Muhammad SAW dengan perantara malaikat Jibril, sebagai pedoman
hidup bagi umat manusia dalam menata kehidupan agar mereka memperoleh
kebahagiaan laahir dan batin di dunia dan akhirat kelak.[1]
Sementara
al-Qur’an sendiri banyak ditawarkan tema-tema yang bersifat global dan
universal. Karena itu, harus ada penelitian dan interpretasi secara mendalam
dan mendetail, meningat pembicaraan al-Qur’an terhadap suatu masalah secara
unik tidak tersusun secara sistematik. Di samping itu, al-Qur’an jarang
menyajikan suatu masalah secara rinci dan detail. Pembicaran al-Qur’an terhadap
masalah pada umumnya bersifat global dan parsial serta seringkali menempatkan
masalah pada prinsip pokoknya saja.[2]
Meskipun demikian, bikan berarti hal tersebut mengurangi nilai-nilai yang
terdapat di dalamnya justru di sanalah letak keunikan daan keistimewaannya,
sehingga al-Qur’an menjadi suatu objek kajian tidak akan kering.
Konsep ahl
al-kitab ini merupakan salah satu masalah yang diungkap dalam al-Qur’an,
secara umum banyak diungkap dalam al-Qur’an yang masuk kategori golongan ahl
al-kitab adalah komunitas Yahudi dan Nasrani.[3]
Menurut mayoritas ulama pernikahan dengan ahl al-kitab diperbolehkan
dengan dalil firman Allah SWT, dalam ssurat al-Maidah 5: 5 pendapat tersebut
juga didukung oleh al-Thaba’thabai dan Mahmud Syaltut. Sedangkan menurut
Abdullah ibnu Umar, kelompok Syi’ah Imamiyah, al-Thabari, dan juga fatwa MUI
melarang pernikahan pria muslim dengan wanita ahl al-kitab. Namun dalam
penelitian ini penulis akan membahas pemikiran M. Quraish Shihab tentang ahl
al-kitab ia berpendapat bahwa yang dinamakan ahl al-kitab adalah
semua penganut Yahudi dan Nasrani kapan dan di manapun dan dari keturunan siapa
pun mereka, dan juga menurutnya bahwa dalam al-Qur’an terdapat ayat-ayat
tentang ahl al-kitab yang pembicaraannya sekitar sifat dan sikap positif
dan negatif diantaranya: sifat dan sikap ahl al-kitab terhadap kaum
Muslimin, keyakinaan ahl al-kitab yang tidak sama, serta ahl al-kitab
dalam agama sangat ekstrim.[4]sehingga
dari sifat dan sikap tersebut baik yang berbicara tentang kecaman dan sifat
negatif mereka tidak boleh diberlakukan secara umum karena al-Qur’an selalu
menggunakan redaksi Katsirun min ahl al-kitab. Dan ayat-ayat yang berisi
tentang sifat positif yakni yang berisi tentang pujian tersebut juga
diberlakukan secara umum karena banyak sekali daan pertentangan satu sama lain.[5]
Menurut M.
Quraish Shihab dari pertentangan dan perbedaan ayat-ayat tersebut maka hukum
pernikahan berbeda pula. Ia berpendapat bahwa pernikahan dengan ahl al-kitab
dipernolehkan dengan alasan bahwa dalam surat al-Maidah 5: 5 tentang
kebolehan menikahi wanita ahl al-kitab itu disebabkan kekhawatiran tidak
adanya keharmonisan dalam kehidupan rumah tangga. Karena untuk mencapai
kehidupan yang harmonis harus adanya persamaan dalam agama.
Hukum
pernikahan di Indonesia melarang pernikahan beda agama, sebagaimana daalam
Undang-undang no 1 tahun 1974 tentang pernikahan dan Kompilasi Hukum Islam
(KHI).
Jadi, dari
pemikiran M. Quraish Shihab tentang ahl al-kitab tersebut apakah ada
pengaruhnya terhadap terhadap hukum pernikahan beda agama di Indonesia?
Bertolak daari
hal di atas, maka penulis akan menggali lebih dalam penelitian yang berjudul:
“Studi Pemikiran M. Quraish Shihab Tentang Ahl al-Kitab dan Implikasinya
dengan Hukum Pernikahan Beda Agama di Indonesia.”
B.
Permasalahan
Dari uraian
latar belakang di atas, maka penulis dapat mengambil permasalahan yang
berkaitan dengan penulisan skripsi ini.
1.
Bagaimana pemikiran M. Quraish
Shihab tentang ahl al-kitab?
2.
Bagaimana implikasi pemikiran ahl
al-kitab menurut M. Quraih Shihab terhadap hukum pernikahan beda agama di
Indonesia?
C.
Kajian Pustaka
Sejauh
pengetahuan penulis, ada beberapa kitab dan buku yang membahas masalah tema ahl
al-kitab, maka penulis akan memaparkan beberapa tulisan yang sudah ada yang
nantinya dijadikan sandaran teori dan sebagai perbandingan dalam mengupas
berbagai permasalahan penelitian tentang ahl al-kitab menurut M. Quraish
Shihab, diantaranya sebagai berikut:
Menurut
al-Thabari dalam kitab Jami’ al Bayan, mengatakan bahwaa yang dimaksud ahl
al-kitab adalah Ahlul Taurat dan Ahlul Injil; pemilik dua kitab suci Yahudi
dan Nasrani.
Imam Syafi’i
dalam Wawasan al-Qur’an mengatakan bahwa yang dinamakan ahl al-kitab adalah
orang-orang Isra’il, sedangkan Abu Hanifah mengatakan bahwa yang dinamakan ahl
al-kitab adalah kaum yang memiliki salah satu Nabi atau kitab yang
diturunkan Allah.[6]
Ibnu Katsir
dalam Tafsir al-Qur’anul Karim mengatakan bahwa Majusi termasuk ahl
al-kitab.[7]
Maulana Aali
dalam bukunya The Riligius of Islam, terjemahan R. Kalin dan H. M.
Barun, Islamologi, mengatakan bahwa Kristen, Yahudi, Majusi, dan Hindu
semuanya tergolong ahl al-kitab.[8]
Thaba’thaba’i
dalam kitabnya al-Mizan fi Tafsir al-Qur’an mengatakan bahwaa yang
dimaksud ahl al-kitab adalah Yahudi dan Nasrani.[9]
Selanjutnya M.
Galib M, dalam bukunya Ahl al-Kitab Makna dan Cakupannya, dalam kajian
ini Galib mengemukakan bentuk-bentuk pengungkapan ahl al-kitab dalam
al-Qur’an, sikap dan perilaku ahl al-kitab, dan pandangan al-Qur’an
terhadap ahl al-kitab.[10]
Penelitian
serupa juga dilakukan oleh Majlis Tarjih Pengembangan Pemikiran Islam Pimpinan
Pusat Muhammadiyah.[11]
Dalam bukunya yang berjudul Tafsir Tematik al-Qur’an Tentang Hubungan Sosial
antara Umat Beragama, kajian ini lebih berfokus pada pandangan al-Qur’an
terhaadap ahli kitab secara umum dengan menarik pendapat ulama.
Selanjutnya
dari penelitian tersebut sepanjang pengamatan dan pengetahuan penulis,
penelitian yang penulis angkat belum dikaji oleh orang lain.
D.
Kajian Teori
1.
Pengertian Ahl al-Kitab
Menurut M.
Quraish Shihab ahl al-kitab adalah semua penganut agama Yahudi dan
Nasrani, kapan, di manapun, dari keturunan siapa pun mereka.[12]
Hal in berdasarkan penggunaan ayat-ayat al-Qur’an yang hanya terbatas pada dua
golongan (Yahudi dan Nasrani).
2.
Sikap dan Sifat Ahl al-Kitab
Menurut M. Quraish Shihab bahwa dalam
al-Qur’an terdapat ayat-ayat yang menggunakan kata-kata ahl al-Kitab, maka
pembicaraannya berkisar pada sifat dan sikap ahl al-Kitab. Baik sifat
dan sikap positif maupun negatif serta sikap yang hendak diambil oleh kaum
muslimin oleh ahl al-kitab.
a.
Sifat dan sikap ahl al-kitab dalam
al-Qur’an:
@÷dr'¯»t É=»tGÅ6ø9$# w (#qè=øós? Îû öNà6ÏZÏ wur (#qä9qà)s? n?tã «!$# wÎ) ¨,ysø9$# 4 ...
“Wahai ahli Kitab, janganlah kamu melampaui batas dalam
agamamu[383], dan janganlah kamu mengatakan terhadap Allah kecuali yang benar.” (QS.
An-Nisa’: 171)
2)
Ahl al-kitab sebagian telah
mengkufuri ayat-ayat Allah serta mengingkari kebenaran kenabian Muhammad SAW.[14]
@÷dr'¯»t É=»tGÅ3ø9$# zNÏ9 crãàÿõ3s? ÏM»t$t«Î/ «!$# ÷LäêRr&ur crßygô±n@ ÇÐÉÈ @÷dr'¯»t É=»tGÅ3ø9$# zNÏ9 cqÝ¡Î6ù=s? ¨,ysø9$# È@ÏÜ»t6ø9$$Î/ tbqßJçGõ3s?ur ¨,ysø9$# óOçFRr&ur tbqßJn=÷ès? ÇÐÊÈ
“Hai ahli Kitab, mengapa kamu mengingkari ayat-ayat Allah[202],
Padahal kamu mengetahui (kebenarannya). Hai ahli Kitab, mengapa kamu mencampur
adukkan yang haq dengan yang bathil, dan Menyembunyikan kebenaran, Padahal kamu
mengetahuinya?” (QS. Ali Imran: 70-71)
3)
Allah melaarang untuk menjadikan ahl
al-kitab sebagai pemimpin.[15]
* $pkr'¯»t tûïÏ%©!$# (#qãYtB#uä w (#räÏGs? yqåkuø9$# #t»|Á¨Z9$#ur uä!$uÏ9÷rr& ¢ öNåkÝÕ÷èt/ âä!$uÏ9÷rr& <Ù÷èt/ 4 `tBur Nçl°;uqtGt öNä3ZÏiB ¼çm¯RÎ*sù öNåk÷]ÏB 3 ¨bÎ) ©!$# w Ïôgt tPöqs)ø9$# tûüÏJÎ=»©à9$# ÇÎÊÈ
“Hai
orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan
Nasrani menjadi pemimpin-pemimpin(mu); sebahagian mereka adalah pemimpin bagi
sebahagian yang lain. Barangsiapa diantara kamu mengambil mereka menjadi
pemimpin, Maka Sesungguhnya orang itu Termasuk golongan mereka. Sesungguhnya
Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim.” (QS. Al-Maidah: 51)
`s9ur 4ÓyÌös? y7Ytã ßqåkuø9$# wur 3t»|Á¨Y9$# 4Ó®Lym yìÎ6®Ks? öNåktJ¯=ÏB 3 ö@è% cÎ) yèd «!$# uqèd 3yçlù;$# 3 ÈûÈõs9ur |M÷èt7¨?$# Nèduä!#uq÷dr& y÷èt/ Ï%©!$# x8uä!%y` z`ÏB ÉOù=Ïèø9$# $tB y7s9 z`ÏB «!$# `ÏB <cÍ<ur wur AÅÁtR ÇÊËÉÈ
“Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan senang kepada kamu
hingga kamu mengikuti agama mereka. Katakanlah: "Sesungguhnya petunjuk
Allah Itulah petunjuk (yang benar)". dan Sesungguhnya jika kamu mengikuti
kemauan mereka setelah pengetahuan datang kepadamu, Maka Allah tidak lagi
menjadi pelindung dan penolong bagimu.” (QS. Al-Baqarah: 120)
Menurut M.
Quraish Shihab bahwa ayat tersebut secara tegas menyatakan bahwa selama seorang
itu Yahudi (bukan al-ladzina haadu atau al-Kitab), maka ia tidak
rela terhadap umat Islam hingga umat Islam mengikuti agama atau tata cara
mereka. Dalam arti menyetujui sikap dan tindakan serta arah yang mereka tuju.[17]
Berbeda dengan orang-orang Nasrani yang lebih bersahabat dengan orang-orang
Islam.
b.
Ahl al-kitab tidak semuanya
sama sebagian ada yang kafir dan sebagian ada yang beriman.
Keyakinan ahl
al-kitab itu beraneka ragam (tidak sama), sebagian mereka berlaku lurus (istiqamah)
pada ajaran agama dan membaca ayat-ayat Allah dan bersujud serta mau bersahabat
dengan orang-orang Islam dan sebagian yang lainnya memusuhinya.
* (#qÝ¡øs9 [ä!#uqy 3 ô`ÏiB È@÷dr& É=»tGÅ3ø9$# ×p¨Bé& ×pyJͬ!$s% tbqè=÷Gt ÏM»t#uä «!$# uä!$tR#uä È@ø©9$# öNèdur tbrßàfó¡o ÇÊÊÌÈ cqãYÏB÷sã «!$$Î/ ÏQöquø9$#ur ÌÅzFy$# crããBù'tur Å$rã÷èyJø9$$Î/ tböqyg÷Ytur Ç`tã Ìs3YßJø9$# cqããÌ»|¡çur Îû ÏNºuöyø9$# Í´¯»s9'ré&ur z`ÏB tûüÅsÎ=»¢Á9$# ÇÊÊÍÈ
“Mereka itu tidak sama; di antara ahli kitab itu ada golongan
yang Berlaku lurus, mereka membaca ayat-ayat Allah pada beberapa waktu di malam
hari, sedang mereka juga bersujud (sembahyang). Mereka beriman kepada Allah dan
hari penghabisan, mereka menyuruh kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang
Munkar dan bersegera kepada (mengerjakan) pelbagai kebajikan; mereka itu
Termasuk orang-orang yang saleh.” (Ali-Imran: 113-114)
Ayat tersebut
menunjukkan bahwa ahl al-kitab itu beraneka ragam (tidak sama) dalam
sikap dan kelakuan mereka terhadap Allah dan manusia, karena diantara ahl
al-kitab, ada yang menerima dan melaksanakan secara sempurna tuntuna
nabi-nabi mereka, sehingga bersedia untuk percaya kepada kebenaran dan mengamalkan
nilai-nilai luhur.[18]
3.
Hukum Perbikahan Pria Muslim dengan
Wanita Ahl al-Kitab
Menurut pendapat M. Quraish Shihab
pernikahan pria muslim dengan wanita ahl al-kitab itu diperbolehkan
sebagaimana dalam firman Allah dalam surat al-Maidah ayat 5.
...... àM»oY|ÁósçRùQ$#ur z`ÏB ÏM»oYÏB÷sßJø9$# àM»oY|ÁósçRùQ$#ur z`ÏB tûïÏ%©!$# (#qè?ré& |=»tGÅ3ø9$# `ÏB öNä3Î=ö6s% !ÇÎÈ......
“ (dan Dihalalkan mengawini) wanita yang menjaga kehormatan
diantara wanita-wanita yang beriman dan wanita-wanita yang menjaga kehormatan
di antara orang-orang yang diberi Al kitab sebelum kamu,....” (QS.
Al-Maidah: 5)
Ayat tersebut
tentang kebolehan pernikahan pria muslim dengan wanita ahl al-kitab berlaku
hingga kini terhadap semua penganut ajaran Yahudi dan Kristen. Namun yang perlu
diketahui ialah “Al-Muhshanat” di sini berarti wanita-wanita terhormat yang
selalu menjaga kesuciannya, dan yang sangat menghormati dan mengagungkan kitab
suci.[19]
Juga karena akidah ketuhanan ajaran Yahudi dan Nasrani hampir sama dengan Islam
sehingga al-Qur’an membedakan antara ahl al-kitab dan musyrik.
Tidak
diperbolehkan pernikahan muslim dengan wanita Yahudi dan Nasrani karena dengan
ancaman “Barang siapa yang kafir sesudah beriman maka hapuslah amalannya” ayat
tersebut merupakan peringatan jangan sampai hal tersebut mengantar mereka
kepada kekufuran, karena akibatnya adalah siksa akhirat nanti.[20]
Pernikahan
dengan ahl al-kitab tidak diperbolehkan karena melihat kemaslahatan
agama dan keharmonisan hubungan rumah tangga yang tidak mudah dapat terjalin
apabila pasangan suami istri tidak sepaham dalam ide, pandangan hidup atau
agamanya.[21]
Sebab
persamaan agama dan pandangan hidup sangat membantu melahirkan ketenangan,
bahkan sangat menentukan kelaggengan dalam rumah tangga.
E.
Kerangka Konseptual
[4] M. Quraish Shihab, Wawasan
al-Qur’an; Tafsir atas Berbagai Persoalan Umat, Jakarta: Mizan, 2000, hlm. 35.
[8] Maulana Muhammad Ali, The
Religious of Islam dalam R. Kalim dan H.M. Bahrun (ed), Islamologi, Jakarta:
Ihktiar Baru, 1997, hlm. 412.
[9] Muhammad Husain Thaba’thaba’i,
al-Mizan Fi Tafsir al-Qur’an, juz III, Beirut: Al-Mua’assah al-A’la
al-Mathbu’ah, 1983, hlm. 306-307.
[11] Majelis Tarjih PP Muhammadiyah,
Tafsir Tematic Al-Qur’an; tentang Hubungan Sisial antar Umat Beragama,
Yogyakarta: Pustaka SM, 2000, hlm. 99.
[19]
Ibid., hlm. 169.
0 komentar:
Post a Comment